22. Tersinggung

94 7 0
                                    

[Markas Ganghan Gank]

"Kalian harus datang, sih. Pentas seni yang akan di gelar tahun ini bakal meriah," ucap Nathan.

"Malas," tolak Revan santai.

"Sekolah kalian kan diundang juga!"

"Emang. Bagusan juga gue tidur nikmatin jam kosong," tambah Bram masih tidak tertarik.

"Ni bocil ikut tampil. Lo gak penasaran?" tanya Nathan.

Ghea yang asik mengganggu Bram main game menoleh.

Bram tertawa kecil.

"Bakat apa lo?" tanyanya.

"Ghea kan anak musik, tolol," ucap Devan yang baru datang.

"Iya juga. Gue datang deh!" Bram akhirnya setuju.

"Ga usa datang! Gue nebarin bunga doang!" Ghea masih rendah hati dengan kebolehannya.

Revan nampak berpikir.

"Ohhh ....., bocah tuyul yang ngarahin katana itu?" ucapnya mengingat siaran langsung Nathan dulu. Saat itu Ghea memang memakai masker wajah.

Nathan tertawa dan mengangguk mengiyakan.

"Wah! Nyanyi dikit dong," ucap Revan mendekat.

"Itu audio doang. Gue gak bisa nyanyi," tolak Ghea.

"Bodo! Itu biawak lo uda mati!" Ghea memukul kepala Bram karena dia tidak fokus memainkan gamenya.

Mereka menggeleng melihat interaksi itu. Bram hanya bisa meringis karena takut digigit, sementara Ghea merepetinya.

"Si Hans aja ikut," ucap Nathan masih bernegosiasi. Dia wakil ketua OSIS, jadi wajar mempromosikan kegiatan sekolahnya.

"Ngapain lo ikut?" tanya Bram sambil meringis dan kemudian memberikan ponselnya pada Ghea.

"Panitianya. Gue uda nolak, tapi gak bisa," jawabnya dingin.

"Kan kalah ..., uda lah! Gue kesel, pengen pulang!" Sontak Ghea marah dengan permainan di ponsel Bram itu.

"Jangan marah, cil!" Ujar Bram sambil mengambil kembali ponselnya sebelum Ghea melemparnya.

"Gue mau pulang!" Ucap Ghea. Sebenarnya dia mengancang-ancang  agar bisa pulang. Dia tidak mau membahas pentas itu, dia sangat grogi untuk penampilan dengan timnya lusa besok.

"Ntar deh! Ghea, gue mau nanya," ucap Gabriel.

"Apa?"

"Gue mau deketin gebetan gue! Ada saran gak?" tanya Gabriel.

Nathan tertawa terbahak-bahak.

"Lo gak salah nanya orang? Ni Loli mana tau! Goblok, iya!" Kekehnya.

Ghea tersinggung. Kapan Nathan menatap dirinya sebagai seorang wanita. Dia juga punya perasaan. Bahkan perasaan itu untuknya.

"Lah..., cewek ya cewek, Than!" Ucap Gabriel menggeleng.

"Gak papa, neng! Lo nomor satu setelah ibu gue, adek gue, dan gebetan gue!" Ujar Bram menimpali.

"Emm ..., gue gak jago soal percintaan. Tapi cewek suka diperhatiin mulai dari hal yang sederhana. Gue gak ada saran, tapi balas aja perasaannya," ucap Ghea pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Okey! Gue simpan saran lo," balas Gabriel mengangguk-angguk.

"Good! Gue mau balek! Mommy uda nyariin, mana gue bolos lagi," ujar Ghea.

"Than! Lo mau balek juga atau gue nyusahin semua orang disini?" tanya Ghea ketus.

"Susah in aja, gak papa," ucap Devan lembut.

Ghea tertawa.

"Masalahnya gue gak mood gara-gara biawak Bram yang kalah mulu! Besok deh gue ledakin markas ini," ucapnya.

"Kok nyalahin game gue? Lo aja yang gak jago!"

"Gue belum ngasah gigi! Jangan ngundang marah," kesal Ghea membuat mereka tertawa geli.

"Hati-hati yayang Ghea," uap Devan saat mereka sudah pergi.

Di perjalanan pulang Ghea terlihat sedikit murung. Mungkin perkataan Nathan masih membenak baginya.

"Than? Temanin gue besok ke museum, dong!"

"Ngapain?" tanya Nathan.

"Seniman favorit gue mau ngadain pameran," jawab Ghea.

"Hmm.., boleh. Tapi habis gue les dulu, jam empat baru boleh." Nathan setuju.

Ghea berpikir sejenak. Jam empat pameran itu akan dimulai dan tempat les Nathan cukup jauh dari sana.

"Kalo gitu gue nunggu di taman anggrek, yah," ucap Ghea.

"Oke!"

[Markas Verros Gang]

"Cewek incaran bos boleh juga," ucap Uel.

Alex yang sibuk membalas pesan para wanitanya menoleh ke Uel. Dia tidak tahu siapa yang dimaksud karena banyak yang sedang dia incar.

Noe menggeleng. Bosnya memang brengsek.

"Gue lupa namanya. Oh ..., yang kecil pendek kek toge," jelasnya.

"Si Ghea, anak kelas sebelah." Noe menimpali.

Alex bergeser.

"Kenapa?" tanyanya sambil menoleh ke ponsel Uel.

Dia melihat video itu. Video yang memampangkan kesibukan mereka di lapangan serba guna sekolahnya. Ghea dan teman-temannya sedang latihan.

Terlihat jelas Ghea selalu tertawa bersama yang lainnya karena melakukan banyak kesalahan pada koreografi tariannya.

Pak Gibran selalu marah dan Ghea selalu membantahnya.




Your Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang