06🌻

869 162 0
                                    


                              ****

"Bunda!" teriak Ridho menarik sebelah tangan Alwi, masuk kedalam rumah.

"Ada apa Nak ... pulang-pulang sudah teriak seperti itu. Ada apa? Itu tangan Alwi jangan di tarik-tarik!"

"Memalukan!"

Alwi hanya diam, santai dengan minuman ditangannya. Inne nampak bingung apa yang terjadi sebelumnya.

"Ehh, Kakak nya aja yang ceroboh," ujar Alwi duduk di bawah lantai tengah menyeruput minuman yang ia beli tadi.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Inne.

"Bund, masa tadi ....,"

Flashback on*

"Alwi! Dompet nya enggak ada!" panik Ridho, sedangkan Alwi cengengesan menahan tawa.

"Mana Alwi tau lah, hayo gimana nih udah depan kasir. Mana barang belanjaan nya udah di masukin semua dalam plastik," ujar Alwi.

"Semuanya jadi tiga ratus ribu, Mas."

"E ... Mbak saya ... saya boleh ngutang. Enggak maksud nya apa ya ... em ... aduh!"

Alwi tertawa saja melihat tingkah laku Kakak nya dengan wajah yang sudah memerah akibat menahan malu.

"Maaf Mas, barang yang sudah diambil tidak dapat dikembalikan."

"Aduh! Wi, tolongin dong!"

Alwi berjalan, membuka kulkas lalu mengambil satu botol minuman.

"Et dah nih anak, mau bayar pake apa nanti hah!"

"Oh iya, tadi total semuanya jadi tiga ratus 'kan? Sama minuman ini jadi tiga ratus sepuluh. Ini uang nya," sodor Alwi memberikan empat lembar uang.

Ridho melongo, lalu mengambil dompet dari tangan Alwi. Dan menatap nya tajam.

Flashback back off*

"Haha, anak Bunda pinter," puji Inne mengelus halus rambut Alwi.

"Iya dong. Alwi gituloh!"

"Bunda! Masa Alwi di bilang pinter sih. Itu namanya termasuk kasus memalukan!"

"Ya ... itung-itung pelajaran buat kamu. Bahwa jadi orang jangan ceroboh," ujar Inne masih dengan tawa nya.

"Ish! Makan tuh." Ridho melempar dompet kosong kearah wajah Alwi, lalu pergi meninggalkan Alwi dan Inne dengan kresek putih yang ia bawa.

"Lumayan, disini masih ada lima ribu. Nanti deh nunggu Bang Ikal lewat, lumayan dapat satu mangkuk bakso," ujarnya mengambil uang yang tersisa lima ribu dan meninggalkan dompet nya begitu saja.

"Bund, Alwi kekamar dulu ya," pamitnya.

"Iya, sayang."

"Ciee yang muka nya merah tadi, ciee," ujar Alwi memasukkan kepalanya setengah kedalam kamar Ridho.

"Diam lu! Udah sana-sana pergi!" usir Ridho.

"Mbak kasir nya naksir, ciee. Ingat masih punya Kak Tamy," ucap Alwi yang masih mengerjai Kakak nya.

Bugh!

Ridho melempar bantal ke arah Alwi, yang tepat mengenai wajah nya. Kepalanya terdengar terbentur pada sisi pintu.

"Aw!"

"Hah! Kelapa kamu enggak papa 'kan?" tanya Ridho.

"Disini enggak ada kelapa, adanya nya durian!" teriak Alwi menggosok-gosok kepalanya.

"Maaf, beneran enggak ada yang luka 'kan? Tadi Kakak enggak sengaja," ujar Ridho memeriksa sekitar kepala Alwi.

"Enggak ada, udah ah. Alwi mau kekamar. Ciee yang tadi malu ciee." Alwi berjalan sesekali meledek Ridho.

"Diam lo!"

"Kak Ridho malu ciee." teriak Alwi yang sudah masuk kamar, namun masih saja meledek Ridho.

"Awas lo! Gue kirimin singa kedalam kamar lo. Baru tau rasa!" teriak Ridho.

Tbc_

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf حيث تعيش القصص. اكتشف الآن