HEROIN

By ayurespati

1.9M 145K 59.9K

Arsen bertemu kembali dengan Mia, kekasih masa remajanya, setelah sepuluh tahun berpisah. Perpisahan yang tid... More

HEROIN - CANDU
1. The Cold Princess
2. Sepasang Masa Lalu
3. Jaminan Bahagia
4. Endorse Mantan
5. Yang Tertinggal
6. Menelan Kenangan
7. Luka Masa Lalu
8. Cincin Pengikat
9. Selalu Ada Jalan Pulang
10. Dinding 10 Tahun
11. If You Really Care
12. LURUH
13. Merajut Kenang dan Harap
14. Back to You
15. End The Day with You
16. The Kiss
18. Tak Bersekat
19. Own You
20. DUA SISI
21. Mencinta
22. Bukan Ramayana
23. Enganged
24. Just Him
25. Consequences
26. Badai
27. Bersama
28. HEROIN
29. Melawan Dunia
30. Best Friend's rule
31. LABELING
32. Terungkap
33. Deal with Problems
34. Asing
35. The Guardian
36. Guardian Angel (2)
37. It is Decided
38. Transisi
39. Not a Cinderella
40. Jauh
41. Ujung Tanduk
42. Mendarah
43. Where's Your Prince?
44. Pemeran Utama
45. Something Between Us
46. Benteng Hati
47. Harap
48. Terombang - Ambing
49. Comeback
50. We aren't we
51. Jodoh?
52. Mutual Feeling
53. What is Love?
54. LOVE YOURSELF (END)
SPIN OFF HEROIN
Extra Part Heroin x Antidote

17. Rasa Mendua

31.1K 2.3K 88
By ayurespati

*baca duluan HEROIN di karyakarsa : Buat tim ga sabar nunggu, aku udah upload Heroin di karyakarsa sampai BAB 45 ya, dan akan TAMAT minggu ini :)

******

Kertas-kertas ulangan menumpuk bersamaan dengan bel istirahat berbunyi. Waktu mengerjakan ulangan harian sudah habis. Satu-dua siswa berlari demi mengejar guru yang siap membawa lembar jawaban itu ke kantor.

Arsen yang berada di luar karena sudah mengumpulkan jawabannya beberapa menit lalu, kembali ke kelas. Ia mengambil ponselnya yang tadi dikumpulkan di kotak dekat meja guru, kemudian buru-buru keluar.

"Buru-buru amat, Sen. Udah laper banget, ya?" tanya Angga, teman sebangkunya, sembari meregangkan otot-ototnya setelah satu jam duduk tegang mengerjakan soal ulangan geografi.

"Moza. Katanya dia di UKS dari jam pertama tadi."

"Oh..."  Angga mengangguk-angguk. "Mau gue temenin?" tanyanya.

Arsen menggeleng. "Nggak usah. Kalian ke kantin aja."

Rupanya di belakangnya Angga berdiri Zaki dan Yusuf yang sudah bersiap untuk ke kantin. Tampang kelaparan tercetak di wajah mereka. Namun, Zaki masih sempat berceloteh.

"Ngaco lo, Ngga. Orang mau pacaran kok mau lo temenin."

Arsen cuma tersenyum mendengar ocehan teman-temannya yang selalu mengira ia dan Moza pacaran. Selama satu minggu pertamanya sejak bersekolah di sini, Arsen memang selalu ke kantin bareng geng-nya Angga. Sebagai teman sebangku, Angga merupakan orang pertama yang dikenal Arsen. Tentu saja Moza tidak masuk hitungan. Moza dan Arsen sudah saling mengenal bahkan saat keduanya baru bisa berjalan.

Mereka sempat bersekolah di SD yang sama, sebelum akhirnya Arsen menghabiskan masa SMP - juga satu tahun SMA- nya dengan menjalani home schooling karena suatu alasan.

Tanpa berlama-lama, Arsen berjalan menuju UKS. Ia sedikit khawatir. Moza yang dikenalnya adalah sosok cuek bebek yang sering meremehkan sakit. Pernah suatu waktu, saat dokter menyuruh Moza istirahat dan tidak masuk sekolah, gadis itu malah mengikuti seminar yang mengundang pembicara faforitnya. Intinya, kalau masalah sepele, Moza masih bisa tahan. Nggak mungkin ke UKS segala.

