4. Not Your Ordinary One Night Stand

73.6K 7.6K 257
                                    

Aku sudah bersiap untuk kembali ke ruanganku ketika town hall selesai, tapi Lola menahanku. Dengan terpaksa aku bertahan di town hall itu bersama karyawan lain yang beramah-ramah kepada Ruly.

Kadang hidup memang sebuah lelucon. Sekalipun aku tidak menginginkannya, hidup selalu punya cara untuk menertawakanku.

Kali ini, lelucon itu muncul dalam sosok bernama Ruly.

Aku yakin kalau pria yang tidur bersamaku di akhir pekan lalu hanyalah orang asing. Hanya sekali itu saja aku akan bertemu dengannya. Namun, takdir malah melemparkannya langsung ke hadapanku.

"How do I look?" Lola menyisir rambutnya dengan jari, berusaha untuk merapikannya, padahal itu sama sekali tidak perlu. Rambutnya yang ditata ikal itu masih berada di tempatnya dan dalam keadaan sempurna.

"You look great," jawabku asal.

"Eh, mau ke mana?" Lola mencekal lenganku, sehingga niat untuk kabur kembali batal.

"Gue masih ada kerjaan."

"Gue juga, dan semua yang ada di sini juga," tukas Lola.

Saat melihat Lola terkesiap, aku tahu kalau mimpi burukku akan segera datang.

"He's coming," bisik Lola.

Aku memejamkan mata dan menarik napas untuk menenangkan diri. Sekarang saat yang tepat untuk melatih pernapasan seperti di kelas yoga yang rutin kuikuti.

"Nah, ini Lola dan Tyra. Kalau Lola harusnya kamu sudah kenal."

Suara Bang Tobing menyapa pendengaranku.

"Apa kabar, Rul? Enggak nyangka kamu bakal balik ke sini," ujar Lola.

"Enggak ada yang bisa membantah titahnya Hamzah."

Suara berat itu menyapu pendengaranku, membuatku kembali terlempar ke momen di club Sabtu lalu.

Kesalahan pertamaku adalah membiarkannya menciumku. Sementara kesalahan terbesarku adalah membalas ciumannya.

Namun, awal dari malapetaka itu adalah ketika aku mengiyakan saat dia mengajakku pergi. Dalam keadaan sadar seperti ini, kejadian itu bisa terlihat dengan jelas.

"Ini Tyra, one of the promising talent that we had, sekaligus senior attorney terbaik yang berhasil kita scouting tahun lalu."

Setelah satu tarikan napas, aku pun membalikkan tubuh dan siap menghadapi mimpi burukku.

"Tyra, senang bisa bertemu kamu," ujarku dan mengulurkan tangan.

"Ruly. It's nice to meet you, Tyra."

Aku memberanikan diri untuk menatap Ruly, sekadar ingin mengetahui reaksinya. Namun, dia hanya tersenyum sopan. Tidak ada tanda-tanda dia mengenalku.

Tanggapannya membuatku bertanya-tanya. Mungkin, dia tidak mengenalku. Seingatku, malam itu dia jauh lebih mabuk dibanding aku. Lagipula, aku sudah pergi sebelum dia bangun sehingga dia tidak pernah melihatku dalam keadaan sadar.

Mungkin, hidup tidak sebercanda itu denganku.

"Tyra, setelah ini kamu ke ruangan saya, ya," ujar Bang Tobing.

Oke, ini baru mimpi buruk yang sebenarnya.

"Iya, Bang."

Bang Tobing membawa Ruly menjauh, sehingga aku bisa menarik napas lega.

**

"Hal terakhir yang saya inginkan adalah kehilangan klien sekelas Hendrawan." Bang Tobing memulai omelannya. "Ikuti saja apa kata Abimana."

Partner with BenefitWhere stories live. Discover now