HEROIN

By ayurespati

1.9M 145K 59.9K

Arsen bertemu kembali dengan Mia, kekasih masa remajanya, setelah sepuluh tahun berpisah. Perpisahan yang tid... More

HEROIN - CANDU
1. The Cold Princess
2. Sepasang Masa Lalu
3. Jaminan Bahagia
4. Endorse Mantan
5. Yang Tertinggal
6. Menelan Kenangan
7. Luka Masa Lalu
8. Cincin Pengikat
9. Selalu Ada Jalan Pulang
10. Dinding 10 Tahun
11. If You Really Care
12. LURUH
13. Merajut Kenang dan Harap
14. Back to You
15. End The Day with You
16. The Kiss
17. Rasa Mendua
18. Tak Bersekat
19. Own You
20. DUA SISI
21. Mencinta
22. Bukan Ramayana
23. Enganged
24. Just Him
26. Badai
27. Bersama
28. HEROIN
29. Melawan Dunia
30. Best Friend's rule
31. LABELING
32. Terungkap
33. Deal with Problems
34. Asing
35. The Guardian
36. Guardian Angel (2)
37. It is Decided
38. Transisi
39. Not a Cinderella
40. Jauh
41. Ujung Tanduk
42. Mendarah
43. Where's Your Prince?
44. Pemeran Utama
45. Something Between Us
46. Benteng Hati
47. Harap
48. Terombang - Ambing
49. Comeback
50. We aren't we
51. Jodoh?
52. Mutual Feeling
53. What is Love?
54. LOVE YOURSELF (END)
SPIN OFF HEROIN
Extra Part Heroin x Antidote

25. Consequences

21.3K 2K 122
By ayurespati

Mia pergi menggunakan taksi. Dadanya sesak. Ia benci ada seseorang yang menganggap bahagianya adalah kesalahan.

Tidak ada yang tahu arti Arsen bagi dirinya. Bahkan di waktu keduanya sempat berpisah dulu, tidak ada yang bisa merangkulnya dalam bahagia seperti yang Arsen lakukan padanya.

Arsen remaja menerobos dinding zona nyamannya demi mengenal Mia. Meski akhirnya kalah dengan keadaan, Arsen remaja sempat mengorbankan apa yang dimilikinya untuk Mia. Mulai dari memanfaatkan nama papanya agar Mia bisa diterima kerja paruh waktu di restoran, berbohong dan cabut dari les demi menemani Mia bekerja untuk melunasi hutang-hutang ibunya, sampai babak belur dihajar preman karena membela dirinya, yang kemudian secara ajaib membuat preman itu berbalik menjadi anak buahnya dan melindungi Mia. Segala yang dilakukan Arsen, cara sosok itu mengartikan hidupnya... sudah dimulai sejak mereka pertama kali bertemu.

Pikiran Mia berkelana ke masa lalu. Masa di mana ia merasa terlahir kembali, benar-benar tahu hidup untuk siapa, dan mengapa ia harus kuat berjalan dan tetap hidup meski melewati titian tajam. Kala itu di ruangan putih dengan tirai biru. Mia mengerjapkan matanya. Semakin jelas pandangannya, semakin terasa pula pandangannya yang berputar dan kepalanya yang masih terasa berat.

Ia kembali memejamkan matanya lagi. Setelah beberapa menit, ia kembali membuka mata. Dimensi ruang yang tadi sempat bergoyang-goyang, kini mulai stabil. Gadis itu pun turun dari tempat tidur. Dilihatnya jam hampir menunjuk pukul tiga sore. Ia akan kembali ke kelas lalu pulang.

Mia berjalan menuju pintu keluar UKS sambil memegangi kepalanya. Ia hendak berpamitan dengan penjaga, tapi sedang tidak ada di tempat, mungkin ke toilet atau ruang guru? Entahlah. Mia hanya meneruskan langkahnya.

Di sana, sebuah kaki terangkat seperti palang di tengah-tengah pintu. Menghalangi siapapun yang lewat. Dilihatnya sosok laki-laki bersedekap, tampak mengamatinya dari ujung atas sampai bawah.