Arsen tiba di UKS. Di dalam, terdapat dua tempat tidur yang dipisah oleh tirai warna biru muda. Langkah Arsen terhenti mendapati fenomena yang dilihatnya. Di tempat tidur yang terletak di dekat pintu, duduk seorang cewek berseragam olahraga dengan celana bagian bawahnya yang digulung sampai atas lutut. Darah memenuhi kain kassa juga kapas yang kini telah disisihkan di dalam baskom. Sementara petugas medis sekolah melakukan perawatan terhadap lukanya.

Itu bukan luka kecil. Rasanya pasti sakit sekali, pikir Arsen. Melihatnya saja Arsen sudah ngeri. Namun, tidak dengan cewek itu. Ia justru diam tanpa menunjukkan tanda-tanda kesakitan. Jangankan berteriak atau mengaduh, meringis atau menggigit bibir untuk menahan sakit saja tidak. Alih-alih kesakitan, raut yang tercermin dari wajahnya adalah raut lelah. Raut itu... Arsen seperti familiar dengan raut dan reaksi serupa.

Beberapa tahun lalu. Ketika mendiang mamanya mengalami cidera akibat kecelakaan mobil. Esok harinya, mamanya tampil prima tanpa menampakkan kekurangan apapun. Padahal saat hasil ronsen keluar, terdapat pergeseran di bahu dan pergelangan kaki mamanya.

Mamanya jelas menahan sakit luar biasa. Arsen bahkan menangis saat mengetahui hal itu dulu. Bagaimana seorang manusia bisa hidup seperti itu? Apa yang telah dialaminya sampai rasa sakit seperti itu menjadi bukan apa-apa baginya?

Seseorang menepuk bahu Arsen. Membuatnya berjengit.

"Hey! Nyari siapaaaaa?" suara itu mengejutkan Arsen.

"Moza?" Arsen nyaris berteriak. Moza tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. "Lo sakit apa?" tanya Arsen khawatir. Dan bingung. Dan kaget.

Moza mengangkat bahu. "Sakit ngantuk," jawab Moza lalu menguap.

Arsen mengerutkan keningnya.

Gemas dengan reaksi Arsen, Moza menggamit lengan sahabatnya itu lalu menyandarkan kepalanya di sana.

"Iyaaaa... sakit ngantuk. Gue habis baca buku Ayah semalem. Sampe jam tiga."

"Jadi cuma ngantuk?"

Moza mengangguk kecil, matanya sengaja ia pejamkan. Baru sesaat kemudian, ia menggerakkan kepalanya untuk menoleh ke petugas yang sedang piket hari ini.

"Mbak Tika, makasih ya... udah kasih tempat!" serunya.

"Iya. Asal jangan sering-sering, ya..."

Mbak Tika memang terbaik! Ia selalu menerima kedatangan Moza, apalagi jika UKS sedang kosong. Ia juga jarang mempermasalahkan keluhan Moza. Ia tahu Moza sebenarnya gadis baik. Hanya saja ia terlalu istimewa untuk sekadar mengikuti pelajaran normal. Moza seringkali ke UKS untuk sekedar beristirahat atau membaca.

"Sudah. Jangan terlalu banyak gerak dulu." Mbak Tika menyelesaikan kegaitannya merawat luka siswi yang terluka tadi.

Gadis itu mengangguk.

Mbak Tika bangkit untuk menulis di buku catatan pengunjung. "Siapa nama kamu tadi?"

"Mia. XI IPS 2."

Arsen mengingat nama itu.

****

Di masa sekarang, tak ubahnya seperti bertahun-tahun lalu, Arsen tidak bisa tinggal diam jika sesuatu menimpa Moza.

Arsen beru saja terbangun dari tidurnya, ketika mendapat kabar bahwa Moza terkena anemia dan harus istirahat beberapa hari. Maka dalam keadaan masih berantakan, ia pun segera menghubungi Moza melalui video call.

"Hai, morning...," sapa Moza dari seberang.

Arsen hendak memberondong Moza dengan pertanyaan seputar kejadian kemarin..., bagaimana Moza bisa pingsan saat bekerja, bagaimana bisa sahabatnya itu lalai terhadap kesehatan hingga drop seperti itu. Namun, ia sadar bukan itu yang penting sekarang.

"How do you feel, Moz? Better?"

Moza tersenyum, gadis itu masih berada di ranjangnya. Matanya menyipit kala mendapati pemandangan tidak biasa di layar ponselnya. "Kamu tidur masih pake kemeja?"

Arsen mengusap lehernya, menyadari penampilannya.

"Kamu tidur di sofa ya?"

"Iya, um..."

"Sofa kantor? Kamu lembur sampe ketiduran?"

