4.

95 21 3
                                    

Warning!
Typo bertebaran

||

||

Setibanya di ruangan sang kakek, Kivant langsung menerobos masuk. Orang yang ada di ruangan itu kaget melihat kedatangan Kivant, pasalnya mereka tidak ada yang memberi tahu.

"Kak Kivant?"

Kivant yang mendengar namanya disebut pun menoleh ke arah orang itu. Kivant menyernyitkan alisnya.

"Ini aku Kak, Kenant," ujar Kenant lalu berlari memeluk Kivant erat.

Sudah lama dirinya tidak bertemu dengan sang kakak.

Kenant dan Kivant adalah saudara berbeda ibu. Kivant tiga tahun lebih tua dari Kenant. Waktu kecil mereka sangat dekat, tapi entah kenapa sekarang Kivant tidak terlalu suka berdekatan dengan adiknya itu.

Kivant hanya membalas pelukan itu tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Kivant menoleh ke arah mamanya lebih tepatnya mama tirinya.

Mama tiri Kivant menatap Kivant penuh kebencian.

'Kenapa anak itu kembali lagi?' Batin mama Kivant kesal.

Setelah pelukannya lepas, Kivant berjalan menghampiri brankar tempat sang nenek tertidur.

"Nek, kok bisa gini? Perasaan semalam Nenek baru saja bilang kalau Nenek baik-baik saja," ujar Kivant. Matanya menyorotkan kesedihan yang mendalam.

"Kamu tau dari mana kalau Nenek kamu masuk rumah sakit?" tanya mama tiri Kivant.

Matanya menatap tajam Kivant.

"Bukan urusan anda," ucap Kivant tanpa mengalihkan pandangannya dari Neneknya.

"Sayang, tolong beliin Mama minuman dong, Mama haus," pinta mama tiri Kivant pada Kenant.

"Ya udah kalau gitu aku keluar dulu, Ma, Kak," pamit Kenant.

Sejujurnya Kenant masih penasaran dengan apa yang terjadi antara mama dan kakak kesayangannya itu.

Selepas Kenant keluar, mama Kenant berjalan menghampiri Kivant.

"Kenapa kembali? Bukan kah kamu bilang tidak akan kembali sebelum saya memintanya?"

"Saya melakukan ini demi Nenek saya. Anda tenang aja saya tidak akan kembali ke rumah neraka itu."

"Sudah berani melawan sekarang rupanya?!"

"Maaf kalau anda ingin bertengkar silahkan keluar, anda tidak di butuhkan di sini." Kivant menatap nyalang sang mama tiri.

"Kamu pikir saya sudi mengurus Nenek kamu yang tua bangka itu? Hei! Itu bukan sifat saya. Kalau bukan harta saya tidak akan pernah ada di sini. Camkan itu." Setelah mengatakan itu mama Kenant pun keluar dari ruangan bernuansa putih itu.

"Dasar matre," ujar Kivant pelan.

Ruangan itu kembali hening di sana hanya terdapat dua orang yang berbeda jenis.

"Nek, Nenek bangun ya, Kivant sudah ada di sini." Kivant mengelus punggung tangan Neneknya dan sesekali menciumnya.

Sudah berjam-jam Kivant berada di ruangan itu, hingga akhirnya dia memutuskan untuk keluar mencari makanan.

Mengenai mama tiri Kivant. Dia sangat tidak menyukai Kivant sejak dia dekat dengan bapak Kivant. Dia menikahi bapak Kivant hanya demi uang. Dia juga berencana mengambil alih semua warisan keluarga Sangose.

Mama kandung Kivant meninggal saat melahirkan Kivant. Saat itu dokter tidak punya pilihan lain selain menyelamatkan bayi yang ada di kandungan mama Kivant.

Bapak Kivant sudah menolak, tapi mama Kivant tetap kekeh ingin menyelamatkan bayinya dan alhasil nyawanya lah yang jadi taruhannya.

Bapak Kivant tidak ada di rumah sakit karena sedang ada rapat di kantornya.

Saat sedang berjalan menuju kantin rumah sakit, Kivant baru teringat dengan motor yang dipinjamnya tanpa izin untuk bisa sampai di tempat ini.

Kivant segera berlari keluar dari rumah sakit.

"Ā, jitensha wa doko ni aru no?"
(Astaga dimana motor itu?) Kivant terus mondar mandir mencari keberadaan motor itu.

"Permisi, apa Bapak melihat sepeda motor warna merah muda terus di depannya ada gambar hello kitty?" tanya Kivant pada bapak penjaga pos.

"Motor yang begitu banyak, Mas."

"Ya udah kalau gitu makasih ya, Pak."

Kivant sudah kelimpungan mencarinya. Apa yang harus ia katakan pada pemilik motor itu, jika motor nya hilang?

"Arghh! Ceroboh!"

_____

Nesa yang baru saja pulang langsung masuk dalam rumah. Keringat terus mengalir di wajah mulusnya.

"Loh kamu kenapa, kok keringatan gitu?" tanya Mama Nesa.

Dia sangat kaget melihat anaknya keringatan pasalnya matahari tidak begitu terik dan juga dia mengendarai motor lantas apa yang terjadi?

"Itu Ma, ada orang iseng ngambil motor Nesa tanpa izin saat Nesa sedang beli ini, otomatis Nesa kejar dong, jadinya gini deh," jelas Nesa, dia terduduk lemas di atas sofa.

"Terus motornya dapat 'kan?"

"Untungnya iya, Ma. Jauh banget Nesa lari bayangin aja dari pedagang kaki lima depan kampus sampai di rumah sakit kota, Ma. Itu jauh banget," keluhnya.

"Yaudah yang penting kamu nggak apa-apa dan motor kamu kembali. Mending sekarang kamu mandi badan kamu bau keringat."

"Iya, Ma." Nesa berjalan menuju kamarnya.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Nesa sudah siap dengan pakaian santainya.

"Waktunya bersantai," sorak Nesa gembira.

Nesa menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Senyum di wajahnya terus merekah. Dia sudah tidak sabar menunggu balasan surat dari teman jauhnya.

"Dia udah baca belum ya?" tanya Nesa pada dirinya sendiri.

"Apa dia juga merasakan apa yang aku rasa? Terus dia udah punya pacar belum ya? Atau jangan-jangan dia udah punya istri? No, no itu tidak mungkin. Tapi ... aaaaaaaa aku bingung."

"Nesa pengen ketemu dia! Mau liat wajahnya dari dekat! Aaaaaaa aku bisa gila memikirkannya!"

Nesa terus berbicara tanpa henti membayangkan apa yang akan dia lakukan bila suatu saat bertemu Kivant. Rasanya ... aaaa author nggak tau yang pasti ... mmmm ya gitulah. Hahahahah.

Setelah puas menerka-nerka Nesa pun tertidur lelap melepas lelah. Jam baru menunjukkan pukul satu dua puluh empat menit siang.

Tbc___

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komennya.
Salam sayang dari author❤

Cinta Neslia (End)Where stories live. Discover now