15-Sesulit Itu Mendapat Restu

Mulai dari awal
                                    

"Bukannya itu si Ali? Jun! si Ali, Jun!" Cakra memekik sambil memukul-mukul lengan Juna dan satu tangan yang lain menunjuk siswa yang tengah menjadi bahan pertontonan.

"Eh iya, itu sama siapa?" Aji pun menyadari.

"Itu bukannya si Yuda? Lah, ada masalah apa mereka?" tanya Chandra.

Juna mengepal erat kedua tangannya. Ia tahu, Yuda pasti sedang memancingnya dengan perantara saudara kembarnya. Lantas ia menerobos kerumunan yang menghalangi jalannya menuju dua orang itu.

"Jun!" pekik ketiga sahabatnya. Mereka hendak menahan anak itu, tapi saat melihat sorot tajam Juna yang siap menerkam, mereka jadi urung.

Juna berdiri di samping kedua orang yang tengah berkelahi.

"Stop!" pekiknya.

Sontak membuat pergerakan Yuda yang hampir memukul wajah sang kembaran terhenti. Ia melepas cengkraman tangannya pada kerah Ali dengan kasar. Membuat si anak jenius itu terhempas ke lantai. Lalu Yuda mendekat pada Juna, sampai posisi mereka hampir bersentuhan. Yuda mendekatkan wajahnya pada telinga Juna.

"Lo gak boleh ikut kejuaraan itu. Atau gue bikin kembaran lo lebih bonyok lagi," ancam Yuda berbisik dengan penuh penekanan.

Juna terbelalak untuk kemudian menoleh pada Ali yang tengah dibantu berdiri oleh beberapa siswa. Terlihat bahwa Kakaknya itu sudah babak belur dan berantakan. Emosi Juna semakin memuncak. Ditambah dengan ancaman murahan yang Yuda ucapkan, membuat jiwa bringas Juna tak bisa lagi menahan diri untuk tak menghajar anak itu.

Bugh!

Sebuah pukulan keras mendarat tepat pada rahang Yuda. Sontak orang-orang memekik saat melihat anak itu jatuh tersungkur dengan posisi yang tak elit. Namun tak ada yang berani melerai. Takut-takut malah mereka yang terkena tinjuan para atlet karate itu.

"Lawan gue kalo berani!" pekik Juna yang sudah dipuncak emosinya.

Wajah Juna sudah merah padam. Kilat matanya menyiratkan amarah tanpa ampun. Juna menarik kerah Yuda sampai pemuda itu sedikit terangkat. Ia menatap nyalang kedua manik pekat milik anak itu.

Namun Yuda tak membalas pukulan Juna, justru ia sengaja membiarkan Juna menghajar dirinya. Yuda menyeringai untuk kemudian bergumam, "Lo gak mungkin bisa ikutan lomba itu, lo gak mampu!"

Bugh!

Bugh!

Juna benar-benar kalap. Ia mengajar lawannya tanpa ampun. Bahkan saat ketiga sahabatnya menahannya, ia memberontak dan hendak melayangkan pukulan pada wajah Yuda. Namun gerakannya terhenti di udara kala seorang guru berteriak.

"APA-APAAN INI?!" Pak Hilman—guru olah raga—baru saja tiba dan berhasil menghentikan kebringasan seorang Arjuna.

Yuda menatap menang pada Juna. Seolah berkata, "Tamat lo, Arjuna!"

Semua murid mulai membubarkan diri saat ketiga anak yang terlibat perkelahian diseret menuju ruang BK.

🕊🕊🕊

"Jangan mentang-mentang kamu jago karate, kamu bisa ngehajar orang kayak gitu, Juna!"

Kini Juna dan Ali sedang diceramahi oleh Tyo. Pria itu duduk di sofa ruang tamu dengan tangan yang mengurut pangkal hidungnya. Saat tengah menghadiri rapat penting, ia dibuat sibuk oleh panggilan dari sekolah kedua anaknya. Terlebih saat mengetahui bahwa anak-anaknya terlibat perkelahian yang mengakibatkan orang lain cidera.

"Tapi dia yang mulai duluan, Pa." Juna berusaha membela dirinya.

Terdengar dengkusan napas kasar dari Tyo. Ia menatap kedua anaknya bergantian. Juna tak terluka sedikitpun, sedangkan Ali terlihat beberapa memar di wajahnya.

Untuk Arjuna[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang