27

57 8 1
                                    

Happy reading

||

"Dari mana, kenapa baru pulang?" tanya Rianti saat Nesa memasuki rumah.

"Eh, Mama udah pulang?" Nesa berjalan menghampiri mamanya.

"Kenant dari tadi pulang kenapa kamu baru pulang?"

"Mama mah anaknya baru pulang bukannya di sambut malah di omelin," cemberutnya.

"Mama kaya gini biar kamu sadar kalau tunangan kamu itu Kenant bukan Kivant, Nesa."

Intonasi suara Rianti seketika menaik saat mengingat kembali apa yang sudah Kenant ceritakan.

Nesa terdiam sesaat, ini kali pertama mamanya menaikkan suara padanya. Dia bangkit dari duduknya.

"Dari awal Nesa nggak mau perjodohan ini, tapi karena Nesa nggak mau buat Mama sedih makanya Nesa terima aja. Jadi jangan salahkan Nesa kalau Nesa nggak bisa cinta sama Kenant."

Setelah menyatakan kalimat itu Nesa masuk dalam kamarnya. Rianti hanya bisa bersabar menghadapi perubahan Nesa saat ini.

Dulu Nesa 'tak begini, tapi entah kenapa sekarang dia berubah. Sikapnya pun 'tak lagi sama.

'Tak lama Nesa masuk dalam kamar ketukan pintu terdengar begitu nyaring di pendengaran Rianti.

Rianti berjalan membuka pintu untuk orang itu.

"Sore, Tante," sapanya dengan sopan.

"Mau ngapain anda ke sini? Belum puas jalan sama Nesa hari ini hingga Nesa mengabaikan tunangannya yang selalu ada di sampingnya? Belum puaskah anda melihat Kenant tiap hari sakit hati?"

Pernyataan-pernyataan itu sangat menusuk uluh hati Kivant. Dia yang datang dengan baik-baik malah di serang dengan kalimat-kalimat yang seharusnya tidak ia dengar.

"Maaf Tante tapi saya ke sini mau ngantar buku Nesa yang  ketinggalan di mobil," ujar Kivant.

Walau dada dia terasa tertusuk, tapi sebisa mungkin ia terlihat biasa-biasa saja.

"Makasih." Dengan kasar Rianti merebut buku itu dari tangan Kivant.

Brak!!

Kivant terjungkal kaget mendengar suara pintu yang di tutup dengan keras.

"Benar kata Mama Nesa, aku egois nggak melihat Kenant yang selalu ada buat Nesa. Apa yang harus ku perbuat sekarang? Aku nggak mau kehilangan Nesa," ujar Kivant frustasi.

Dengan langkah besar Kivant pergi meninggalkan pekarangan rumah Nesa. Tujuannya saat ini hanya satu rumah orang tuanya.

Dia harus ke sana menjelaskan pada Kenant agar adik kesayangannya itu tidak salah paham.

Tetapi Kivant sudah terlambat semua itu sudah tiada gunanya lagi.

Plak!

Satu tamparan kuat mengenai pipi Kivant. Ia baru saja tiba di kediaman Sangose dan sudah mendapatkan tamparan itu.

"Apa ini yang sudah ayah ajarkan selama ini? Apa ini yang sudah kamu pelajari di Jepang, hah?!" Bentak Doruk.

Doruk benar-benar tidak menyangka bahwa putra yang selalu ia bangga-banggakan akan berbuat hal yang tidak ia pikirkan sebelumnya.

Dan ini untuk pertama kalinya pula Doruk menampar Kivant ada rasa bersalah singgah di hatinya, tapi dia tidak boleh egois ini semua salah Kivant.

"Kenapa harus adik kamu, kenapa?! Masih banyak wanita di luaran sana yang bisa kamu jadikan pasangan nggak musti harus tunangan adik kamu, Kivant!"

Plak!

Lagi-lagi tamparan ia dapatkan dan ini berasal dari Kaito mama tirinya.

