15. Bali Disaster

58.7K 6.1K 568
                                    

Aku tersentak saat lantunan musik yang mengalun lewat headset tiba-tiba berhenti. Dengan kewaspadaan tinggi, aku menatap ke segala arah, mencari sosok yang menggangguku.

Tepat di depanku, Ruly menyengir dengan ekspresi menyebalkan.

Sejak malam itu, aku kembali beruntung tidak pernah bertemu dengan Ruly. Sepertinya dengan kesibukannya yang menggunung membuatku bisa terhindar dari tingkahnya yang menyebalkan itu. Namun, aku tidak bisa selamanya menghindari karena kini malah bertemu lagi dengannya.

Bukan di kantor, melainkan di bandara.

"Ke Bali juga?" tanya Ruly. Dengan santai dia mendudukkan tubuhnya di deretan kursi yang ada di depanku. Ruly menjulurkan kakinya sehingga menendang kakiku, sepertinya sengaja ingin membuatku kesal di pagi ini.

Sangat kekanak-kanakan.

"Juga?" Aku balas bertanya.

Dengan santai, Ruly menunjuk ke sekeliling boarding room. "Ini gate buat penerbangan ke Bali."

Aku mengangguk seadanya.

"Gue juga ke Bali," serunya santai.

Aku sudah akan memasang kembali headset dan melanjutkan momen bermenung pagi itu, tapi ucapan Ruly selanjutnya membuatku mengurungkan niat.

"Gue mau ketemu Bu Tresna. Mau ikut?"

Sesungguhnya itu tawaran yang sangat menarik. Kasus Bu Tresna sudah mencuri perhatianku semenjak membaca dokumen yang diberikan Ruly. Aku bahkan begadang untuk mempelajari kasus itu. Hampir saja aku mengangguk di depan Ruly, tapi langsung tersadar akan tujuanku ke Bali. Aku ke sana untuk bertemu Bona. Dia sudah berjanji akan menyediakan waktu untukku selama tiga hari di sana.

"Lihat nanti, deh, kalau sempat," elakku. "Lo udah baca email gue?"

Ruly mengangguk. Matanya tampak berbinar, seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan favorit yang sudah lama diidam-idamkannya.

"Gue enggak kepikiran sampai ke sana. Makanya gue ke Bali hari ini, biar bisa mengorek informasi langsung dari Bu Tresna. Kebetulan anaknya juga ada di rumah, jadi bisa dapat info tambahan. Lo nginap di daerah mana?"

"Canggu."

"Gue di Uluwatu. Kasih tahu aja kalau ada waktu, gue bisa jemput."

Aku sudah akan membuka mulut, bersamaan dengan pemberitahuan untuk segera boarding. Aku meraih tas dan menarik koper, diikuti oleh Ruly yang berjalan di belakangku.

"Oke. Kasih tahu update-nya. I'm rooting for them. It's their house, sudah turun temurun mereka tinggal di sana. Lalu, tiba-tiba saja tanah dan rumah itu dijual oleh suaminya tanpa sepengetahuan mereka. It's not fair," ujarku berapi-api.

Kasus Bu Tresna terasa sangat menamparku. Dia berusaha mempertahankan rumah dan tanah yang dimilikinya bertahun-tahun karena suaminya dengan seenak hati menjualnya ke pihak pengembang yang ingin membuat resort di sana. Walaupun terbukti perjanjian itu tidak sah karena si suami memalsukan tanda tangan Bu Tresna, pihak pengembang meminta uang yang sudah dibayarkan untuk dikembalikan. Masalahnya, uang itu dibawa kabur oleh suaminya yang sekarang entah di mana.

"Sudah ada titik terang soal suaminya?" tanyaku lagi.

"Info terakhir dari polisi, dia sudah di Surabaya. Sekarang kita sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian Surabaya. Semoga dia tertangkap sebelum kabur lebih jauh lagi." Ruly menjawab lugas.

Bu Tresna tidak pernah menyangka akan menjadi korban kejahatan suaminya sendiri. Sosok yang selama ini dicintai dan dipercayainya, malah berubah menjadi orang yang melemparnya ke dalam penderitaan.

Partner with BenefitWhere stories live. Discover now