DVNM | Perjanjian

3.9K 157 7
                                    

Devan menekan pin nomor apartemennya dengan lemas. Ia masih meringis. Merasakan beberapa bagian tubuhnya yang lebam dan terluka.

Ketika pintu apartemennya terbuka, pemandangan pertama yang ia jumpai adalah Nia yang sedang tertidur di sofa. Devan paham, pasti perempuan tetap ngeyel menunggunya.

Devan mendekat. Memandang lekat wajah Vania yang terlelap. Perlahan, Devan mengangkat tubuh Vania. Berniat memindahkannya ke dalam kamar.

Akan tetapi, tanpa sepengetahuan Devan, rupanya Vania belum tertidur dengan pulas. Kontan Vania mengerjapkan mata saat Devan berniat menggendongnya.

"Hmm....De...Devan?" Vania mengucek-ngucek matanya. Sepersekian detik setelahnya ia terhenyak saat melihat dengan jelas wajah dan tubuh Devan yang dipenuhi lebam-lebam dan luka.

"Ka...kamu kenapa?"

"Kamu abis berantem?"

Devan menghela napas panjang. Kemudian mengangguk.

"Lho kok bisa? Sama siapa?" Vania panik. "Sebentar, Nia ambilin kotak P3K dulu."

Vania beranjak. Akan tetapi, dengan sigap Devan menahannya.

"Gak perlu. Nanti juga sembuh sendiri." Devan mengelak. Ia merasa tak tega pada Vania yang masih belum bangun sepenuhnya.

Nia melotot. "Sembuh apaan. Nanti kalau infeksi gimana?"

Vania tidak mengindahkan Devan. Ia tetap bersikukuh untuk mengobatinya.

Perlahan, Nia menempelkan kapas yang sudah dibasuh alkohol ke beberapa bagian tubuh Devan. Merasakan perih, Devan meringis.

"Ma...maaf ya."

Devan tersenyum sekilas.

"Lho kok ketawa sih?" Vania masih tidak habis pikir. Tadi ia meringis, sekarang malah tertawa. Entah apa yang merasukinya.

"Gak, aku cuma inget kalau aku berantem pas di sekolah, pasti kamu yang ngobatin luka aku. Dan, sekarang juga masih kamu."

"Oh..."

"Aku inget banget kamu pasti kesel, setiap kali ngobatin aku. Cemberut terus."

Vania menghela napas panjang. "Ya abisan kamu, dikit-dikit berantem  dikit-dikit berantem. Ya Nia ngerasa capek aja, pas ke UKS yang Nia obatin kamu lagi, kamu lagi."

Devan lagi-lagi tersenyum. "Kamu kesel sama aku?"

"Gak. Cuma gedeg."

"Lah apa bedanya?"

Vania mengangkat bahunya.

"Ya udah aku minta maaf, kalau selama ini udah ngerepotin kamu. Sampai, kadang tugas kamu banyak yang gak selesai gara-gara aku."

"Iya Gak apa-apa." Vania ikutan tersenyum.

"Vania merem deh. Itu ada binatang di muka kamu." Seru Devan, kontan Vania panik.

"Mana?"

"Merem dulu."

Vania menurutinya. Ia memejamkan matanya.

Cup!

Mata Vania kontan melotot. "Ih ngeselin." Vania memanyunkan bibirnya. "Gak lucu tau."

Devan justru tertawa melihatnya. "Hahaha... "

...

"Apa mau lo?" Sinis Arfan. "Gue gak punya banyak waktu buat ngadepin cewek kayak lo."

Bella memicingkan senyumnya. "Gak usah ngegas kali. Jadi, lo suka sama Vania?"

Arfan tersentak. Darimana perempuan ini tau?

"Bukan urusan lo!"

Lagi-lagi, Bella tersenyum sinis. "Bukan urusan gue gimana? Jelas-jelas lo suka sama Vania yang notabene udah punya orang lain. Ups! Maksud gue udah punya suami."

Arfan mendekat. Menatap tajam ke arah Bella. "Kalau iya, lo mau apa?"

"Santai kali. Gue udah tau kok semuanya. Bahkan kejadian lo ngehajar Devan cuma gara-gara cewek. Lucu ya, ketua osis seteladan lo bisa bar-bar cuma karena masalah cewek. Apa kata dunia?"

Arfan makin geram. Tidak terima dengan ucapan Bella barusan.

"Dan, lo gak malu sama diri lo sendiri? Udah jelas-jelas Devan punya istri, tapi dengan PDnya lo jalan sama Devan?"

Skak! Tapi, justru jawaban itulah yang Bella tunggu.

"Mulut lo pedes juga ya?"

"Oke, oke. Karena lo tau gue suka sama Devan. Gimana kalau kita kerjasama aja?" Sambung Bella, sambil menaikan sebelah alisnya.

"Gue gak sudi kerjasama sama cewek kayak lo!"

Bella tertawa sekilas. "Munafik banget sih lo."

"Emangnya lo gak mau milikin Vania? Dan, apa lo sanggup liat Vania sama Devan? Kalau gua perhatiin ya, semalem lo marah banget sama Devan cuma gara-gara dia hung-out sama gue. Sepeduli itu kah lo sama Vania?"

Arfan hanya diam. Apa yang dikatakan Bella memang benar. Siapa sih yang mau orang yang ia cintai disakiti orang lain?

"Ayolah kita kerjasama. Kapan lagi coba, ada tawaran semenarik ini? Lo bisa dapetin Vania, dan gue juga bisa dapetin Devan."

Arfan terdiam. Lagi-lagi, apa yang Bella ucapkan ada benarnya.

"Lama banget sih mikirnya. Gue gak punya banyak waktu nih."

Arfan menarik napas panjang. "Oke. Gue ambil tawaran lo."

Bella tersenyum. Rupanya segampang ini menghasut seorang Arfan. Memang benar ya, kalau orang yang jatuh cinta itu bodoh.

"Oke. Deal?" Perempuan itu menyodorkan tangannya.

Arfan melirik sekilas tangan tersenyum. Sebelum akhirya ia membalas jabatan tangan tersebut.

"Nah gitu dong." Bella tertawa puas.

Mau ngomong apa sama Arfan?

Btw Makasih ya udah mau baca. Jangan lupa vote.

Publish : 21 April 2021
















Married with Devan [END]Where stories live. Discover now