Wina semakin gugup, sebenarnya gadis itu tidak begitu pandai berbohong bahkan dia jarang melakukannya, sekarang saja tangannya sudah berkeringat. “Soalnya—soalnya takut Ditha jadi gak enak. Dia kan orangnya sungkanan, Ma.”
Ibu Wina menatap anak gadisnya dengan curiga, meskipun begitu karena Wina tak pernah melakukan hal yang aneh-aneh selama ini, dia memutuskan untuk mempercayai anak gadisnya. Lagipula, dia kenal Ditha, jadi dia tahu bahwa mereka akan baik-baik saja. “Ya udah, besok sampein belasungkawa Mama ya. Nanti ajak dia main ke rumah.”
Wina buru-buru mengangguk, merasa lega luar biasa.
Mama Wina menatap putrinya yang mengangguk semangat dengan geli, “balik ke kamar kamu, jangan ganggu Sidney. Ini udah malam, tidur!”
“Ya, Ma!”
Setelah mendengar jawaban Wina, ibunya pun pergi tanpa menutup pintu kamar Sidney, menandakan Wina harus segera kembali ke kamarnya.
“Kakak bohong!” Dibelakangnya, Sidney mendengus.
Wina berdiri dan menatap Sidney, “pokoknya kamu jangan bilang-bilang, Mama!” Ujarnya mengancam.
“Aku gak akan bilang-bilang, tapi aku gak akan bohong kalau Mama nanya.”
Wina memutar matanya, “pokoknya jangan sampai Mama curiga.” Dengan kalimat itu, gadis itupun keluar dari kamar Sidney. Besok dia harus berangkat pagi, jadi dia harus siap-siap malam ini.
***
Wina akhirnya sampai di stasiun Tawang Semarang, dengan ransel di punggung, pada akhirnya gadis itu menyadari sebuah kesalahan besar. Dia tidak tahu dimana tepatnya Axel berada!
Mengutuk sifat impulsifnya, Wina akhirnya duduk di salah satu bangku, menatap stasiun besar itu dengan bingung. Orang-orang disekitarnya tampak sibuk berlalu lalang, sendirian di tempat yang tidak dia kenal ini, tiba-tiba membuatnya takut. Gadis itu memeluk ranselnya dengan waspada.
Niatnya memberi kejutan, berpikir mungkin dengan kedatangannya Axel bisa merasa lebih baik. Dia bahkan mengumpulkan banyak keberanian untuk pergi ke kota yang jauh, memesan tiket kereta yang tidak pernah dia lakukan, bahkan ini adalah pertama kalinya Wina menaiki kereta antar provinsi. Pada akhirnya, bagaimana ini bisa disebut kejutan, mungkin lebih tepat dia yang terkejut setelah berpikir dengan logika.
Menghela napas, Wina mengambil ponselnya dan baru sadar kalau tadi dia menonaktifkan benda itu karena takut kehabisan daya soalnya dia tidak bawa charger. Baru saja ponsel Wina menyala, sebuah nada dering langsung mengagetkannya. Nama Axel tertera pada layar, dan seketika itu juga rasa lega membanjiri gadis berambut panjang itu.
Buru-buru digesernya tombol jawab, bibirnya membentuk senyum. “Halo?” Tak ada suara, hening di seberang telepon. Wina memperhatikan layar, tapi panggilan masih tersambung. Berpikir mungkin karena di sekitar Wina begitu berisik dengan orang-orang yang saling berbicara ataupun karena pengumuman di stasiun yang begitu keras jadi dia tak bisa mendengar jawaban Axel, Wina memutuskan untuk memangilnya. “Xiel? Kamu bisa dengar aku?”
“Kamu di mana?” Suara itu terdengar tenang, jelas.
Wina menghela napasnya, “aku—“
---pengumuman kereta---
“Kamu di Tawang?” Ada ketidak percayaan yang tersembunyi di suara Axel.
Wina menggigit bibir dan mengangguk walau tahu Axel tidak bisa melihatnya. “Iya, baru sampai.”
Helaan napas samar dari Axel yang bahkan nyaris tidak bisa didengar Wina dengan jelas, lagipula di sisi Wina berisik. “Jangan kemana-mana, aku kesana sekarang.”
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 23
Start from the beginning
