32. Jantung spesial

155 12 0
                                    

Ghea turun dan menemukan orangtuanya yang sedang sarapan.

Sebuah drama. Itu sudah tertanam di benaknya setelah perdebatan orangtuanya itu.

"Sarapan sayang," ucap Novita.

Ghea dengan santai memakai sepatunya dan tidak peduli.

"Sarapan!" Ucap Dian tegas karena Ghea hanya diam.

Ghea menghela nafasnya dan memilih duduk bersama mereka. Dia memakan sarapannya tanpa peduli dengan pandangan yang tertuju padanya.

"Kamu salah pergaulan yah? Kenapa tiba-tiba murung?" tanya Dian.

Ghea tersenyum getir dan melanjutkan makannya.

Novita menatap tak suka Dian karena ucapannya

"Minum," ucapnya lembut sembari memberikan obat Ghea.

"Bisa gak, Ghea gak usah dikekang lagi?" tanya Ghea.

"Sejak kapan kamu dikekang? Kamu selalu bebas kemana saja!' Dian keheranan.

"Ghea gak suka diurusin kayak bayi! Ghea memang penyakitan, gak usah berlebihan! Kalian jadi sibuk sendiri, kan?" ucap Ghea sembari berdiri dan mengambil tasnya.

"Ghea!" Panggil Dian dan Ghea tidak mengindahkannya.

"Ghea!" Suara Dian melengking tinggi membuat Ghea menghentikan langkahnya.

Dian sudah tidak tahan lagi dengan sikap Ghea yang berubah drastis. Dia menghela nafasnya dengan sabar dan menghampiri Ghea.

"Kamu sakit?" tanyanya.

"Gak," jawab Ghea ketus dan langsung pergi.

***

"Ghea! Tugasmu tidak selesai lagi? Berdiri di luar!" Bu Lina membentak Ghea.

"Iya," jawab Ghea santai dan pergi keluar. Dia duduk di lantai dan menatap dari lantai dua kebawah.

Tidak lama setelah itu Nicho ikut duduk di samping Ghea.

"Tugas lo gak siap? Tumben," ujar Ghea.

"Jantung lo gak kumat kan? Gue khawatir nengok lo jadi pendiam dan murung gini." Nicho meluruskan kakinya dan meletakkan kedua tangannya ke samping.

"Gak," jawab Ghea santai.

"Terus? Ada masalah apa? Cerita aja."

"Gak, gue pengen keluar dari zona aman aja. Pengen nyoba hal ekstrim. Ada saran gak?" tanya Ghea.

"Jantung lo spesial. Lo gak boleh ngelakuin hal yang buat dia kelelahan," ucap Nicho.

Ghea tertawa.

"Siap anak bunda!"

"Bolos ke kantin yuk," ajak Nicho.

Ghea menoleh. Tangannya terulur menyentuh dahi dan leher Nicho.

"Lo gak sakit, lo gak nugas. Sekarang mau bolos? Gue pengaruh buruk buat lo," ujar Ghea.

"Iya, makanya tanggung jawab," balas Nicho.

"Lo mau apa?" tanya Ghea.

"Lo sembuh."

"Hah?" Ghea kehabisan kata-katanya.

***

"Kamu melakukan kesalahan lagi!" Yuna marah lagi pada Ghea.

"Ghea gak fokus Miss, maaf." Ghea kembali menuliskan not balok itu dan memainkan pianonya. Lagi dan lagi dia melakukan kesalahan.

"Ini karena kamu selalu saja bolos kelas! Bagaiman kamu bisa mengejar ketertinggalan mu, hah?"

Ghea menatap tak suka Yuna yang marah padanya. Tapi dia menerimanya karena dia sadar dia salah.

"Les disini mahal. Kamu pikir kamu bisa melakukan apapun dengan uang orang tua mu?! Jangan sia-siakan kesempatan mu!"

"Ghea tau!" Tidak tahan dengan itu, Ghea langsung berdiri dan mengambil tas sekolahnya.

"Ghea?"

"Ghea!"

"Miss akan melaporkan pada orangtuamu!"

"Bodo!" Ghea kesal dan tidak peduli.

Ghea yang baru keluar dan memasuki bus langsung menerima panggilan dari mommynya.

Mommy shark 🦈

'Kamu bolos lagi?'

'Angkat telponnya'

'Balas Ghea! Jangan dibaca doang!'

'Y'

'Mau lanjut les atau datang ke toko?'

'Mau hilang dari bumi'


Ghea langsung menonaktifkan ponselnya.

"Yavan!" Panggilnya dari bus.

Yavan yang mengemudi itu menoleh.
Ghea turun dari bus dan langsung naik ke motor Devan.

"Bolos?" tanya Devan.

"Ho'oh. Lo mau kemana? Gue ikut!"

"Markas," jawab Devan tertawa kecil.

Sampailah mereka di markas.

"Bocil!"

 "Anak-anak bunda!" Ghea membalas sapaan ramah mereka.

Ghea mengerutkan keningnya.

"Sam mana? Seminggu gak keliatan," ujarnya.

Mereka semua panik.

"Sibuk. Setiap orang punya kehidupan masing-masing," jawab Tide.

"Oh. Nanti kalo datang, bilang dicariin bunda, yah," kata Ghea.

"Iya cil!"

Ghea pun mengikuti Devan masuk.

"Bram. Gue laper," ucapnya sebelum Bram menyapanya.

"Jangan gue mulu dong!" Tolak Bram.

"Hmm..., Van?"

Devan dan Revan menoleh bersamaan.

"Hahaha! Gak jadi. Mmmm, El! Gue laper."

Gabriel menoleh.

"Baik nyonya. Apa yang nyonya inginkan akan hamba penuhi," ujarnya.

"Terserah," ucap Ghea sambil tertawa.

"Lo gue bakar, kalo nolak apa yang gue bawa nanti." Gabriel melengkangkan kakinya dan pergi.

"Tante nyariin. Lo jangan buat takut anjing!" Ucap Nathan yang baru datang sambil memeluk Ghea.

"Kenapa?" tanya yang lainnya.

"Ni bocil emang gak ngotak," jawab Nathan. Dia mengambil ponselnya dan menelpon Novita.

"Gheanya ini kok, tan. Nanti Nathan bawa pulang."

"Syukurlah. Tolong kasih telponnya sama Ghea."

"Apa?" tanya Ghea.

Suara helaan nafas lega terdengar dari sebelah.

"Mommy jangan mikir macem-macem deh! Tanpa gitu, Ghea juga bakal mati," ucapnya santai.

"Sayang, jangan buat mommy khawatir. Mommy bisa serangan jantung."

"Iya, maaf mom. Ghea cuma kesal aja."

Ghea berfikir tidak ada gunanya dia marah dengan kedua orangtuanya. Dia merasa bersalah karena dirinya lahir dengan sebuah penyakit. Namun mengingat perkataan daddynya, jika Ghea sembuh maka Ghea akan tinggal bersama salah satu dari mereka. Well, Ghea ingin selamanya sakit.

"Nih!" Ucap Ghea mengembalikan ponsel Nathan.

Selama Ghea mengobrol, Nathan sudah bercerita pada mereka.

Devan mengacak-acak rambut Ghea geram.

"Lo jangan buat gempar dong!" Ucapnya.

Your Best FriendDove le storie prendono vita. Scoprilo ora