26. Masih pura-pura

109 10 0
                                    

"Yayang Ghea!" Devan menghampiri Ghea dan yang lainnya.

Teman-teman Ghea menoleh dan melihat siswa-siswa tampan yang datang itu.

"Anak-anak bunda," ucap Ghea membalas sapa mereka.

"Lo keren banget." Mereka memuji penampilan Ghea.

"Gue emang keren." Ghea sombong walaupun sebenarnya dia sangat malu.

"Kalian juga," ucap Bram membuat teman-teman Ghea tersenyum bahagia. Bram memang ramah dan mampu membuat orang-orang nyaman dengannya.

"Foto bareng yok!" Ajak Bram.

"Ah, gak mau! Tampilan gue aneh," tolak Ghea.

"Gak, cantik kok." Devan menyanggah.

Hanya Nicho dan Hans yang biasa saja diantara mereka.

"Lo keren banget. Gue jadi rindu Layla, deh. Kita harus ngabadiin hari ini," ucap Devan.

"Tolong yah," ucap Devan memberikan ponselnya pada salah satu Vimeowgirl. Suaranya yang berat membuat mereka ingin berteriak kencang. Suara Devan benar-benar menggoda.

Setelah mengambil foto, Ghea tersenyum manis melihat hasilnya. Dia menggeser-geser ponsel Devan sembari menunggu double G yang sedang dikerumuni itu.

Nicho melemparkan jaketnya pada Ghea.

"Kalo malas ganti baju, setidaknya lo nutup bagus-bagus," ucapnya dingin.

Hans menoleh ke Nicho dan tersenyum miring.

 Nicho dan Hans menolak ajakan yang lain untuk foto bersama. Jadi disinilah mereka bertiga. Duduk santai sambil mendengarkan band hiburan dari lapangan serba guna.

"Keren banget," ucap Ghea sembari menatap foto-foto itu.

"Ghea! Boleh bicara bentar?" Winda menghampiri mereka.

"Kenapa?" tanyanya.

"Gak disini," balas Winda dan pergi.

"Gue kesana dulu, yah!" Ghea pamit pada kedua balok es itu. Mereka hanya berdehem singkat menanggapinya.

"Ada hubungan apa lo sama Alex?" tanya Winda tiba-tiba.

"Hah?"

"Gak usah pura-pura bego!" Winda mulai kesal.

"Gak ada! Lo pikir gue mau sama Alex? Lagian kok nanyain gue gitu? Tanya aja sama pacar lo itu," kesal Ghea.

"Halah! Lo banyak gaya! Semua lo embat! Dasar murahan!"

"Murahan?" Ghea terkekeh geli.

"Ya, benar-benar murahan!"

Ghea mengeratkan tangannya dan mengarahkan itu pada Winda.

Winda memejamkan matanya dan kembali membukanya saat Ghea tidak jadi memukulnya.

"Dasar pengecut! Mulut lo ngeluarin kata-kata gak guna, kayak lagi main boomerang aja!" Ucap Ghea dan meninggalkannya.

"Udah kendor banyak gaya lagi!" Ghea bergidik.

Beruntung Devan mengajarinya beberapa gerakan untuk bela diri. Sebenarnya dia takut melakukan hal tadi, tapi dikatakan murahan seperti itu terasa menyakitkan. Siapa yang akan diam saja jika dikatakan hal-hal buruk sementara dirinya tidak pernah melakukannya? Haruskah Ghea berteriak jika dia sudah menaruh hati pada seorang saja?

Alex menatap dari lantai tiga dengan kesal. Dia sudah menyelesaikan hubungannya dengan Winda. Meski tidak tahu apa yang mereka bahas, Alex bisa menebaknya.

"Bayi lo kenapa itu?" tanya Hans.
Mereka berdua memang mengawasi mereka dari jauh.

"Ga tau, gue kesal sama mata jelalatan yang liatin dia mulai dari tadi," balas Nicho.

"Sama! Cuman gak gue tunjukkin," ucap Nathan.

"Ini bocil harus dibungkus dan diamankan." Bram menimpali.

"Itu guna lo pada buat ngejagain. Dia cantik kok pake gituan, aura bocilnya ngilang. Selagi dia nyaman, why not?" timpal Gabriel.

 "Oi waketos! Ini uda bisa balek?" tanya Ghea ketus pada Nathan. Dia menghampiri mereka sembari mengancingkan jaket Nicho di tubuh kecilnya.

 "Kalian kan pengisi acara, ya gak boleh pulang duluan lah," jawab Nathan.

"Kegiatan gue uda siap. Gue mau pulang." Ucap Ghea berdecak kesal dan meninggalkan mereka menuju ruangannya.

"Tu bocil mulai kumat! Baru juga mau gue puji karna gemulai. Gue telen lagi deh," ujar Bram dan langsung duduk diantara Nicho dan Hans.

"Kita tungguin aja! Ponsel gue dibawa lari lagi," ucap Devan yang baru selesai diboyong orang.

"Uda dapet yang pas, bos?" tanya Bram dan Devan menggeleng santai.

"Semua cantik. Cuma gak ada yang bedain. Gue nyari yang spesial," jawabnya.

Sudah cukup lama menunggu, Ghea kembali dengan seragam sekolahnya.

"Girls! Gue duluan yah, ada urusan mendadak," ucap Ghea pamit.

"Ada yang mau anterin ke toko mommy?" tanya Ghea pada teman-teman cowoknya.

Semuanya langsung berdiri dan mengambil kunci motornya, kali ini kedua balok es itu juga ikut.

"Good! Hans! Anterin gue!" Ucap Ghea.
Dia sudah lelah berpura-pura, setidaknya Hans tidak akan mengajaknya bicara mengingat Nicho tahu keadaannya semalam.

Awalnya dia ingin menangis dirumah. Tapi dia urungkan karena jantungnya sudah terasa sakit karena pentas tadi. Dia bisa beristirahat dan akan ada yang mengurusnya jika pergi ke toko bunga mommynya.

Your Best FriendWhere stories live. Discover now