"Minggir! Atau kaki lo gue patahin," ucap Mia, yang seketika memancing tawa cowok itu.

"Lo jalan aja susah, mau matahin kaki gue?" Cowok itu menurunkan kakinya.

Mia mendengus, lalu tanpa berkata-kata lagi melewati cowok itu.

"Seenggaknya lo bilang makasih dulu. Gue yang bawa lo ke UKS pas pingsan tadi."

Mia berbalik menatap cowok yang diketahuinya bernama Arsen. Cowok beberapa hari belakangan mengganggunya. "Mau lo apa, sih?"

"Tuh kan. Bilang makasih aja mahal ya."

Mahal, murah. Mia tidak suka kata itu. Mia tidak suka apa yang dari dirinya diukur dengan harga.

"Kalo lo mau ke kelas buat ngambil tas, nggak usah. Tas lo udah ada di mobil gue. Mbak Tika nitipin lo ke gue. Lo masih keliyengan gitu, mana bisa pulang sendiri."

"Gue bisa pulang sendiri." Mia bersikukuh.

Arsen tersenyum penuh makna. "Ya terserah. Dompet lo di tas. Tas lo di mobil gue. Kalo lo maksa naik angkot, nggak ada ongkos 'kan lo?"

Mia ingat jelas semua itu. Bagaimana akhirnya ia berakhir di mobil Arsen.

"Gue pesen paket makan siang tadi. Takut macet dan lo belum sempet makan." Arsen memberikan sepaket bento dari resto cepat saji ternama, lalu cowok itu meralat sendiri kalimatnya. "Ya emang udah telat sih, lo makannya. Dari siang lo tidur di UKS."

Mia terdiam. Gadis itu hanya meremas kotak kemasan makan siang itu.

Arsen menghela napas. "Menunya nggak cocok? Kalo lo nggak makan, gue nggak jalan lho. Tar di tengah-tengah jalan lo pingsan karena kelaperan, gue juga yang repot."

Mia masih diam.

"Atau mau gue suapin?"

Kalimat itu berhasil membuat Mia bergerak membuka box makan siang itu, membuka bungkus sumpit, lalu menyuap sepotong ebi roll. Arsen tersenyum. Cowok itu pun menjalankan mobilnya.

Hari itu tentunya tidak sampai di situ. Arsen tidak membiarkan Mia berjalan sendirian di lorong gang-gang kecil setelah turun dari mobilnya yang diparkir di depan gapura kelurahan. Tanpa diharapkan atau diminta, Arsen sukarela... atau lebih tepatnya memaksa, untuk mengantarkan gadis itu sampai ke rumah.

Diam-diam, dalam hening perjalanannya dalam taksi, Mia teringat bagaimana Arsen menghadapi preman yang berniat menggodanya hari itu.

"Tau jaksa yang nanganin kasus penganaiayaan jurnalis kemarin? Yang nyaris nggak ada jejaknya tapi dia bisa nemuin pelakunya? Itu bokap gue. Penganiayaan, pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan. Itu pasal berlapis lho. Belum lagi yang jadi targetnya anak di bawah umur. Kalo ini gue aduin ke bokap, kalian bisa dituntut dua sampai lima tahun penjara. Belum lagi dipukulin sipir atau napi lain," ucap Arsen yang baru saja dipukul dua preman kampung.

Sebenarnya, Arsen juga ngawur. Ayahnya 'kan pengacara, bukan jaksa. Lagi pula yang hafal pasal juga ayahnya, bukan dia. Namun, lawan preman begini, asal ada duit dan gaya meyakinkan, pasti mereka segan.

Arsen mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, melemparnya ke depan dua pria yang tengah memasang tampang takut usai memukuli anak jaksa. "Kalo nggak mau diseret ke penjara, turuti omongan gue." Arsen menoleh ke arah Mia sekilas, lalu menatap kedua pria yang matanya berbinar melihat lembaran bernilai itu.