Arsen menelan ludah. Alih-alih dirinya yang menginterogasi Moza, yang terjadi justru sebaliknya. "Moz... calm down. Iya, aku tidur di sofa. Tapi bukan di kantor, bukan karena kerja. Aku nginep di... di tempat temen, makanya tidur di sofa."

"Oh." Moza bergumam.

Arsen menghela napas. Ia menatap apartemen Mia, kemudian kembali ke layar. Ia menelan ludah kasar. Tidak memberi tahu Moza yang sebenarnya, sama saja berbohong. Dan berbohong adalah kejahatan. Namun jika memberi tahu Moza, apakah tidak apa-apa dalam kondisi Moza yang seperti ini?

"Sen?"

"Kamu pingin makan apa? Biar aku bawain." Akhirnya, kalimat itulah yang terucap.

"Kamu mau ke sini?"

"Iya. Aku musti lihat kondisi kamu." Arsen menjeda kelimatnya sesaat, "sekalian ada yang mau aku omongin."

"Soal apa?"

"Nanti aja," balas Arsen. Ia tidak bisa menyampaikan soal dirinya dan Mia tanpa bertemu langsung.

"Oke, kalo gitu aku mau sushi," kata Moza. Yang langsung membuat Arsen melebarkan matanya.

"Pagi-pagi gini mana ada resto Jepang yang buka, Moz?"

Moza tertawa. "Kamu tanya aku pingin apa 'kan. Aku jawab. Nggak harus dibawain. Beliin bubur ayam pinggiran aja, pingin yang gurih-gurih. Makanan rumah kayak makanan rumah sakit, nggak ada rasanya."

Arsen tersenyum. "Oke..,"

"Inget ya, Sen... bubur abang-abang pinggiran. Jangan yang mahal!" Moza menekankan, yang langsung mendapat acungan jempol dari tangan Arsen, sebelum akhirnya koneksi keduanya terputus.

Arsen meletakkan kembali ponselnya. Terdengar suara kenop pintu, disusul dengan daun pintu yang terbuka, dan sosok Mia keluar dari kamar. Gadis itu baru saja mandi, handuk masih terlilit di rambutnya yang baru saja keramas.

"Kamu kalo mau mandi, aku udah siapin handuk sama sikat gigi," kata Mia.

Arsen mengangguk. "Kaki kamu udah nggak pa-pa?

"Agak sakit buat jalan, tapi masih bisa. Barusan udah aku kompres air hangat juga pas mandi," jawab Mia.

"Kalo makin bengkak atau gimana, ke dokter aja. Jangan lupa kabari aku juga."

Mia tersenyum. "Iya, Sen..."

"Oke, aku pake kamar mandi kamu dulu ya?" kata Arsen, yang dibalas anggukan oleh Mia.

****

Mia menyukai rasa asam dan manis tomat ceri yang berbaur dalam mulutnya. Pagi ini saja, sembari berselancar di instagram, ia sudah mengunyah hampir separuh mangkuk tomat ceri organik yang tidak pernah ia biarkan kosong di kulkasnya.

Beberapa followers merespon unggahan status Mia yang memuat foto dirinya dengan semangkuk kecil tomat ceri yang merah merona diterpa sinar mentari pagi yang menembus melalui jendela.

Cerry tomato. As always ya..

Gara-gara ka mia, aku jadi nyetok tomat ceri juga.. padahal awalnya ga suka buah samsek

Mia mengetuk dua kali layar ponselnya demi memberikan "like" pada beberapa balasan story yang sempat dibacanya. Bibirnya menarik senyuman. Ia tidak menyangka hal sederhana seperti ini ternyata bisa memberikan pengaruh positif bagi orang lain.

Suara bel unit apartemen menghentikan aktivitas Mia. Wanita itu beranjak untuk membukakan pintu. Ia bisa mengira bahwa itu adalah Tonny. Biasanya jika sedang membawa barang banyak, manajernya itu akan memencet bel meski sudah tahu kode akses pintu apartemennya.

------------------------------------to be continued

Kala rasa mengalahkan logika,
cacian dan makian seringkali datang dari mereka yang tidak terlibat..

Continue Reading

You'll Also Like

431K 34.4K 32
CHENLE FT. MARKHYUCK Chenle hanya rindu Daddy dan Mommy
UNTITLED By 🍓

Short Story

152K 13.7K 169
Sebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi...
6.1M 317K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
2.6M 99.7K 10
"Aku akan mencintai Om dengan ugal-ugalan, biar she fell first he fell harder." Hidup Jeha yang awalnya sedatar papan triplek berubah jadi nano-nano...