10.

71 14 4
                                    

Happy reading

||

Nesa mengedarkan pandangannya pada kantin yang terlihat ramai itu.

"Ck, gue mau duduk dimana coba," kesal Nesa.

Saat ini Nesa sedang berada di kantin kantor tempat ia bekerja. Setelah sedikit berdebat dengan bosnya ia langsung bergegas ke kantin.

Tetapi sialnya kantin sudah penuh. Tiada lagi bangku dan meja yang kosong.

Disaat ia sedang mencari meja kosong, tiba-tiba tangannya ditarik dari belakang.

"Anj--" refleks Nesa. Setelah melihat siapa yang menariknya, Nesa langsung menyengir.

"Mau bilang apa tadi?" tanya Kivant datar.

Ya orang itu adalah Kivant sang bos.

Nesa mengalihkan pandangannya kesembarang arah, mencari alasan yang tepat agar sang bos tidak murka.

"Mmm, saya nggak ngomong apa-apa, Pak. Bapak salah denger kali," elak Nesa sambil cengengesan.

"Oh ya, Bapak ngapain tarik tangan saya?" tanya Nesa mengalihkan pembicaraan.

"Saya mau ngajak kamu makan siang," ujar Kivant.

"Saya 'kan udah bilang nggak usah Pak, saya bisa sendiri kok," tolak Nesa, lagi.

"Lihat sana," suruh Kivant sambil menunjuk ke arah suasana kantin.

"Di sana penuh semua, kamu mau duduk di lantai?" lanjut Kivant.

"Ayo." Tanpa persetujuan Nesa, Kivant lansung menarik tangan Nesa menuju mobilnya yang berada di parkiran khusus.

Nesa pun tidak berusaha menolak, toh walaupun ia menolak bosnya ini akan tetap memaksa. Lagipula cacing-cacing yang berada di dalam perut Nesa sudah demo minta untuk diisi.

Setelah sampai parkiran Nesa langsung masuk ke dalam mobil Kivant.

"Pasang seltbeat nya," ujar
Kivant mengingatkan.

Nesa menarik seltbeat dan memasangnya.

"Udah," ujar Nesa menatap Kivant.

Tanpa menjawab ucapan Nesa, Kivant langsung melajukan mobilnya, menuju Caffe atau Restoran terdekat.

Di sinilah mereka berada di sebuah restoran klasik yang terletak 'tak jauh dari perusahaan.

Mereka keluar lalu masuk mencari tempat duduk yang nyaman.

Pilihan mereka cukup bagus dengan latar taman yang rindang dan beberapa bunga yang bermekaran.

Karena tempat mereka duduk terletak di pojok mereka bisa melihat dengan jelas orang-orang yang berlalu lalang.

"Mau pesan apa, Buk, Pak?" tanya pelayan yang bekerja di sana.

"Makanan terenak dan termahal di sini," ujar Kivant.

Pelayan itu terkesiap. Bayangkan makanan di restoran itu mahal dan enak-enak semua. Apa mungkin ia bisa menghabiskan semua itu?

"Pak, Bapak nggak bercanda 'kan ya?" tanya Nesa pasalnya ia juga sama kagetnya dengan pelayan itu.

"Nggak."

Nesa menelan salivanya susah. Ini orang kenapa lagi dah? Pikie Nesa.

"Gini aja Mbak, Mbak ambilkan menu yang sering di pesan di sini," ujar Nesa.

"Baik, Bu." Pelayan itu pun pergi.

"Bu, Bu, Bu di kira aku Ibu-Ibu apa," gumam Nesa kesal.

Kivant hanya menahan senyum melihat kekesalan Nesa.

"Apa?!" Nesa memelototkan matanya saat melihat Kivant yang menahan tawa.

"Apa?"

"Nye, nye, nye." Nesa memutar bola matanya malas.

____

Jam menunjukan pukul 16.00 WIB. Jam di mana orang-orang yang bekerja aka pulang atau mungkin ada sebagian orang yang masih bekerja di jam ini.

Seperti saat ini Nesa sudah berada di halte menunggu angkot yang lewat. Pagi saat ia berangkat kerja ia diantar oleh supir mamanya.

Karena supir mamanya ada halangan maka terpaksa ia naik angkot atau mungkin taksi kalau ada.

Sudah setengah jama ia menunggu tapi belum ada juga angkot atau taksi yang lewat.

Pasrah.

Karena capek Nesa pun merogoh tasnya lalu mengambil ponsel yang tinggal beberapa persen lagi.

Ia melihat ponselnya dan ada banyak panggilan 'tak terjawab dari Kenant sang sahabat.

"Banyak banget panggilannya, ada apa, ya?" tanya Nesa pada dirinya.

Ia menekan nomor itu lalu menelpon balik.

"Kampret. Lo, dari mana aja ngab? Gue telpon nggak dijawab-jawab. Sesibuk itukah lo sekarang sampe-sampe lupa sama sahabat sendiri," semprot orang yang di sebrang sana. Kenant.

Nesa sedikit menjauhkan telponnya dari telinganya.

"Jemput gue di jalan xxxx. Gue tunggu lima belas menit dari sekarang!"

Setelah mengatakan itu Nesa mematikan panggilannya. Bukan ia mematikan tapi daya ponselnya yang sudah habis.

Sedangkan di sebrang sana Kenant sudah mengumpat 'tak jelas sebab Nesa dengan sepihak mematikan panggilannya.

Dengan pakaian seadanya Kenant menyambar jaket dan kunci motornya lalu keluar dari rumah.

Tidak butuh waktu lama bagi Kenant untuk sampai di tempat yang sudah Nesa beritahu. Melewati banyaknya kendaraan mobil dan motor yang berlalu lalang.

"Nesa," panggil Kenant.

"Lo udah nyampe? Gercep juga lo," ujar Nesa. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah motor Kenant.

"Ngapai lo di sini, Nes? Udah sore juga," tanya Kenant.

"Kepo ae lu. Yuk jalan gue dah capek banget ini."

Tanpa menjawab Kenant pun menjalankan motornya. Dalam hati Kenant terus bertanya-tanya apa yang Nesa lakukan di jalan ini.

Bukankah jalan ini dekat dengan kantor yang di pegang kakaknya Kivant.

Sudahlah Kenant tidak ingin berpikir terlalu jauh.

Tbc___

Tinggalkan jejak🐾🐾

Cinta Neslia (End)Where stories live. Discover now