Part 12

207K 6.3K 64
                                    

PART 12

"Kita mau ke mana?" tanya Dina heran dengan bibir sedikit cemberut saat berada di dalam mobil Steven yang melaju membelah jalan raya. Satu jam menjelang jam pulang kantor, ia dipaksa mengikuti sang atasan, yang meski sering menyulut rasa kesalnya, tapi juga diam-diam membuat dadanya berdebar tak menentu.

Steven hanya melirik sekilas, tapi sama sekali tidak berusaha menjawab, membuat Dina semakin sebal.

"Pak...?"

Kali ini Steven melirik dengan tatapan tajam, hanya sekilas, tapi mampu menembus jantung Dina.

"Berhenti memanggilku dengan embel-embel seperti itu, Dina. Kau lupa kalau kau adalah calon istriku? Aku akan menciummu jika kau memanggilku seperti itu lagi."

Dina menghela napas kesal. Emosinya porak-poranda, energinya terkuras habis dan ia lelah terus-menerus mengonfrontasi Steven. Kapan pria ini akan mengerti kalau ia tidak mau bertunangan dengannya?

Mereka memang seharusnya tidak bertunangan. Mereka tidak saling mencintai, kan? Meski Dina akui, diam-diam, tanpa alasan yang jelas, hampir setiap saat ia memikirkan Steven. Namun untuk bertunangan, setidaknya ada benang cinta yang mengikat mereka. Dina yakin, wanita mana pun dengan mudah jatuh cinta pada Steven—tak terkecuali, mungkin juga dirinya. Namun akankah Steven jatuh cinta padanya?

Kenyataan ia akan bertunangan dengan pria yang baru dikenalnya dan tidak mengetahui pasti perasaan pria itu terhadapnya dan alasan menjadikan ia tunangannya, sangatlah menganggu Dina.

Mobil Steven berhenti di depan sebuah toko perhiasan terkenal di Batam.

Steven keluar dari mobil, membuka pintu untuk Dina.

"Untuk apa kita ke sini?" tanya Dina heran sambil melangkah keluar dari mobil dengan enggan.

Steven tidak menjawab. Dina cemberut.

Steven menggandeng Dina memasuki toko. Dina mencoba menarik tangannya, tapi Steven mencengkeram kuat, tidak mau melepaskan.

Mereka disambut oleh seorang wanita cantik yang Dina perkirakan berumur tiga puluhan.

"Hai, Kak," sapa Steven tanpa melepas pegangan tangannya pada Dina.

"Steve..." Wanita itu tersenyum lebar dan menyapa Steven dengan nama kecilnya.

"Kenalkan, Kak. Ini Dina, calon istriku."

Dina dapat melihat mata wanita itu melebar, tampak terkejut sekaligus gembira.

"Dina, dia Vika, kakakku."

Steven melepas pegangan tangannya, wanita bernama Vika itu meraih Dina ke pelukannya dan mengecup kedua pipinya dengan ceria. Dina hanya terpaku. Tak tahu harus merespons bagaimana.

"Sekian lama sendiri, tiba-tiba datang mengajak kekasih," kata Vika, tersenyum menatap Steven.

Steven membalas senyum kakaknya dengan senyum tipis. "Aku ingin memesan cincin untuk pertunangan sekaligus pernikahan kami, Kak."

Dina seperti tersetrum aliran listrik ribuan volt. Ia memandang Steven dengan mata menyala, ingin protes, tapi urung karena ada Vika di sana. Bagaimanapun ia tidak mungkin menjatuhkan harga diri Steven di depan kakaknya.

Dina tidak menyangka secepat ini Steven bertindak. Ia pikir ia masih punya kesempatan untuk mundur dengan terus mengonfrontasi Steven dan mengatakan kalau ia tidak ingin bertunangan dengan pria itu. Namun sekarang, ia tidak bisa melangkah ke mana pun.

Vika tampak kegirangan dengan berita itu.

Dina putus asa, tidak bisa protes saat Steven mengajaknya mengukur lingkar jari untuk memesan cincin mereka, langsung dari Paris.

***

bersambung...

jangan lupa tinggalkan jejak ya guys, vote(bintang) dan komen yang cetar. thank you.

Love,

Evathink

(IG : Evathink)

Menjadi Kekasih Bos [tamat-part lengkap]Where stories live. Discover now