22-Berusaha Menerima Takdir

30.1K 4.5K 546
                                    

VOTE dulu, semoga rezekinya lancar.. Aamiin😚

Siapin tisu kalo ada🤧

Yang sayang Juna, mana?

SELAMAT BERSEDIH!😭

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

Malam itu menjadi hari yang sangat kelam bagi sebuah keluarga bahagia nan harmonis. Bagaimana tidak? Si anak ceria masih betah dalam lelapnya. Meninggalkan bekas kegelisahan bagi yang lainnya.

Tyo menyuruh anggota keluarganya yang lain untuk segera pulang. Karena Hara sempat pingsan saat mendengar vonis Juna. Wanita itu sangat terpukul. Maka mau tak mau, Ali dan Liam menuruti perintah sang kepala keluarga. Sedangkan Via tak ikut ke rumah sakit bersama Bi Hanum di rumah.

Selama perjalanan tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing.  

Liam duduk di sebelah supir dengan pandangan kosong mengarah ke depan. Banyak sekali penyesalan yang ia rasakan. Dan yang masih hangat, baru saja terjadi adalah, dengan bodohnya ia melupakan permintaan sederhana adiknya. Juna hanya ingin oleh-oleh. Itupun tak perlu sesuatu yang mahal atau apa. Tapi Liam melupakannya dan sempat menyepelekan perasaan adiknya, bahkan bisa dibilang sering. Dan kini, ia sangat menyesal.

Hara, wanita itu terlihat berantakan. Mata sembab yang masih meloloskan lelehan bening dan mulut yang terus merapalkan do'a untuk sang buah hati. Ia benar-benar tak menyangka penyakit itu bisa menyerang anaknya. Juna tak pernah sekalipun mengeluh. Hara merasa gagal menjadi seorang ibu. Ia tak bisa menyadari bahwa ternyata selama ini Juna tak baik-baik saja.

Sedangkan Ali, anak itu sudah tak menangis. Hanya saja pandangannya kosong dan segukan masih sesekali  muncul. Ia masih belum memahami apa yang terjadi. Semua terjadi begitu cepat dan sangat tiba-tiba. Ia menyesal tak menyeret Juna ke rumah sakit dari dulu. Pikirannya terbawa pada saat Juna meluruh dalam dekapannya setelah memuntahkan cairan merah pekat nan anyir itu. Bagaimana ia menahan tubuh adiknya agar tak menghantam lantai. Bagaimana mata itu tertutup dengan damai. Semuanya terekam jelas dalam ingatannya. Tangannya masih bergetar karena ketakutan terus membayanginya.

Ibarat buku yang sudah terbuka sampulnya. Kini mereka bisa melihat dan membuka lembaran hari-hari kemarin. Bahwa ternyata perasaan mereka sama, menyadari bahwa Juna memang sudah sakit. Bagaimana anak itu menyembunyikan luka. Bagaimana bola mata yang berbinar itu menampilkan warna yang berbeda. Bagaimana kulit putih itu sedikit berubah dari hari ke hari.

Kuning. Itulah yang terlihat dan mereka sungguh menyadarinya. Tapi semua seakan acuh dan tak menghiraukan tanda-tanda itu. Menyimpulkan bahwa Arjuna adalah anak yang sehat, anak yang kuat. Tetapi ternyata di dalamnya, Juna itu rapuh.

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now