21🌻

675 141 2
                                    

••••••

Selamat membaca.

*****

Pada hari pertama mereka berpuasa sudah berkeringat seperti ini. Argh, sudahlah tidak apa-apa yang terpenting puasa mereka aman-aman saja.

Alwi segera masuk ke dalam rumah nya, dan berlari ke arah kamar dengan mengunci pintu agar sang Kakak tidak bisa masuk ke dalam. Tentu saja Ridho kesal, namun ia teringat pada salah satu teman nya di sekolah yang pernah bercerita tentang seputar Ramadhan.

'Iya, selain kita menahan lapar dan dahaga, kita juga harus bisa menahan emosi sama orang.'

"Huff, oke sabar Ridho." Ridho mengelus dada nya, membuang rasa emosi pada sang Adik. Ia berjalan menuju kamar nya dengan gaya andalannya.

Alwi yang menyadari tidak ada teriakan apapun dari Ridho, segera ia membuka pintu pelan, lalu berjalan ke arah kamar Ridho. Di lihat nya Ridho yang tengah duduk dengan tatapan fokus pada layar laptop, menyadari ada yang mengintip Ridho mempersilahkan Alwi untuk masuk dan menemaninya.

"Ada apa? Sini masuk!"

Alwi masih diam, apakah perkataan yang di lontarkan Ridho tidaklah salah. Alwi masih tetap berdiri dengan tatapan bingungnya.

"Heh, kenapa masih berdiri disitu ayo sini? Kita nobar film."

Tentu saja Alwi kaget, tadi Kakak nya begitu marah sekarang dirinya malah di suruh masuk dan duduk. Terlihat juga wajah Ridho tidak semerah tadi tetapi wajah nya kini banyak sekali perubahan.

Alwi masuk, lalu duduk di atas kasur milik Ridho. Ridho berbalik, membawa laptop nya dan tak lupa ia memeluk tubuh Alwi. Tentu saja Alwi merasa keheranan.

"Kak, Kakak sakit?" Alwi memegang kening Ridho untuk memastikan.

"Enggak kok, emang kenapa?" tanya Ridho.

Alwi sedikit was-was ketika berdekatan dengan Ridho. Mengapa ia berubah sejauh ini hanya dalam waktu beberapa menit. Alwi yang tidak nyaman kini hendak pergi untuk menemui Bunda nya.

Tetapi, tangan Ridho malah menarik nya kembali untuk duduk. Tentu saja Alwi semakin ketakutan. Di tambah ekspresi Ridho yang kini berubah, ia mengambil gunting dari nakas nya dan memperlihatkan jelas pada wajah Alwi.

Alwi yang melihatnya membulatkan mata, apalagi tangan nya di cekal kuat oleh Ridho membuat Alwi semakin memberontak.

"Ka ... Kakak mau apa?!"

"Argh, lepasin tangan Alwi." Alwi berlari meninggalkan kamar Ridho dengan keringat di pelipis putih nya.

"Heh, napa tuh bocah orang mau gunting kertas juga!" kesal Ridho.

Alwi berlari melewati beberapa anak tangga, sangking takutnya ia pada Ridho sampai tidak sadar bahwa bahaya tengah mengincar dirinya. Saat menginjak anak tangga ke-3 yang hampir selesai ia injak, tangga terasa licin sehingga dirinya hampir saja ambruk. Ananda yang kebetulan lewat dengan cepat ia menangkap tubuh putranya.

"Astagfirullah, Alwi!"

"Hah, aww. Ayah kaki Alwi." dirinya merintih seperti nya terkilir akibat dirinya yang hampir saja jatuh.

"Sini, Ayah bantu buat duduk."

"Aduh, duh. Ayah sakit gendong kek," protes Alwi.

"Ini anak masih aja protes, yaudah sini." Ananda membopong tubuh Alwi untuk ia letakkan di atas sofa.

"Bunda mana?" tanya Alwi.

"Ada di dapur, sebentar ya Ayah kesana dulu buat pijatin kaki kamu," ucap Ananda di balas anggukan kecil oleh Alwi.

"Huff, astagfirullah untung aja enggak jatuh." dirinya masih bergumam, kala mengingat kejadian tadi sangat mengerikan menurut dirinya.

"Alwi kamu kenapa?" Inne datang bersama Ananda dengan minyak urut ditanganya.

"Bunda, hiks tadi ... tadi Kak Ridho." ucapan nya terhenti ketika Ridho tengah berjalan menuju tempat dirinya duduk.

"Ridho Kenapa?" tanya Inne duduk di sebelah Alwi.

"Argh, Alwi takut!" 

Tbc_

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin