43🌻

626 129 23
                                    


•Selamat membaca•

Sangking emosinya sampai-sampai lepas kendali. Sehingga semua rahasia terbongkar hari ini. Alwi semakin tidak percaya. Buliran bening terus berlomba-lomba untuk keluar dari pelupuk matanya.

Tangan Ananda sudah hampir melayang pada Alwi. Alwi menutup matanya rapat menggenggam kedua kaki nya dengan tekukan yang gemetar.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Jangan tuan!"


Mpok Atik berlari memeluk tubuh Alwi yang sudah gemetar hebat. Alwi membalas pelukan nya dengan erat serta deraian air mata yang terus saja keluar.

"Huff, Agrh!!" Ananda mengacak-acak rambutnya lalu pergi berlalang pergi ke luar.

Brakk!

Ananda membuka pintu keras, membuat tubuh Alwi sedikit terdorong.

Alwi masih terisak hebat, perkataan Ananda masih terus terbayang bayang dalam pikirannya sekarang. Mpok Atik mengelus halus rambut Alwi dengan penuh kehangatan, layak nya seorang Ibu.

"Sudah Den, jangan terus menangis. Sudah yah perkataan tuan tadi tidak perlu Aden masukin ke hati," ucapnya masih dalam keadaan yang sama.

"Alwi siapa, Alwi darimana Mpok. Benar kah Alwi ini hanya anak yang di beri kehidupan?" tanya Alwi sesenggukan.

"Enggak Den, tuan tadi lagi marah makanannya omongan nya ngelantur."

"Mpok boleh anterin Alwi ke rumah Bunda, tidak perlu ada izin dari siapa pun. Alwi mohon." tangan nya di rapatkan dari sisi kanan dan kiri, Mpok Atik menggenggam nya erat lalu mengangguk.

"Yaudah Den, mari. Pakai dulu jaket nya." Mpok Atik membantu Alwi berdiri serta membantunya  memakai  kan  jaket. setelahnya mereka pergi menggunakan taxsi tanpa sepengetahuan dari Ananda.

Ananda mengacak-acak rambut nya frustasi, ia menatap langit yang terlihat mendung. Seperti nya langit juga ikut kecewa atas apa yang ia lakukan tadi.

"Maafkan Ayah Alwi!"

"Maaf."

"Agrh, aku harus segera menemui Alwi sekarang. Pasti Alwi sangat terluka dengan perkataan ku." Ananda menyeka air matanya lalu beranjak pergi.

Inne benar-benar bingung sekarang, apa yang harus ia lakukan. Inne berniat untuk menghubungi Ananda, tapi tidak untuk memberi tau Alwi tentang apa yang terjadi pada Ridho.

Ia merogoh saku celananya lalu memulai panggilan pada orang yang ia tuju.

Di sinilah berada, di tempat yang sedikit luas. Rasanya sejuk ketika Alwi menginjak-kan kaki di rerumputan rumahnya.

Ia mulai memanggil satu persatu orang yang hendak ia tuju.

"Tumben sepi?" gumam nya di ikuti Mpok Atik dari belakang.

"Bunda, Kak Ridho!" teriak Alwi.

Tok tok tok!

Alwi mengetuk pintu beberapa kali, pintunya terkunci pasti orang-orang di rumah tengah berada di luar.

"Gimana Den?" tanya Mpok Atik. Alwi hanya menggeleng lemah.

"Mungkin sebentar lagi mereka datang Den," ucap Mpok Atik terus menyemangati Alwi.

"Cari siapa?" teriak salah satu warga ketika melihat kedatangan Alwi dan Mpok Atik, keduanya pun segera pergi menemui si warga tersebut.

"Maaf Pak, apakah Bapak tau kemana penghuni rumah ini? Soal nya saya lihat rumah ini seperti tidak ada orang sama sekali," tanya Alwi.

"Itu, tadi Bu Inne pergi ke rumah sakit. Katanya sih anak nya kecelakaan."

Degg!

Jantung Alwi berpacu lebih kencang, jangan sampai warga itu menyebutkan nama Ridho. Mpok Atik memegang kedua bahu Alwi.

"Mak ... maksud Bapak Kak Ridho. Bunda nemuin Kak Ridho di ... di rumah sakit?" tanya Alwi terbata-bata.

"Rumah sakit mana kalau boleh tau Pak?" tanya Mpok Atik.

"Medika kalau enggak salah Bu," ujarnya.

"Iya, seperti nya begitu. Tadi saya dapat info dari warga yang menghantarkan korban, kalau begitu saya permisi. Mari..."

Alwi hanya mengangguk, pikiran nya semakin kacau kali ini. Mpok Atik terus menenangkan dan menyuruh untuk tetap tenang, mereka kini pergi menuju rumah sakit Medika.

***

Kaki Ananda mulai menginjak pintu rumah. Tiba-tiba saku nya terasa bergetar. Tentu saja itu panggilan dari Inne, dengan malas Ananda menggeser tombol merah menandakan ia menolak panggilan tersebut.

"Mas, ayo angkat!"

Dretttt.

Panggilan itu kembali terdengar oleh Ananda. Karena jengkel Ananda menggeser tombol hijau lalu mengeraskan suaranya.

"APALAGI? JANGAN GANGGU KEHIDUPAN KU LAGI INNE. ALWI SUDAH BAHAGIA DENGAN KU!"

"Mas, Rid ..."

"Cukup Inne! Jika tidak ada kepentingan lebih baik kau ..."

"RIDHO KECELAKAAN MASS!!"

Perkataan dari Inne berhasil membuat mulutnya kaku. Apalagi ini? Kenapa masalah terus datang, belum selesai ia bermasalah dengan Alwi kini masalah yang baru datang. 

"Rumah sakit Medika, Ridho ada di sini Mas, dan kau tidak perlu memberi tau Alwi soal ini."

Tut!

Setelahnya Inne mematikan telpon dan kembali menekuk wajahnya.

"Bunda!"

Panggilan lembut dan tentu saja Inne kenal dengan suara itu. Wajah nya segera mencari arah dimana sahutan yang memanggil namanya.

"Bunda.."

Inne kaget, kenapa Alwi tiba-tiba di sini. Padahal ia baru saja selesai menghubungi Ananda. Alwi memeluk tubuh Inne erat, Inne membalasnya dan menatapnya penuh kehangatan.

"Bun, Bunda lagi nunggu siapa di sini? Hm Kak Ridho ada ... di ... dia ada Bunda. Dia ada di rumah!"

Inne menggeleng sambil sesekali menghapus air matanya. Mpok Atik duduk di sebelah Inne ikut merasakan kesedihan atas keluarga mereka.

"Alwi, sayang dengar Nak. Kakak kamu baik-baik saja. Dia BAIK-BAIK SAJA! kau percaya kan?" tanya Inne semakin memeluk erat tubuh Alwi.

"Kakak sehat Bunda, Kakak enggak sakit. Kakak enggak ada sini enggak!!"

"ENGGAK KAKAK ENGGAK ADA DI SINI!!!"

"Enggak sayang, Lihat bunda lihat!! Percaya Kakak kamu akan baik-baik saja." Inne memegang kedua pipi Alwi lalu kembali memeluk nya erat.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
End

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tapi boong hayukkk><

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Where stories live. Discover now