41-Pulih Satu, Sakit Yang Lain

17.6K 3K 218
                                    

Heyyo wassapppp! Malam semuaaa😚

SELAMAT MEMBACA!🤪

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

"Maaf jika keadaanku membuat kalian sedih. Kini ku sadar, betapa egoisnya aku jika memilih menyerah di saat begitu banyak cinta yang aku dapat."

~Untuk Arjuna~

.

Jingga keemasan membentang samar di ujung batas peraduan. Menjelaskan bahwa hari mulai petang. Suara derum mesin mobil memasuki pekarangan rumah itu. Kediaman yang tak akan pernah lagi terasa sama. Karena telah hilang satu sosok yang menjadi penyangganya. Beruntung tak sampai runtuh, walau tak bisa dikatakan kokoh karena kini telah goyah dan ringkih.

Setelah sekian rembulan mendekam di rumah sakit, kini Arjuna kembali menginjakkan kakinya di atas lantai dingin rumahnya. Terasa lebih menusuk karena kini tak ada lagi kehangatan yang bisa didapatkan dari sang Papa. Juna hampir meneteskan air mata ketika teringat momen terakhir dirinya memeluk Papanya. Ia bahkan tak mampu ikut serta dalam proses pemakamannya. Sungguh, Juna sangat menyesalinya.

"Sial! Gue lemah banget!" cibirnya dalam hati. Merutuki penyakit sialannya yang membuat dirinya kehilangan kesempatan untuk melihat sang Papa dikebumikan. Bersamaan dengan itu, tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipi tirusnya.

"Kenapa? Ada yang sakit?"

Liam yang tengah memapah anak itu dibuat cemas kala melihat adiknya menitikan air mata. Sedangkan Hara tengah menyerahkan barang bawaannya kepada Pak Yana—supirnya, untuk kemudian beralih pada anak-anaknya.

"Kenapa, sayang?" tanyanya khawatir.

Juna segera menggeleng pelan seraya menipiskan bibirnya. Ia menelan salivanya untuk kemudian mengusap jejak basah di pipinya. "Gak pa-pa, Juna cuma kangen rumah," ucapnya melirih.

Baik Hara maupun Liam merasa sakit mendengarnya. Mereka mengerti bahwa maksud dari ucapan Juna adalah ungkapan kerinduan akan sosok itu. Bukan perihal bangunan megah yang kini mereka sebut rumah. Tak ada kata yang mampu mereka ungkap kala hati merasa sesak. Hanya menunggu hingga anak itu melanjutkan langkahnya dengan lebih pelan.

Sesungguhnya Juna risih ketika tubuhnya harus bertopang pada Liam agar mampu melangkah. Ia jadi terlihat sangat amat lemah dan menyedihkan. Seolah menjelaskan bahwa dirinya benar-benar anak yang menyusahkan. Juna tak suka. Membuat image anak kuat dan ceria yang selalu melekat pada dirinya tertelan ingatan sebagai kenangan. Menyisakan tubuh ringkih yang semakin melemah setiap harinya. Tapi apa daya, jika berdiri saja kakinya terasa seperti jeli, sangat lemas.

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now