"Dari dulu saya sudah tidak menyukaimu Kivant, dari dulu saya sudah menduga bahwa kamu yang akan menjadi penghancur masa depan anak saya!" teriak Kaito dengan penuh amara.

"Salahkah bila aku mencintainya?"

Kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Kivant.

Plak!

Kali ini bukan Doruk atau Kaito melainkan Kenant.

"Tapi Nesa tunangan gue, gue yang lebih berhak atas Nesa bukan lo!"

Hati Kivant begitu sakit saat mendengar kalimat lo-gue terlontar dari bibir adiknya.

Dulu adiknya itu 'tak pernah mengeluarkan kalimat itu, tapi sekarang apa semua sudah tidak seperti dulu lagi.

"Kalau kamu masih mau jadi bagian keluarga ini, jauhi Nesa dan biarkan dia bahagian bersama Kenant," putus Doruk.

"TIDAK!"

Semua menoleh ke sumber suara.

"Tidak! Aku nggak mau bersama Kenant dari dulu sudah ku katakan bukan, aku dan Kenant tidak akan pernah bersama kalau bukan sebagai sahabat," ujar Nesa dengan napas yang tersengal-sengal.

Dia baru saja sampai di kediaman itu.

"Maksudnya?"

Bingung semua orang.

"Ya sekarang aku tau siapa Kivant, dia bukan hanya sekedar anak dan Kakak dari Kenant tetapi cinta pertamaku. Dia Kivant yang selama ini aku cinta, dia Kivant yang sudah berhasil mencuri hatiku, dia ...."

Plak!

Belum selesai Nesa berbicara sebuah tamparan mengenai pipi mulusnya.

"Jaga ucapanmu Nesa, mereka calon Ibu dan Ayah mertuamu," peringat Rianti.

Rianti berhasil menyusul Nesa di sini setelah beberapa rintangan yang harus ia hadapi.

"Mama nampar Nesa." Nesa menatap Rianti dengan tidak percaya.

Selama ini Rianti tidak pernah menampar dirinya.

"Semua itu karena kamu yang sudah tidak sopan. Sekarang kamu minta maaf."

"Tidak! Nesa nggak suka sama Kenant cinta Nesa hanya buat Kivant bukan orang lain!"

"Diam!" teriak Kenant. Dia benar-benar muak dengan drama ini.

"Kalau Kak Kivant sayang sama aku tinggalin Nesa dan rumah ini sekarang juga."

Semua terkejut mendengar penuturan Kenant 'tak terkecuali Kivant.

Kivant tidak menyangka orang yang ia sayangi berkata demikian padanya.

"Pergi!"

"Baik lah jika itu yang kamu mau. Kuharap kamu dapat menjaga Nesa dengan baik, jangan buat dia meneteskan air matanya walau hanya setetes."

Dengan berat hati Kivant pergi meninggalkan rumah itu yang mungkin 'tak akan pernah ia datangi lagi.

"Nggak, Kivant nggak boleh pergi," berontak Nesa.

"Kivant nggak boleh ninggalin Nesa. Nesa sayang sama Kivant." Nesa terus memberontak agar tangannya di lepaskan. Air mata pun selalu menetes dengan setiap kalimat yang ia keluarkan.

"Nesa nggak mau pisah sama Kivant ... nggak mau!" Lelah akhirnya Nesa terduduk pasrah di lantai.

"Nes." Kenant mencoba untuk menenangkan Nesa.

"Pergi! Lo bukan sahabat gue lagi! Lo jahat! Lo ...."

Nesa sudah tak dapat berkata-kata lagi yang ia lakukan hanyalah menangis dalam dekapan Kenant.

'Maafin gue yang egois ini, Nes. Gue cuman nggak mau kehilangan lo. Gue janji setelah ini gue akan buat lo bahagia lagi kaya dulu,' batin Kenant.







Tbc___

Jangan lupa vote dan komennya

Cinta Neslia (End)Where stories live. Discover now