11.

59 12 2
                                    

Happy reading

||

Malam semakin larut, di kediaman Sangose baru saja menyelesaikan makan malam. Malam ini mereka berkumpul membicarakan soal harta warisan yang akan di dapatkan putra-putra mereka.

Siapa lagi kalau bukan Kivant Ozberk Sangose dan Kenant Dwi Sangose.

"Jadi gimana, Mas?" tanya Kaito.

"Untuk Kivant, ia akan mendapatkan perusahaan utama yang sedang ia pegang sekarang. Sedangkan Kenant perusahaan yang ada di Bali," jelas Doruk-- Papa mereka.

"Kok Kenant dapat yang di Bali, Mas? Trus Kivant 'kan udah punya perusahaan sendiri di Jepang." Kaito tidak terima dengan ke putusan Doruk.

"Itu sudah keputusan Papa, kalau mau protes nanti saja." Doruk bangkit dari duduknya dan masuk dalam kamar.

"Nggak apa-apa kali, Ma. Lagian perusahaan di Bali 'kan nggak kalah besar dari perusahaan yang di pegang Kakak," ujar Kenant, dia mengelus tangan ibunya itu.

"Tapi 'kan ini nggak adil. Masa anak Mama harus kerja jauh, ninggalin Mama sendiri. Kamu mau jauh dari Mama?"

"Bukan gitu, Ma, tapi 'kan kita harus hargai keputusan Papa."

Kivant yang melihat drama antara anak dan ibu itu hanya memutar bola matanya malas.

"Kivant, kamu bujuk dong Papa kamu biar mau ngasih perusahaan yang ada di sini sama Kenant. Mama tidak mau jauh dari anak Mama yang satu ini." Kaito menunjukan wajah sedihnya.

"Akan saya coba. Lagi pula saya tidak menginginkan perusahaan itu." Selesai mengatakan itu Kivant pun melangkah masuk dalam kamar yang sudah lama ia 'tak tempati.

Kamar di mana ia merasakan kasih sayang seorang ayah. Di manja, di bangunin saat terlambat bangun. Ia sangat merindukan saat-saat dulu.

"Kenant, dengerin Mama, kamu harus nolak warisan Papa kamu yang di Bali. Kamu harus mendapatkan perusahaan yang ada di sini," hasut Kaito.

"Tapi, Ma, itu 'kan punya kak Kivant."

"Masa kamu mau di kalah sama kakak kamu. Kamu itu harusnya jadi pewaris tunggal di keluarga ini. Jangan biarkan Kivant yang menguasai perusahaan yang ada di sini."

"Apa kamu nanti di cap sebagai anak pungut? Nggak mau 'kan? Dan asal kamu tahu Nesa sahabat sekaligus pujaan hati kamu itu makin hari makin lengket sama Kivant."

"Mama jangan bercanda deh, mana mungkin Nesa dekat sama Kivant. Mereka 'kan nggak saling kenal." Kenant tidak percaya akan tuduhan Kaito terhadap Nesa.

Sebab selama ini ia tidak tahu kalau Nesa sudah mengenal Kivant bahkan mereka bekerja di tempat yang sama.

Ya walaupun itu atas paksaan Kivant.

"Mama nggak bohong kok. Mama liat mereka makan bersama di restoran kemarin dan lebih parahnya lagi Nesa itu sudah jadi sekretaris pribadi Kivant."

Kenant membulatkan matanya 'tak percaya. Apa ini? Kenapa Nesa tidak bilang padanya kalau sekarang ia sudah bekerja jadi seorang sekretaris?

Apa Kenant sudah 'tak sepenting itu lagi? Apa persahabatan mereka sudah nggak di anggap lagi?

Kaito tersenyum smirk. 'Misi pertama berhasil,' batinnya.

"Mama pasti bohong 'kan?" Kaito menggeleng.

Kenant menggeleng 'tak percaya. Ia berlari masuk dalam kamarnya, membanting pintu kamar.

"Permainan aka di mulai," gumam Kaito.

Dasar licik!

"Argg!" Kenant menggeram frustasi.

"Apa ini, Nes. Kamu sudah berubah nggak seperti dulu lagi, kamu sudah nggak nganggap persahabatan kita." Kenant mengusap wajahnya kasar.

"Nes, gue suka lo dari dulu cuman gue tahan agar persahaban kita nggak hancur, tapi apa ini?!"

Prang!

Kenant menghambur semua barang yang ada di meja rias. Bahkan cermin pun ia pecahkan.

"Nggak, nggak, ini nggak boleh terjadi. Nesa hanya punya gue! Nggak ada yang boleh miliki dia selain gue."

Kenant menatap pantulan wajahnya pada cermin yang mulai retak.

Sedang Kenant frustasi dengan perubahan sang sahabat, Kivant malah sedang mengenang akan masa kecil dulu.

Ia sangat rindu masa-masa di mana ia tertawa, bermain sama Papa nya. Ia ingin mengulang masa itu.

"Ma, sekarang Mama gimana? Apa Mama nggak kangen sama aku? Aku kangen banget sama Mama." Sebulir air mata menetes membasahi pipi Kivant.

Ia tahu Mama nya sudah tenang di alam sana, tapi apakan boleh ia berharap kalau semua ini hanyalah mimpi belakang?

Ia juga ingin melihat paras Mama nya yang 'tak pernah ia lihat sejak lahir.

Dulu ia dan sang Papa hidup bahagia hingga datang Kaito merusak semua itu. Merebut Papa darinya.

"Aku disini akan selalu mendoakan Mama dan Kivant berharap kita bisa bertemu di alam sana, Ma. Kivant pengen liat wajah Mama. Kivant juga mau kaya orang-orang yang hidup bahagia bersama Mama."

Kivant terus bercerita pada gelapnya malam. Kamar yang bernuansa abu-abu itu menjadi saksi keterpurukan Kivant mulai dari perubahan Papanya yang dingin, tamparan pertama kali ia dapatkan dari Papanya.

Bahkan kamar itu menjadi saksi di mana ia di siksa sama Kaito sang ibu tiri.

Karena terlalu banyak cerita akhirnya Kivant pun tertidur dengan kepala yang bersandar di kaki ranjang.

Tbc___

Tinggalkan jejak🐾🐾🐾

Cinta Neslia (End)Where stories live. Discover now