17. Another Night

73.8K 6.2K 267
                                    

"Obat kekecewaan lo karena enggak ikut Ilman." Ruly menyodorkan sebotol bir kepadaku.

Aku menerimanya sambil tertawa. "Sekalian aja lo bawa yang banyak."

Dengan dagu, Ruly menunjuk ke dekat pintu dan aku mendapati berbotol-botol bir di sana. Refleks, tawaku tersembur.

"Obat kecewa karena lo juga menolak Ilman," ledekku.

Saat makan malam tadi, Ilman mengajakku untuk ikut ke Seminyak. Dia butuh hiburan jadi memutuskan untuk clubbing. Meski menggiurkan, aku terlalu lelah untuk menerima ajakan itu. Apalagi, Ilman berencana ke club milik Bona sehingga alasanku untuk stay di villa semakin kuat.

"Gue udah off dari dunia malam," ujar Ruly. Dia bersandar ke pagar kayu dan menghadap ke arahku.

Sontak, aku menyemburkan minuman yang sedang kuteguk. Ruly yang berada di hadapanku tidak bisa menghindar dari semburan itu, membuat bajunya basah oleh bir.

"Excuse me? Lo ketemu gue di club ya, Rul."

Ruly mendelik kesal karena tindakanku barusan. Dengan cuek dia membuka bajunya dan mengelap sisa bir yang menempel di tangannya dengan bagian baju yang kering. Dia menyampirkan kaus itu di pagar dan dengan santainya bertelanjang dada di depanku.

Sementara itu, aku malah merasa jengah. Aku pun sengaja mengalihkan perhatian karena dorongan untuk meliriknya terasa semakin kuat.

"Mungkin lo lupa, tapi gue ke sana buat jagain adik gue."

Aku memutar bola mata. "Mantan stripper kayak lo? Enggak percaya," ledekku.

Ruly meneguk minumannya sampai habis dan meletakkan botol kosong itu di lantai. Dia mengambil dua botol bir yang masih penuh, dan menyerahkan salah satunya kepadaku karena botol minumanku sudah mau habis.

"Kenapa? Lo masih penasaran?"

"Penasaran apanya?" Aku balik bertanya.

Ruly terkekeh. "Lo pengin ngelihat aksi gue, sampai memohon-mohon segala."

Aku menatapnya dengan ekspresi geli. "No way."

"Oh yeah. Cuma buat lo, gue reminiscing old memory sewaktu masih jadi stripper."

"Maksudnya, lo beneran..."

Dengan cuek, Ruly menganggukkan kepalanya sambil menenggak isi botol itu. Kali ini aku memutar otak keras-keras untuk mengingat kembali kejadian malam itu. Hanya samar yang kuingat dan sejujurnya, itu membuatku cukup frustrasi. Aku ingin tahu seberapa memalukannya diriku malam itu.

Memohon Ruly agar menjadi stripper di depanku jelas sangat memalukan.

Namun, tawa Ruly membuatku tersadar kalau dia hanya mempermainkanku. Rasa panik itu hilang, berganti dengan kesal karena lagi-lagi berhasil terjebak dalam tingkah Ruly yang menyebalkan.

"Tapi kalau lo masih penasaran, gue bisa lakuin sekarang." Ruly mengambil ancang-ancang untuk membuka celananya.

"Lo mau gue siram lagi?"

Ruly terkekeh. Meskipun kesal, harus kuakui kalau aku cukup terhibur malam ini.

"Villa lo menyenangkan. Thanks udah ngizinin gue pakai kamar ini." Aku menunjuk kamar utama yang kutempati. Kamar itu berbatasan langsung dengan pantai, dan hanya ada satu kamar itu di lantai ini. Ruly dan yang lainnya menempati kamar di lantai dua sehingga aku merasa villa ini sangat private.

"Nyokap gue yang bikin, buat writing home dia."

Aku bangkit berdiri dan ikut bersandar di pagar sambil menatap pantai. "Nyokap lo pengacara juga?"

Partner with BenefitWhere stories live. Discover now