31

59 9 0
                                    

Happy reading

||



Malam sudah menampakkan gelapnya, orang-orang sudah mulai beristirahat setelah seharian melakukan aktivitas yang melelahkan.

Di ruang rawat inap Nesa terlelap dalam tidurnya. Keadaaan Nesa sudah mulai membaik hanya menunggu untuk siuman saja.

Di ruangan itu Nesa hanya sendiri tiada yang menjaganya. Harusnya ada Rianti, tapi ia kembali pulang untuk mengambil baju ganti buat dirinya dan Nesa.

Perlahan jari-jari Nesa menunjukkan reaksinya. Bergerak perlahan. Mata nya terbuka secara perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk dalam indra penglihatannya.

"Haus," lirihnya.

Tangannya berusaha menggapai gelas minuman yang ada di meja kecil samping kanannya. Namun, tenaganya tidak cukup untuk itu dan akhirnya ia pasrah membiarkan tenggorokannya kering.

Nesa melihat sekeliling ruang itu namun ia 'tak menemukan satu orang pun.

Hingga seorang suster masuk untuk memeriksa keadaan Nesa.

"Kamu sudah siuman?"

Nesa hanya mengangguk.

Suster itu langsung menghubungi dokter. Setelah menghubungi dokter, suster pun memberika air minum krpada Nesa.

Tidak berselang lama dokter pun datang dan langsung memeriksa keadaan tubuh Nesa.

"Gimana, apa ada yang sakit?" tanya Dokter itu.

Nesa menggeleng.

"Kamu harus istirahat yang cukup biar kondisi kamu cepat pulih dan ingat jangan melakukan sesuatu yang bisa membuatmu kecapean," nasehatnya.

Lagi-lagi Nesa hanya mengangguk. Dia tidak punya banyak tenaga untuk berbicara.

"Kalau begitu saya pergi ke ruangan sebelah mau memeriksa teman kamu," pamitnya.

Nesa membelakkan matanya kaget. Teman? Teman siapa yang dia maksud?

"Si--apa?" tanya Nesa terbata.

"Kalau tidak salah nama dia Kivant, Mbak," jawab Suster karena Dokter sudah keluar terlebih dahulu.

Dada Nesa bergemuru 'tak karuan. Sesak.

Nggak-nggak mungkin. Ini semua nggak mungkin.

Nesa mencoba bangkit dari baringnya melepas paksa infus yang terpasang di tangan kirinya.

"Mbak, Mbak mau ngapain?"

Suster yang kebetulan belum keluar dari ruangan itu kaget melihat tindakan yang dilakukan  Nesa dengan cepat ia menenangkan Nesa. Namun, Nesa tidak bergeming ia tetap berusaha agar keluar dari ruangan itu.

Tiada cara lain Suster pun menusukkan jarum suntik yang mengadung obat penenang  ke salah satu bagian tubuh Nesa membuat Nesa tidak bisa bergerak.

"Loh, Sus, anak saya kenapa?" tanya Rianti yang baru saja memasuki ruangan itu.

"Ini Buk, anak Ibu memberontak mau keluar dari sini. Karena saya tidak kuat menanganinya jadi saya suntikan obat penenang," jelas Suster.

"Maaf ya, Sus sudah merepotkan."

Rianti ikut membantu Suster membaringkan tubuh Nesa kembali ke Hospital Bed.

"Saya permisi," pamit Suster.

Rianti mengangguk.

"Syukurlah kamu sudah baikan, Nak." Rianti mengambil salah satu tangan Nesa lalu menciumnya.

Pukul 12.00 Nesa kembali terbangun. Ia melihat di samping ada mamanya yang sedang tertidur nyenyak.

Perlahan Nesa turun dari Hospital Bed melangkah sedikit demi sedikit. Walaupun oleng ia tidak pantang menyerah.

Ditangan kanannya ia memegang infus. Nesa membuka knop pintu pelan agar tidak menimbulkan suara.

Ia melirik kanan kiri. Sepi.

Setelah menemukan ruangan Kivant, Nesa masuk tanpa menimbulkan suara.

Kenapa Nesa bisa tahu ruang Kivant karena dia tidak sengaja mendengar pembicaraan suster dan dokter sesaat sebelum ia tertidur.

Di sana Kivant terbaring dengan wajah yang dipenuhi perban tersisa mulut, hidung dan matanya yang bisa terlihat.

Kok sepi, apa tiada yang menjaganya? Kalau ada orang yang memyelakainya gimana?

Pertamyaan itu tiba-tiba muncul dalam benak Nesa.

Nesa menghampiri Hospital Bed Kivant. Menatap dengan lekat tubuh yang sudah tidak berdaya.

Semua ini salahnya. Semua ini terjadi karena dirinya. Adaikan waktu itu dia tidak terjatuh mungkin semua ini tidak akan terjadi pada Kivant.

"Kenapa kamu harus ikutan seperti ini? Aku nggak pernah mau kamu kenapa-napa." Nesa hanya mempu berbicara dalam hati.

Air matanya turun membasahi pipinya. Namun dengan cepat ia menyekanya.

"Aku pergi dulu nanti aku datang lagi. Cepat sembuh."

Nesa membungkukkan sedikit badannya lalu mencium lama kening Kivant yang tertutup perband.

Dirasa cukup Nesa kembali ke ruangannya ia takut nanti mamanya tiba-tiba bangun dan tidak melihat dirinya.

---------------

Pagi menyapa dengan kehangatan mentari yang menyinari seluruh jagat raya.

Burung-buring berkicauan membangunkan manusia yang masih terlelap.

Udara pagi ini sangatlah segar ditambah langit yang begitu cerah membuat suatu kehangatan tersendiri.

Seorang gadis baru saja keluar dari mobil mewah yang ia kendarai.

Rambut panjang, kulit putih langsat, bola mata berwarna kebiruan menambah kesan cantik perempuan ini.

Ia berjalan elegan melewati orang-orang yang memandangnya takjup.

"Excuse me, do you know this address?" tanya gadis itu pada salah satu orang di sana. (permisi, apakah Anda tahu alamat ini?)

Orang itu membolakan matanya. Ia 'tak tau apa yang dibicarakan orang di hadapannya ini.

"Hello," Gadis itu melambaikan tangannya di hadapan orang yang ditanyainnya.

"Maaf, lo ngomong apa? Gue nggak ngerti sumpah," ujar orang itu.

"Can you speak English? I can't speak Indonesian." (Bisa berbahasa Inggris? Saya tidak bisa berbahasa Indonesia)

"I don't mengerti." Setelah menyatakan itu ia berlalu pergi dari hadapan gadis itu.

Gadis itu hanya menggeleng melihat kelakuan orang itu. Ia kembali berjalan dan berhenti tepat dihadapan seorang satpam yang sedang bertugas.

"Excuse me, do you know this address?" tanyanya. (Permisi, apakah Anda tahu alamat ini?)

Satpam itu melihat kertas alamat yang ditunjukan gadis itu lalu betkata. "You go straight until you find T-junction and then you turn right" (Kamu jalan lurus sampai menemukan pertigaan lalu kamu belok ke kanan)

Gadis itu mengangguk. "Thank you."













Tbc____




Semoga suka. Jangan lupa vote dan komennya❤

Cinta Neslia (End)Where stories live. Discover now