2. The Next Morning

97.9K 6.6K 79
                                    

Kepalaku seperti dihimpit batu dengan berat berton-ton. Kelopak mataku sepertinya tengah digelayuti beban saking beratnya dibuka. Namun, sinar matahari yang memaksaku sehingga mau tidak mau harus terbangun.

Minum alkohol memang menyenangkan, tapi akibat yang ditimbulkannya sangat menyebalkan. I hate hangover.

Dengan terpaksa aku bangun dan membuka mata, berusaha menyesuaikan penglihatanku. Mengapa seterang ini? Meskipun aku lupa menutup gorden, biasanya tidak pernah seterang ini setiap pagi.

Saat penglihatanku mulai kembali, aku seperti mengalami amnesia. Where am I right now?

Ini bukan kamar Agnes yang kutempati selama ini. Ini juga bukan apartemenku.

Perlahan, kesadaran mulai menghantamku. Hal terakhir yang kuingat hanyalah berciuman dengan pria asing di dance floor.

Kekhawatiran merambati hatiku. Meskipun hangover masih membuatku sakit kepala, tapi otakku mulai aware dengan situasi saat ini.

Sambil menahan napas, aku menyelipkan tangan ke balik selimut dan langsung menyentuh kulit telanjangku.

"Shit," semburku.

Perlahan, aku menoleh ke samping. Otakku masih saja denial kalau saat ini aku berada di tempat yang sangat asing, bersama orang asing.

"Fuck!" umpatku saat mataku menatap tubuh telanjang seorang pria yang masih tertidur di sampingku.

Dia pria asing semalam.

Aku menjambak rambut tanpa suara. Kenapa aku bisa teledor seperti ini?

Sekali lagi, aku menoleh ke sisi kanan, masih ada sedikit penyangkalan di benakku kalau ini hanya khayalanku saja.

But, he's here, lying naked in bed next to me!

Perlahan, aku mengalurkan telunjuk dan menyentuhnya, hanya untuk meyakinkanku kalau dia nyata.

Sial, ini bukan mimpi.

Rasa panik menguasaiku. Apa yang harus kulakukan sekarang?

Tetap di sini dan pura-pura tertidur sampai dia bangun, lalu bersikap biasa saja. Lagipula, dia tidak mengenalku. Ini hanya pertemuan sekali saja, jadi ini bukan masalah besar. Kalau dilihat-lihat, dia cukup menarik.

Oke, dia sangat menarik. Aku hanya bisa menelan ludah saat melihat kejantanannya yang mulai membengkak sebagai akibat dari his morning wood.

But then, what? Pasti akan terasa awkward saat kami sama-sama sadar. Ini pengalaman pertama bagiku, dan aku belum sempat meminta saran Agnes untuk situasi seperti ini. Lagipula, aku tidak punya pengalaman apa-apa selain hubunganku dengan David.

Pilihan kedua, aku bisa pergi diam-diam sebelum dia bangun. Walaupun risikonya aku harus luntang lantung di koridor menunggu seseorang yang bisa membantuku keluar dari apartemen ini. Yup, ini pasti di apartemen karena dari jendela yang terpampang lebar di hadapanku, aku yakin saat ini berada di ketinggian.

Dan juga, dia tidak mengenalku. Tidak akan ada drama apa pun setelah ini.

Setelah satu tarikan napas, aku perlahan menginjakkan kaki di lantai. Mataku memindai seisi kamar, mencari keberadaan pakaianku. Pakaian dalamku ada di lantai, sementara dress yang kupakai tersembunyi di bawah sofa. Aku harus merogoh ke bawah sofa untuk mengambil dress itu.

Seperti maling, aku mengendap-endap keluar dari kamar itu. Jika keadaannya tidak seperti ini, aku pasti akan mengagumi keindahan apartemen itu. Namun, tidak ada waktu untuk sightseeing.

Partner with BenefitWhere stories live. Discover now