6. MwD | Malam Pertama

11.8K 377 1
                                    

Setelah membersihkan make-upnya, Vania berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di hadapan pintu, ada banyak keraguan menelisik dalam hatinya. Di dalam sudah pasti ada Devan, dan dia belum siap untuk ini semua.

Vania menghela napas, iapun mengetuk daun pintu tersebut beberapakali. Detik berikutnya ia dengan ragu membukanya.

Matanya mengedar, sepertinya tidak ada Devan.

Dengan cepat ia melangkahkan kaki masuk, dan mengunci pintunya. Ia berharap Devan tidak bisa masuk.

"Syukurlah." Ucap Vania pelan,

"Syukur kenapa?" Suara Bariton itu berasal dari kamar mandi. Beberapa saat setelahnya, keluarlah Devan dari kamar mandi. Dengan hanya mengenakan anduk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Sedangkan bagian tubuh atasnya terlihat dengan jelas.

Mata Vania melotot. Dengan secepat kilat, Ia berbalik badan. Oh tidak, mata Vania sudah ternodai.

"Ishhhhh Devan, pake baju buruan!"

Mendengar ucapan itu, sebuah senyuman jahil terukir di wajah Devan.

"Kenapa? Lo takut terangsang sama badan gue? Bukannya ini yang lo pengen liat?" Devan memberi jeda. "Itu ngapain juga lo kunci pintu? Gak sabar ya mau ena-ena?" Devan menaik turunkan alisnya.

Masih dalam posisi tidak menatap Devan, Vania menghembuskan napas gusar.

"Apaan sih, Buruan pake baju!"

"Kalo gue gak mau gimana?" Ledek Devan.

"Buruan!"

Devan memilih untuk mengalah. "Iya-iya, bawel banget sih."

Vania masih diam.

"Udah belum?"

Devan berdecak. "Ck, sabar napah!"

"Udah, lo bisa balik badan." Sambungnya. Terlihat Devan yang sudah memakai kaos hitam dan celana hitam pendek, dengan rambut yang basah dan acak-acakan.

Pada sejujurnya Vania terpukau dengan penampilan Devan. Tahan Nia, tahan. Vania masih manyun kesal. Ia berjalan menuju kasur miliknya. Dan merebahkan tubuhnya.

Devan tersenyum melihat itu, Ia pun bergegas menghampiri Vania. Tapi, belum sempat lelaki itu merebahkan tubuhnya di samping Vania, dengan cepat Vania mencegahnya.

"Heh, kamu ma...mau apa?"

Devan menaikan sebelah alisnya. "Ya mau tidurlah."

"Di...di...si...sini?" Vania menunjuk ke arah kasur miliknya.

Devan lagi-lagi berdecak. "Ya iyalah!"

"Gak, kamu gak boleh tidur bareng Nia!" Cegat Vania.

"Lah kenapa? Lo kan istri gue. Bagaimanapun gue berhak atas diri lo."

"Enggak... Kamu gak boleh tidur di sini titik!" Ujar Vania.

Seulas senyum terukir, Devan mendekatkan wajahnya ke wajah Vania.

"Ka...kamu mau ngapain?" Tanya Vania.

"Lo mau tidur bareng gue, atau gue minta jatah gue malam ini juga!"

Vania menelan salivanya gugup. Ah, untuk kali ini Vania harus mengalah dari pada harus... Ah lupakan saja.

Vania mengambil sebuah bantal guling, dan meletakannya di tengah-tengah mereka berdua.

"Ingat! Kamu gak boleh ngelewatin bates ini." Ujarnya.

Devan mulai jahil, ia meletakan tangannya melewati batas yang diberi bantal guling tadi.

Married with Devan [END]Where stories live. Discover now