35. House of Falcons

598 66 1
                                    

⚠️ WARNING : suggestive content ⚠️

(Sicily, Italy)

"Kita mau dibawa ke mana?" tanya sang puan, melirik pacarnya yang terlihat biasa-biasa saja dengan keadaan.

"Salah satu member Bangtan yang jarang kumpul selain Suga hyung,"

"Oh, oke."

Gerbang sebuah rumah yang sering disebut-sebut sebagai rumah model old money terbuka dengan lebar, menyambut kedatangan mobil yang pelan-pelan memasuki area tempat tinggal. Rumah yang terlihat cukup tua, namun masih megah dan majestik. Rose melihat sekelilingnya, didominasi dengan bentuk burung elang. Gerbang yang mereka lewati pun dilengkapi dengan sebuah patung burung elang berukuran sedang dan tertera nama rumah tersebut.

House of Falcons.

"Ayo," kata Jimin, mengambil tangan Rose dan mengenggamnya. Mereka masuk ke dalam rumah dengan pelayan yang membimbing mereka untuk sampai ke tujuan alias kantor dari teman yang disebut-sebut sebagai member Bangtan itu.

"Sebelah sini, tuan, nona," sang pelayan mengarahkan dengan sopan sambil membuka pintu.

"Terima kasih." Rose melemparkan senyuman kepada pelayan tadi sebelum akhirnya ia masuk dan pelayan tersebut menutup pintu kantor.

"Ciao, Jimin," sambut sang pemilik rumah, berdiri dari kursi kantornya.

"Namjoon hyung!" balas Jimin, langsung menginisiasi pelukan bagi mereka berdua.

"Dan kau pasti Rose,"

"Ya, itu aku. Senang bertemu denganmu." Rose berjabat tangan dengan Namjoon. Lelaki itu perawakannya tegas dan cerdas. Ia jauh lebih tinggi dari Jimin dan tatapannya cukup tajam, seperti elang.

"Selamat datang di House of Falcons. Aku yakin perjalanan ke Italia tentu memakan waktu. Kemari, duduklah. Aku harus banyak mengobrol denganmu, Jimin. Terutama untuk mengejar ketertinggalanku dengan kalian semua," kata Namjoon, mengajak keduanya duduk di sofa dekat meja kerjanya.

"Kau sibuk sekali, sampai-sampai susah untuk merencanakan reuni akbar dengan pesonil lengkap seperti dulu."

"Yah, begitulah. Siapa lagi yang mau mengurus pekerjaan yang ada di sini kalau bukan aku?"

Namjoon menuangkan wiski ke gelas tamu-tamunya. Tidak ada pembicaraan yang akan lengkap jika tidak disertai dengan sebuah minuman, bukan?

"Jadi, apa kau serindu itu denganku sehingga susah-susah mendatangiku ke Italia?" tanya Namjoon, menyesap sedikit wiski pada gelasnya. Rose bisa melihat seberapa ramah dan sopannya tuan rumah House of Falcons itu. Aura 'orang baik' akan semakin terpancar darinya saat tersenyum, terutama saat lesung pipi di sisi senyumnya terbentuk.

"Tentu saja aku rindu sekali denganmu, hyung. Tetapi ada masalah yang jauh lebih krusial sekarang." Jimin menghela napas sebelum akhirnya menjelaskan sebab mereka jauh-jauh terbang ke Sicily. "Kami sedang mencari seseorang, dia ada di Italia. Dia bersembunyi dari kami dan hanya kau yang bisa menolong kami menangkapnya. Pastinya karena kau tau seluk beluk negara ini,"

"Siapa sih yang kau cari? Deskripsikan bagaimana dia,"

"Dia seorang wanita. Sudah tua tetapi tidak sepuh. Masih cukup lincah untuk berpindah tempat dengan cepat. Rambutnya cokelat dengan dua tahi lalat di leher. Gayanya simpel dan elegan." Rose mulai mendeskripsikan Carmine.

Namjoon menyimak dengan antusias penjelasan dari Rose seputar wanita yang sedang menjadi "buronan" mereka itu. Pria di depan Jimin dan Rose ini selalu menjadi observan dibanding anggota Bangtan yang lainnya. Manik gelapnya akan mengamati sekitar, dan aura seorang pemimpin terpancar jelas dari dirinya. Seorang penerus takhta House of Falcons harus bisa menebarkan kualitasnya tanpa usaha.

