44🌻

740 132 17
                                    

Terkadang kita berpikir, kenapa takdir selalu menentang. Mungkin kita juga harus merasakan apa yang orang lain rasakan. Hidup bukan hanya harus taat pada sang  pencipta tetapi hidup juga mengajarkan kita untuk menjadi seorang yang tegar, kuat, dan terus tersenyum untuk menutupi segala luka.

Tik tok tik tok!

Retina mata Alwi terus memperhatikan jam dinding yang tertempel, waktu menunjukan pukul 15:30. Hatinya masih tak karuan ketika mendengar kabar yang menyakitkan. Tubuhnya bersender di dekat pintu ruang operasi, tatapan nya sayu dan kosong. Satu yang ia pinta, tolong jangan ambil nyawa orang yang ia sayang. Sungguh itu lebih sakit dari apapun.

Ceklekk!

Pintu ruang operasi terbuka lebar, Alwi juga yang lain nya berdiri seketika. Empat orang berbaju hijau tengah mengelilingi orang yang kini tengah berbaring di atas brankar rumah sakit. Alwi menyeka air matanya, menghela napas berharap orang yang ada di sekeliling nya memberikan kabar baik.

"Ba ... bagaimana Dok, apakah operasi nya lancar?" tanya Inne berjalan mendekati putranya.

"Alhamdulillah, operasi nya berjalan dengan lancar. Walau tadi ada beberapa kendala, ada kabar yang harus saya sampaikan. Kabar baik dan juga kabar buruk."

Alwi semakin takut sekarang, di sisi lain ia senang mendapat kabar bahwa operasi Kakak nya berjalan dengan lancar. Tetapi, ketika mendengar kata 'Buruk' entah kenapa jiwa nya begitu meringis.

"Apa kabar baik dan kabar buruk nya Dok? Katakan!!" tekan Inne.

"Kabar baik nya pasien akan segera sadar, dan kabar buruk nya sebagian ingatan pasien akan hilang."

Bruk!

"BUNDA!!"

Ridho di bawa ke ruang rawat sekarang, begitu pun dengan Inne. Mpok Atik pergi menemui Ridho atas perintah dari Alwi, sedangkan dirinya kini menunggu sang Bunda untuk membuka matanya yang kini tertutup.

Alwi menatap wajah sayu dari sang Bunda, ia tau di balik sipat tegar nya begitu sangat terpuruk ketika melihat putra nya tengah tidak baik-baik saja, seketika Alwi berpikir apakah jika dirinya pergi semua bisa mengikhlaskan dirinya? Atau malah sebaliknya.

"Bunda.."

Brak!

Alwi tersentak kaget ketika pintu ruang rawat tiba-tiba terbuka lebar. Menampakan sosok laki-laki dengan jas hitam nya serta memasang wajah cemas nya.

"Alwi, Ridho mana?"

Tersayat, tentu saja. Apakah ia tidak melihat kabar orang yang berada di hadapannya sekarang. Sama, ia juga sama-sama butuh semangat dan dukungan. Alwi memalingkan wajah nya ke arah yang lain, Ananda berjalan pelan lalu menggenggam kedua tangan milik putranya itu.

"Untuk apa Ayah ke sini, em maaf maksud ku OM!"

"Alwi, sayang. Lihat Ayah Nak... maaf ... ayah minta maaf. Semua itu ... semua itu bukan apa-apa, Ayah hanya kesal. Jangan percaya dengan omongan Ayah tadi Alwi. Sungguh Ayah benar-benar ngasal. Tidak benar-benar seperti kenyataan." Ananda berharap Alwi benar-benar percaya sekarang, ia tidak mau mengecewakan siapa pun hari ini.

"Alwi, Ayah mohon kamu per ...."

Inne terbangun secara hiteris, ia berteriak memanggil nama Ridho. Sambil mengacak-acak rambutnya, benar-benar sakit hati Alwi ketika melihat Bunda nya begitu sangat terpuruk.

Alwi melepas genggaman tangan Ananda, lalu berdiri dan memeluk tubuh Inne. Berusaha menenangkan, dan membuat Inne berhenti memberontak.

"Bunda, Alwi enggak mau lihat Bunda begini. Alwi enggak mau!!"

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang