9. MwD | Dikerjai.

7.1K 300 2
                                    

"Tolong beliin Nia pembalut dong."

Mata Devan membelalak.

"Lo gila?" Devan tidak terima. Mau taruh dimana mukanya ini.

"Apa Van. Nia sama sekali gak bawa pembalut cadangan."

"Gak! Gua gak mau!"

"Devan, Nia mohon."

"Gak!"

"Devan,"

"Gak mau! Gue malu anjir!"

Terdengar Vania menghela napas. "Ya udah, nanti Nia aja yang beli."

Devan memutar kedua bola matanya. Ah, ia paling gak tega kalau cewek sudah berbicara dengan nada pasrah seperti itu.

"Ya udah tunggu biar gue ke minimarket dulu!" Ucap Devan datar.

Mendengar hal tersebut Vania terkejut bukan main. "Ini serius kan Van?"

"Hm,"

"Makasih ya Van," ucap Vania di balik pintu kamar mandi.

Tak lama kemudian Devan segera meluncur ke minimarket untuk membeli benda berharga perempuan tersebut.

Sesampainya di minimarket, Devan mengedarkan matanya. Syukurlah suasananya sepi. Dengan secepat kilat ia menjelajahi rak demi rak, tapi ia tidak tahu dimana letak rak yang ia maksud.

Devan bolak-balik, maju-mudur, celangak-celinguk. Tapi, tetap saja ia tidak menemukannya.

"Cari apa kak?" Tanya salah satu pramuniaga toko tersebut. Ia tahu Devan sedikit kebingungan.

"A...anu Mbak," Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Aih, lelaki itu malu untuk mengucapkannya.

"Iya,"

"Anu, saya cari pembalut Mbak."

"HAH?" Mbak-mbak Pramuniaga itu sedikit terkejut sambil mengulum senyuman. Ia ingin tertawa saat ini juga menyaksikan cogan mencari benda tersebut. Untuk apa coba?

"Ma...maaf," Perempuan itu menjeda, "Ma...mari saya antar," titahnya sambil berjalan menuju tempat yang Devan maksud.

Sedangkan Devan hanya menahan malu. Niatnya ia ingin sekali mengerjai Vania, tapi justru anak itu yang malah mengerjainya. Arggghhhhhhhhhh! Harga dirinya hancur saat ini juga.

"Ini Kak," Tunjuk Mbak-mbak itu.

Devan menggerutu dalam hati. "Perasaan gue tadi ngelawatin rak ini. Tapi kok gue gak liat ya?"

"Ma...makasih Mbak,"

Perempuan itu mengangguk. Sedetik kemudian ia meninggalkan Devan sendiri.

Tangan Devan gemetar saat mengambil satu persatu benda tersebut. Sebetulnya ia tidak tahu mana jenis pembalut yang di pakai. Ia pun memutuskan untuk membeli semua jenis ada. Masa bodoh, yang terpenting ia harus cepat. Dari pada nanti ada yang melihatnya.

"DEDEV!" Seseorang memanggil namanya. Refleks Devan menaruh benda-benda tersebut ke raknya.

Argggggghhhhhhhhhhh! Kenapa kutu ayam itu ada di sini.

"Dedev, lo di sini juga?" Tanya Ajit. Ya, kutu ayam itu adalah Ajit.

Ajit memperhatikan rak di hadapan Devan.

"Lo ngapain di sini?" Ajit masih melotot. "OMG! Jangan kata lo mau beli pembalut!"

Ajit memperhatikan bawah pusar Devan. "Jangan-jangan lo-" Ajit masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Bentar-bentar! Pantesan lo gak mau diajak party bareng cewek, ternyata lo-"

"APA? Jadi selama ini buwung lo-"

"Gua kira Buwung lo gede, ternyata lo gak punya buw-"

Dengan sigap Devan menutup mulut Ajit dengan tangannya.

"Lo bisa diem gak sih Anjing!" Hardik Devan,

"Emmm......Emm...." Ajit memberontak. "Lepasin gua Dev! Gue gak bi...sa napas!"

Sejurus kemudian Devan melepaskan tangannya dari mulut kotor Ajit.

Tanpa mengindahkan respon si kutu Ayam, Devan mengambil barang-barang yang tadi ia sempat letakan dan segera membawanya ke kasir, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"WAW! Gue gak nyangka, seorang Devan Baskara kalau malam jadi Devina." Gumam Ajit konyol.

🐰🐰🐰

Sesampainya di Apartemen, Devan hanya diam. Ia hanya memberi bungkusan berisi pembalut itu kepada Vania, tanpa berkata apapun.

"Lho, kok banyak banget?" Tanya Vania. Tapi, tidak direspon Devan.

Lelaki itu masih diam. Tiba-tiba sifatnya berubah menjadi dingin. Ya, kontan Vania terkejut keheranan. Kenapa lelaki konyol itu?

"Devan," Panggil Vania.

"Devan,"

"Ih Devan jawab napah."

Devan berdecak. "Ck, Apa lagi hah? Lo mau minta gue yang makein itu barang?" Devan ngegas.

Vania mengerutkan keningnya. "Ih kok kamu ngegas sih Van?"

"Bodoamat! Gara-gara lo gue diketawain sama Mbak-Mbak kasir!"

Vania tersenyum. "Oh..."

Vania berjalan ke hadapan Devan,

"Ngomong-ngomong, Makasih ya Van. Kamu udah mau beliin ini." Vania masih tersenyum.

"Hm," Devan masih bersikap dingin.

"Ih, kamu masih marah?"

"Hm,"

Vania bingung. "Marah kenapa?"

Devan menghela napas. "Gua gak bisa minta jatah karena lo datang bulan!"

Vania melotot, mendengar apa yang barusan diucapkan Devan.

"Ih Devan," Vania mencubit paha Devan.

"AWW! SAKIT WOY!" Pekik Devan, mengusap-usap pahanya.

"Bodoamat! Siapa suruh pikirannya kotor!" Ujar Vania tak mau kalah.

"Lah apa salahnya? Kita kan udah halal?"

"Ish gak gitu juga Devan. Kenapa sih kamu pikirannya itu mulu hah?"

Devan terkekeh. "Ya abis gimana, enak sih!"

Vania meninggalkan Devan, ia muak dengan pikiran Devan yang tak henti-hentinya memikirkan jatah, jatah, dan jatah.

"Lo belum pernah sih Van. Gue yakin lo bakal ketagihan kok pas udah nyoba," guman Devan.

Ish apa-apaan sih si Devan ini. Astaghfirullah😂.

BTW makasih udah mampir, jangan lupa beri vote ya.

Publish : 3 Februari 2021






Married with Devan [END]Where stories live. Discover now