"Kalau soal seluk beluk persembunyian, aku tahu siapa orangnya. Ayo ikut aku, kita akan hampiri tempatnya tinggal sekarang."

<...>

(Jeon's mansion, Miami)

"Oh, ayolah Lisa! Jangan berlaku bodoh jika sudah menyangkut sesuatu yang akan memengaruhi banyak pihak!" seru Jennie, berusaha menahan Lisa dari melakukan tindakan yang gegabah seperti menyusul Rose dan Jimin ke Italia.

"Kau tidak mengerti apapun tentang ini, eonnie! Carmine Manoban sedang menghilang dari pandangan dan harta paling berharga milik keluarga Manoban ada pada genggamannya! Aku akan mencarinya sendiri karena ini semua memakan waktu yang begitu lama!" pekik Lisa. Matanya bersengit-sengit, memandang Jennie yang kini sedang di ambang pasrah.

Belum sempat Lisa melangkah keluar dari ruangan, pintu sudah dikunci oleh Jungkook yang baru masuk. Dari raut wajahnya, wanita bermarga Manoban itu yakin Jungkook sudah tau apa yang akan Lisa lakukan jika keluar dari ruangan itu.

"Jangan gegabah, babe."

"Don't 'babe' me in a situation like this! Kau tahu sendiri seberapa gentingnya keadaan ini untukku dan ayahku!"

"Aku SANGAT mengerti, tetapi bagaimana dengan Bianca? Lalu Rose dan Jimin yang pergi ke Italia untuk MENGEJAR ibumu? Apa kau tidak pikirkan perasaan mereka? USAHA mereka?"

"Bianca tidak ingin ditemukan dalam waktu dekat dan aku yakin dia akan mencari cara untuk meraih kita jika memang dia rasa dia ingin ditemukan. Rose dan Jimin juga sedang melakukan apa yang mereka kehendaki, untuk apa memusingkan hal itu?"

"Kau tidak akan kemana-mana."

"Siapa kau memerintahku?"

"Aku dan Jennie noona melakukan ini untuk kebaikanmu sendiri, Lisa. Kau sedang tidak dalam kondisi mental dan emosi yang stabil untuk menghadapi ibumu."

"Jungkook benar, Lisa. Jika kau menghadapinya dengan emosi yang meledak-ledak, itu akan membuat semuanya menjadi semakin berantakan." Jennie melangkah di hadapan Lisa dengan tangan kanannya di pinggang.

Lisa menghela napas. Letih juga jika harus beradu dengan dua orang sekaligus, terutama keduanya akan memastikan Lisa tidak keluar dan melakukan hal yang gegabah.

"Aku akan telepon nona Cha untuk menemanimu dan memberimu pencerahan, aku yakin dia akan bisa membuatmu lebih paham apa maksudku dan Jungkook." Wanita yang lebih tua beberapa tahun dari Lisa itu menelepon Ae-Young, sebagai bala bantuan menahan Lisa di ruangan ini.

"Halo? Jennie?"

"Nona Cha, kami butuh bantuanmu di sini-"

Jennie terus berbicara sambil keluar dari ruangan. Lisa masih memasang raut wajah sebalnya. Semua berjalan dengan sangat lambat. Ia tidak sabar ingin mengkonfrontasi ibunya dan merebut kembali hak milik ia dan ayahnya.

Tangan besar melingkar di pinggang Lisa. Sebuah kepala bertengger di bahunya. Menikmati kehangatan dari dada Jungkook yang bersentuhan dengan punggungnya, wanita penerus keluarga Manoban itu menutup mata. Untuk tenang sejenak. Untuk berpikir.

"Patience, honey. Semua akan ada waktunya untuk kau pada akhirnya merebut hakmu sebagai seorang penerus sah keluarga Manoban. Ayahmu juga pasti tidak menyukai tindakan terburu-buru, bukan?" bisik Jungkook, tepat di telinga Lisa.

Degup di dalam dada Lisa tidak bisa dipungkiri sedang berdetak dengan sangat cepat. Napas lelaki di belakangnya yang hangat menggelitik telinga hingga lehernya yang sensitif terhadap sentuhan. Pria itu tahu benar apa yang sedang ia lakukan. Lisa bisa cepat gila jika dihadapi dengan situasi seperti ini terus.

"Shall we proceed for the starters, darling?"

"... Sure."

Señor - Lizkook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang