27🌻

645 151 22
                                    


*******

Pukul 03 dini hari, Alwi masih duduk dengan kepala bersender di samping lemari baju miliknya. Semalaman ia tidur di bawah lantai. Tubuhnya sedikit terasa pegal. Namun, rasa sakit nya berangsur sedikit menghilang.

"Bangun." seseorang menggoyangkan tubuhnya pelan. Membuat sang pemilik badan tersadar.

Seorang wanita paruh baya tengah berjongkok dengan ukiran senyum tipis nya, Alwi hanya menatap nya sekilas lalu hendak berdiri dengan keadaan seadaanya.

"Sini, Bunda bantu." Inne memegang kedua bahu Alwi untuk membantunya berdiri.

"Mau cuci muka atau langsung ke bawah?" tanya Inne masih dengan memegang kedua bahu putranya.

Alwi tidak menjawab, ia melenggang pergi begitu saja meninggalkan Inne. (mampos suruh siapa semalam enggak bantuin anak nya 😂)

"Huff, Bunda sayang kamu Nak." setelah selesai membangunkan putranya kini ia beranjak turun untuk memulai sahur kedua. Di lihatnya Ananda juga Ridho yang sudah berada di bawah.

"Alwi mana?" tanya Ridho.

"Ada, dia lagi cuci muka. Kalian makan duluan saja," ucap Inne lalu duduk di dekat Ananda.

Selang beberapa menit kemudian, Alwi turun dengan wajah yang sedikit pucat. Serta tubuhnya terlihat tidak seperti biasanya. Alwi duduk di sebelah Ridho dengan tatapan kosong. Biasanya pagi-pagi sudah ribut. Tapi tidak dengan sekarang, hening sekali. Hanya terdengar suara garpu dan sendok saja.

"Bund, Tante Selvi bilang besok ke sini." Ridho memulai pembicaraan, karena menurutnya terasa sepi sekali.

"Wah, benarkah? Tau dari mana?" tanya Inne dengan mengunyah nasi pada mulutnya.

"Udah lama di kabarin sih, hanya saja Ridho lupa buat ngasih tau sama kalian. Hehe," cengir nya dengan menampakan deretan gigi putihnya.

Alwi hanya menyimak mendengar kan tuturan kata dari Ibu juga Kakaknya. Sedangkan Ayah nya sibuk dengan makanan di hadapannya. Alwi yang merasa di diamkan saja, kini beranjak bangun dan mendorong kursi nya kasar.

"Alwi udah kenyang!"

Semua saling bertatapan satu sama lain, aneh sekali ketika dirinya tidak ada terus saja di tanyakan. Ketika dirinya sudah berada di hadapan mereka. Mereka hanya diam, seakan dirinya itu hanya sebatas angin lewat.

Skip
(Skip ae lah yah 😂)

Alwi tengah santai dengan hanphone di Tangannya. Seperti tengah berkomunikasi dengan orang dekat nya, sampai-sampai ia tercengir sendiri di hadapan benda pipih tersebut.

"Benarkah, besok Kakak ke sini? Wah Alwi senang sekali. Mau nginep juga 'kan?"

Di lihatnya ia tengah mengobrol, entah dengan siapa. Yang intinya dengan orang yang sudah lama ia kenal. Hari ini ia serasa tidak mempunyai seorang teman. Dari yang biasanya sering di ajak ngobrol oleh Ridho, di ajak keluarga jalan-jalan ke luar. Tetapi hari ini ia hanya diam di kamar seharian. Sampai pada akhirnya pintu kamar terdengar terbuka, ia memutuskan panggilan lalu melirik ke arah pintu.

Krettt.

"Pagi Al." Inne memasuki kamar Alwi dengan senyuman lebar nya.

"Hm." Alwi mengambil posisi tidur dengan menarik selimut miliknya.

"Mau tidur? Ini baru jam 8 pagi sayang, enggak baik sama kesehatan," ujar Inne mengelus halus pucuk kepala putranya.

Alwi tidak memperdulikan ucapan dari Inne. Ia masih saja membaringkan tubuhnya. Sampai pada akhirnya Inne menarik tangan Alwi yang terasa dingin dan berkeringat. Ya memang penderita anemia seperti itu ya man teman, bukan hanya kondisi yang tidak fit saja, namun pada dasarnya jika kondisi kita pun baik-baik saja. Tangan akan sering dingin dan berkeringat.

"Minggu ini Alwi udah kontrol?" tanya Inne mendudukan Alwi paksa.

"Enggak, Dokter Reza lagi keluar kota," jawab nya sedikit malas.

"Kalau begitu kapan Dokter Reza ke sini lagi hm? Nanti kita sama-sama antar kamu," ucap Inne tersenyum pada Alwi.

Mata Alwi mulai berkaca-kaca. Ia tidak ingin menangis di hadapan Inne. Namun entah lah sang air mata tidak bisa di ajak kompromi. Sampai pada akhirnya liqued bening itu meluncur membuat tangan nya menggusar cepat menepis air mata nya.

"Bunda enggak marah kan? Bunda masih sayang aku kan? Bunda enggak akan pernah tinggalin aku kan hah!"

Alwi terisak dalam pelukan hangat Inne. Inne membalasnya dengan pelukan yang erat, serta beberapa kali mengecup dahi putih putranya.

"Enggak sayang, Bunda enggak bisa terlalu lama marah sama kamu. Maafin Bunda yah semalam marah-marah sama kamu. Jangan marah yah." Inne mengecup beberapa kali pipi milik putranya. Ada rasa lega ketika Alwi mengetahui bahwa Inne sudah tidak lagi marah, namun di sisi lain ia juga khawatir jika dirinya terlalu merepotkan.

"Sssstt, udah jangan nangis. Entar puasanya makruh loh." Inne menghapus jejak air mata Alwi dengan tangan halus nya.

"Bosen enggak?" tanya Inne melepas pelukannya lalu menatap wajah Alwi.

Alwi tidak membalasnya, ia menutup sebagian wajah nya dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satu nya menggusar-gusar mencari secarik benda. Karena merasa tangan nya tidak bisa menggapai benda yang ia hendak cari. Ia menggeser tubuhnya lebih dekat lagi dengan laci miliknya.

Inne yang merasa heran, segera mendekati putranya lalu duduk di samping dirinya yang kini telah berhasil menggapai sebuah tisu. Hm? Iya tisu bahkan dalam laci nya banyak sekali stok tisu.

Alwi mengambil beberapa tisu lalu mengusapkan nya pada hidung serta tangannya. Inne yang merasa panik ingin memanggil semua orang, namun tangan nya di tarik pelan oleh Alwi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak perlu Bund, Alwi enggak papa. Udah biasa," ujar Alwi yang terlihat biasa saja.

Miris sekali, selama ini putranya sering seperti itu. Tidak ada yang tau, tidak ada pula yang membantu. Ia tahu, tidak mungkin dirinya tidak panik. Tentu saja panik hanya saja ia tidak ingin jika terlihat lemah di hadapan semua orang.

***

Udah ah, males di ganggu Mulu sama Adek ngetik nya jadi susah 😂😂

Jangan lupa klik ★

See you next time?


See you next time?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus 😂❤

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang