23-Menjenguk Orang Sakit

Start from the beginning
                                    

Di sisi lain, Ali mengusap surai adiknya dengan penuh kasih sayang. Sampai-sampai teman-temannya yang lain menatapnya aneh. Tumben Ali begitu lembut pada Juna. Ali yang merasa ditatap lantas menatap balik mereka dengan alis terangkat. "Kenapa liatin gue begitu?" tanyanya santai.

Yang lain terkesiap dan sontak berpura-pura biasa saja dengan memalingkan wajahnya ke segala arah.

"Yuk, ah duduk!" pungkas Raja seraya menunjuk sofa panjang di salah satu sudut ruangan.

Mereka segera beranjak menuju tempat yang ditunjuk dan membongkar barang bawaan yang tadinya akan diberikan pada Juna sebagai buah tangan menjenguk. Memang dasar, bocah-bocah tak tahu malu.

"Sorry ya, Jun. Kita makan ni buahnya, abisnya lo malah tidur," ucap Marco seraya mengambil potongan buah semangka yang dibelinya di supermarket sebelum datang kemari. Disusul oleh yang lainnya. Mereka juga mengambil buah-buahan itu dengan enteng tanpa dosa. Kecuali Ali yang masih setia di samping Juna.

"Gue pengen pisang," gumam Aji meminta pada Marco.

Saat hampir saja buah itu menyentuh lidah mereka, sebuah suara sontak membuat mereka semua gelagapan dan kikuk setengah hidup.

"Kata siapa gue tidur?"

Ali terlonjak kaget bukan main saat Juna berucap dengan suara datar, disusul dengan terbukanya mata yang sedari tadi mereka pikir sedang berkelana di alam mimpi.

"Lo udah bangun?" Pertanyaan bodoh yang diucapkan Ali menguap begitu saja di udara. Juna tak menyahutinya.

Juna bangkit dan duduk tegak bersila di atas ranjang pesakitan. Menatap satu persatu anak-anak tak tahu malu itu dengan wajah datar. Ia menghela napas panjang sebelum berucap.

"Balikin buah-buahan gue!" desisnya dengan tatapan mengintimidasi.

Lantas keempat bocah tak tahu malu itu beringsut menyerahkan berbungkus-bungkus buah berbagai jenis kepada seorang Arjuna Omar Biantara. Seolah tengah mempersembahkan sesajen kepada sang Raja. Raja agung maksudnya, bukan Raja, si Raja.

"Simpen di meja!" titahnya dengan menunjuk nakas di samping brankar dengan dagunya. Tangannya bersidekap dada.

Tak ada yang berani bersuara. Mereka semua melakukan apa yang Juna perintahkan. Takut sekaligus malu karena tertangkap basah hendak memakan buah yg seharusnya diberikan pada Juna.

"Ji? Lo baru nyadar kalo gue ganteng, hah?!" pekik Juna tiba-tiba.

Aji nyengir tanpa berucap apapun.

Juna menampilkan raut so' berwibawa. Sebelah alisnya terangkat, lalu menatap Chandra yang berdiri kikuk di ujung brankarnya. Entah bodoh atau bagaimana, tapi Chandra merasa gugup ditatap seperti itu.

Tangan kanan Juna terangkat lalu bergerak seakan memerintahkan Chandra untuk mendekat. Bocah hiper itu berusaha menelan salivanya susah payah untuk kemudian mendekat perlahan dengan tangan saling meremat dan kepala menunduk dalam. Persis seperti bocah sd yang habis dimarahi ibunya karena main tak ganti baju seragam dulu.

Yang lain bergeming dan hanya menonton perilaku aneh Juna.

Tiba-tiba Chandra merasakan belakang kepalanya diusap-usap. Lantas ia mendongak dan mendapati seorang Arjuna yang tengah tersenyum manis kepadanya. Chandra akhirnya bisa menghela napas lega.

"Kesian banget sih, sohib gue! Sakit ya? Uhmmm kesian..." ejek Juna masih dengan gerakan yang sama.

Chandra memasang wajah terharu yang begitu dramatis. Ia beringsut memeluk manja Junanya. "Heem.. atit banget... kayaknya benjol, deh," kata Chandra yang terdengar sangat menjijikan.

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now