Arsen tertawa sambil menahan nyeri di bibirnya. "Mulai sekarang jagain cewek ini. Gue bakal kasih lebih kalo dia bilang kerja kalian bagus."

Tidak ada yang tahu apa yang berubah dari hidup Mia sejak hari itu. Tidak ada yang tahu harga yang bersedia dipertaruhkan Mia demi bersama sosok itu lagi. Tidak ada yang tahu.

****

Arsen menghampiri Moza yang tengah berjalan di terminal kedatangan domestik bandara Soetta. Sejenak, ia memperhatikan raut Moza. Perempuan itu terlihat lelah.

"Kamu harus banget PP Jakarta-Surabaya sehari ya, Moz?" tanya Arsen, tangannya bergerak untuk membawakan barang-barang Moza.

"Urusannya udah kelar. Ngapain lama-lama?" sahut Moza, lalu menguap.

"Ngantuk gitu, tadi pake nggak mau dijemput."

"Ada taksi di dunia ini, Arsen. Aku cuma nggak mau kamu repot."

Paling tidak, jika dijemput, Moza bisa langsung tidur dan tahu-tahu sampai rumah. Arsen juga tidak perlu khawatir, pikir laki-laki itu. Ia pun mendengus pelan, lalu bertanya lagi. "Udah makan?"

"Udah tadi di pesawat."

"Ya udah, nanti di mobil tidur aja." Arsen tidak banyak bicara lagi, lalu memberikan satu tangannya untuk digandeng Moza. Membiarkan sahabatnya yang kelelahan itu bersandar padanya selagi berjalan menuju tempat mobilnya diparkir.

****

Arsen sengaja tidak menyalakan lagu atau radio supaya Moza bisa tertidur. Namun baru beberapa menit berjalan, Moza justru menyalakan radio.

"Kamu nggak tidur, Moz?"

"Bosen. Dengerin ini nanti juga merem," jawab Moza. Tangannya bergerak memposisikan bantal di belakang lehernya agar nyaman.

I'm falling in love dari Melly Goeslaw mengalun merdu menemani perjalanan mereka. Lampu demi lampu jalan dilewati. Malam semakin larut.
Mata Moza sudah terpejam beberapa saat, sebelum akhirnya terbuka lagi karena terusik oleh sesuatu.

"Ini Mia, kan?" celetuk Moza ketika mendengar suara seorang wanita yang muncul di salah satu iklan radio. Iklan tersebut mempromosikan klinik kecantikan ternama di kalangan artis, dengan cabang hampir di semua kota-kota besar di Indonesia. Moza terenyak, menilai sesuatu. "Public speaking dia makin bagus. Nggak heran brand-brand besar pada ngontrak dia jadi BA."

Arsen mengangguk. Selama ini Mia juga sering berbagi cerita tentang pekerjaannya yang semakin hari semakin baik. Mendengar respon positif Moza, ia pun menambahkan. "Hari ini dia juga diundang premiere film genre nasionalis gitu. Bareng sama aktor yang juga jadi BA di Kelaskita."

"Jadi BA Kelaskita secara nggak langsung ngerubah image dia. Dari model yang identik sama hiburan malam, ke figur yang menginspirasi gini. Good. But high risk juga. Tuntutannya makin tinggi. Nggak cuma kompetensi dia, tapi personal life dia juga jadi tolak ukur, bahkan jadi panutan. Cacat dikit dan nggak sesuai harapan masyarakat, bisa jadi bumerang." Moza menatap Arsen.

"Bukan cuma ke dia. Tapi ke nama-nama besar yang dia bawa. Kamu tau apa maksud aku."

Domino effect. Itulah yang dimaksud Moza. Arsen hendak bicara lagi, tapi dilihatnya Moza sudah memejamkan mata. Ia pun mengurungkan niatnya dan membiarkan perempuan itu terlelap.

----------------------------------to be continued

Let's talk about consequences

Everything has consequence

Choose your cosequence.

Continue Reading

You'll Also Like

5M 271K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.3M 114K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
UNTITLED By 🍓

Short Story

152K 13.7K 169
Sebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi...
718K 9.4K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...