14. Ketakutan

106 11 0
                                    

Gea menuruni anak tangga dengan santai.

"Mom, dad. Ghea kedepan dulu yah,” uapnya.

Dian dan Novita mengangguk. Entah mengapa mereka tidak bertanya kemana seperti biasa, meskipun mereka sudah tahu jika Ghea hanya akan pergi ke rumah Nathan.

Salah! Ghea ingin jajan keluar. Jajanannya dibuang sang mommy karena Ghea selalu lupa makan. Tiba-tiba saja Ghea ingin memakan sesuatu yang pedas dan gurih dengan takaran garam yang tinggi. Dan sesuatu yang kriuk dan renyah juga.

Ghea merasakan dinginnya udara malam menusuk tulangnya saat dia sudah menutup pintu. Dirinya hanya memakai celana pendek yang tertutupi baju kaos polosnya yang besar. Jika tidak dengan piyama motif kucing, begitulah tampilannya di malam hari.

Semua benda yang disekitar Ghea memang bermotif kucing. Mulai dari piyama dan buku-bukunya, aksesoris, dan bahkan hampir semua barangnya diberi stiker kucing.
Bukan karena tanpa alasan sang mommy dan daddy membuatnya, mereka ingin sekali Ghea punya kehidupan yang banyak. Semoga saja Ghea bertahan dan mampu melawan penyakitnya.

Ghea hanya butuh berjalan lima ratus meter dan menyebrang.

Setelah jajan, dia duduk didepan mini market dan langsung memakannya sambil melihat kendaraan yang lalu lalang.

Dia sedang memikirkan sesuatu yang mengganjal di hatinya, yaitu orangtuanya yang tiba-tiba sering bertengkar akhir ini. Mereka selalu pura-pura berdamai ketika ada dirinya.

"Ini semua demi kebaikan, Ghea!" Ucap Novita.

"Dia anakku! Aku tahu apa yang paling dia butuhkan, kita!" Balas Dian.

"Dia anakku juga, Dian! Kenapa kamu selalu marah seperti itu?!"

"Tenangkan dirimu sendiri! Aku muak! Kepalaku rasanya ingin meledak!" Dian meninggalkan Novita sendirian.

Mereka mungkin mengira Ghea sudah tidur saat itu. Mereka tidak tahu kebiasaan begadang Ghea sudah semakin memburuk.

  "Jantung sialan," ucap Ghea sambil memukul-mukul dadanya.

"Persetan!" Umpatnya. Dia menyeka airmata yang tiba-tiba turun tanpa diundang itu.

Ghea tidak selera lagi. Dia membuang makanannya kemudian meminum seteguk sodanya dan langsung pergi.

Saat baru keluar dari jalan besar dan memasuki gang perumahan, dia diikuti dua orang pria.

Salah satu dari mereka langsung menarik tangan Ghea.

Ghea terkejut dan dengan refleks menampar wajahnya.

Pria itu marah dan menampar Ghea balik.

"Lepaskan! Tolong!"

Pria-pria mabuk itu menahan Ghea yang memberontak membela diri.

"Sebentar saja manis, hanya ingin mencicipi mu. Sedikit saja,”

“Tidak! Lepaskan aku! Tolong! Tolong siapapun, tolong!”

Dan mereka adalah pria mabuk yang bodoh. Mereka mencoba menjahati Ghea di tempat yang tidak sepi. Ya, meski di tempat sepi juga tidak boleh.

Motor Nathan dan Nicho langsung berhenti di sana.

Kedua pria itu dengan sigap menepis mereka. Nathan dan Nicho menghajar mereka dengan ganas.

Ghea ketakutan. Takut jika sesuatu terjadi pada dirinya, dan takut melihat aksi didepannya. Tubuhnya gemetar melihat apa yang terjadi di depannya.

Beberapa orang berkerumun dan langsung melaporkan kejadian itu.

Nathan menghentikan aksinya saat melihat Ghea yang menatap dirinya penuh ketakutan. Dia melepaskan pria itu dan menghampiri Ghea yang semakin ketakutan.

"Dasar bodoh! Kenapa lo keluar sendirian?!" Marah Nathan.

“Lo tau di luar bahaya, kan?!”

Nicho menoleh saat petugas keamanan sudah datang. Dia menghampiri Ghea yang ketakutan.

"Bego lo!" Ucap Nicho pada Nathan. Dia mendorong Nathan dan langsung memeluk Ghea.

Merasa aman, Ghea mulai menangis. Tangisannya semakin kencang. Dia sangat ketakutan. Tubuh mungil itu gemetaran.

Nafasnya sesak dan dadanya mulai berkecamuk. Dia menahan nyeri disekitar dadanya. Tidak bisa, rangisannya malah semakin kencang.

"Tenang, semua bakal baik-baik aja. Lo aman, Ghea. Lo aman," ucap Nicho mencoba meredakan tangis Ghea.

Tangis Ghea lama kelamaan semakin reda walaupun dia masih terisak.

"Maaf,” ucap Nathan kemudian berganti dan memeluk erat Ghea.

Dia benar-benar takut jika Loli-nya terluka.

Your Best FriendWhere stories live. Discover now