Lantas Ali menoleh pada Jean. Lelaki seperempat abad itu mengendikkan bahunya tak peduli. Lalu Ali kembali pada adiknya.

"Gue serius! Ini kenapa lo sampe masuk sini?" tanyanya posesif.

"Gue jatoh, terus kaki gue keseleo dikit. Bang Jean maksa buat ke sini. Katanya takut ada benturan dalam. Tapi beneran, gue gak pa-pa," jawab Juna tak sepenuhnya berbohong. Ia terjatuh dari tangga saat hendak pulang setelah berlatih.

Ali mengernyit untuk kemudian melirik pergelangan kaki Juna yang terlihat memerah. Lalu ia menoleh pada Jean dengan tatapan meminta penjelasan. Jean mengangkat kedua alisnya dengan senyum yang menandakan bahwa perkataan Juna itu benar.

"Separah apa sih? Sampe harus ke rumah sakit?" kata Ali seraya menggoyangkan kaki Juna.

Sontak anak itu memekik kesakitan sembari memukul pundak Ali tak santai. "A-sakit! anjirr!"

Ali mendengus. "Beneran cuma keseleo aja?" tanyanya tak yakin.

"Bener Aliendraaaa! Ih! Lo kayak Mas Iyam aja kalo lagi cerewet!"

Baru saja Ali hendak menjitak kembarannya, jika saja dokter tak datang untuk memeriksa.

"Udah ada kamar yang kosong, lebih baik segera mengurus administrasi agar bisa segera dipindahkan." Dokter ber-tag yang tertulis nama Algi itu berucap dengan senyum ramah.

"Saya pulang aja, Dok. Gak usah dirawat inap." Juna membuka suara.

Sontak membuat yang lainnya menatapnya dengan tatapan tak setuju.

"Lebih baik kamu dirawat, biar bisa diperiksa lebih lanjut. Soalnya saya lihat kondisi kamu---"

"Saya mau pulang aja, Dok. Makasih." Juna tersenyum saat menyela ucapan Dokter muda itu untuk kemudian beringsut turun dari ranjang.

"Lo jangan ngeyel deh, Jun! kata dokter juga mending dirawat aja!" seru Ali sembari menahan Juna.

"Gue gak pa-pa. Dirawat di rumah aja," pungkas Juna dengan tatapan memelas.

Lantas Ali hanya bisa mendengkus jengah dan mengikuti keinginan adiknya itu.

"Tapi kalo ada apa-apa, awas lo! Jangan rewel ke gue!"

Juna hanya tersenyum untuk menimpali ucapan Kakak kembarnya.

🕊🕊🕊

Sore ini, keluarga Biantara berkumpul di ruang tv. Entah kebetulan atau bagaimana, tapi semuanya sedang ada di rumah kecuali si sulung. Kali ini Juna tak belajar, ia ingin mengistirahatkan otaknya sejenak. Toh, ulangan pentingnya juga sudah terlaksana. Dan beruntung, Papanya tak keberatan.

Sebelumnya Juna sudah diinterogasi oleh Papa Mamanya perihal insiden yang membuatnya masuk ke rumah sakit. Seperti biasa, Juna bisa meyakinkan mereka bahwa dirinya baik-baik saja.

Juna duduk dengan memeluk Via di pangkuannya. Sedangkan Ali di sebelahnya. Mereka duduk di karpet bulu dengan bersandar pada kaki Mama Papanya yang duduk di sofa belakangnya. Sebuah film keluarga menjadi tontonan mereka sejak setengah jam yang lalu.

Juna menyuapi potongan buah semangka pada Via. Sesekali ia memakannya juga. Benar-benar seperti keluarga yang sangat harmonis. Sore itu berjalan begitu hangat.

"Assalamu'alaikum."

Salam seseorang yang baru saja tiba membuat semuanya menoleh bersamaan. Di tangan orang itu dipenuhi berbagai barang dan juga jangan lupa ransel besar yang memeluk punggungnya. Matanya berbinar walau ada gurat kelelahan disana.

"Mas Iyam!" Via berlari pada sosok itu dan segela memeluknya.

Hara berdiri dan menghampiri anak sulungnya dengan senyum teduh yang Liam rindukan. Anak bermata sipit itu menyalami sang Mama dengan hormat.

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now