8. An Invitation

65.9K 6.5K 184
                                    

"Tyra."

Langkahku terhenti saat mendengar seseorang meneriakkan namaku. Aku menajamkan pendengaran, berusaha mencari si pemilik suara di balik dentuman musik yang menggelegar.

Tidak jauh di depanku, Bona melambaikan tangannya. Dia sedang sibuk meracik minuman, tapi masih sempat memanggilku. Alih-alih kembali ke meja yang kutempati bersama teman-teman, aku menghampiri Bona.

He's my saviour. Setidaknya aku terbebas dari Ruly.

"Kok lo di sini?" tanyaku sambil mendudukkan tubuh di kursi yang baru saja ditinggalkan pemiliknya. Sementara itu, di depanku Bona sibuk mencampur beberapa minuman sekaligus.

"Lagi kekurangan orang." Bona terkekeh.

"Jangan bilang club ini juga punya lo?"

Bona mengacungkan telunjuknya, sebelum dia membawa dua gelas minuman ke pasangan yang duduk tidak jauh dari tempatku. Tidak lama, Bona kembali menghampiriku.

"I used to work here, jadi sudah kenal sama pemiliknya yang dulu mantan bos gue. Lo bareng adik gue?"

Aku menggeleng. "Bareng anak kantor."

"Jadi, mau minum apa?"

"Lo punya apa?" Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya.

Bona hanya tertawa. Setelah memberikan isyarat agar aku menunggu, dia pun berlalu dari depanku. Dari tempatku, aku bisa melihatnya meneliti botol-botol minuman yang ada di depannya, sebelum memutuskan untuk membawa dua botol yang tidak kuketahui jenisnya.

Malam ini, rambutnya yang panjang sebahu diikat setengah. Penampilannya yang terlihat berantakan itu justru memberikan kesan seksi. Ditambah dengan facial hair yang membuat wajahnya tampak rough dan semakin berbahaya. Namun, senyumnya terlihat manis, dan kesan gahar di wajahnya tetap tidak bisa menyembunyikan senyum manis itu.

He's a hot catch. Belum sampai lima menit aku berada di sini, sudah tidak terhitung berapa banyak perempuan yang flirting kepadanya.

"For you."

Aku menatap minuman berwarna bening di depanku dengan mata menyipit. "Ini apa?"

"My specialty."

Jawabannya tidak terdengar jelas, tapi aku memutuskan untuk percaya kepadanya. Bona terus mengawasiku selama aku meneguk minuman itu.

Rasa vodka mengaliri kerongkonganku, tapi juga ada rasa asam yang menyentak. Minuman itu terasa segar. Surprisingly, I like it.

"It's good. Rasa asamnya bikin segar."

Di depanku, Bona tersenyum semringah.

"Ini namanya apa?"

"Belum ada nama. Gue baru dapat takaran yang pas siang tadi," jawabnya.

Mataku membola mendengar jawaban itu. "Berarti gue termasuk yang pertama mencicipi ini?"

Bola tertawa sambil mengangguk kecil.

"What an honor. Apa ada lagi?"

"Sebenarnya ada, tapi belum 100%."

Dari cara Bona menatapku dengan ekspresi iseng di wajahnya, aku tahu jawaban itu hanya alasan belaka.

"Belum 100% atau itu cuma akal-akalan doang?"

Bona tertawa. Dia mencondongkan tubuhnya di atas meja bar yang memisahkanku dengannya, sehingga jarakku dengannya jadi sangat dekat.

"Maybe tomorrow."

Partner with BenefitWhere stories live. Discover now