HEROIN

By ayurespati

1.9M 145K 59.9K

Arsen bertemu kembali dengan Mia, kekasih masa remajanya, setelah sepuluh tahun berpisah. Perpisahan yang tid... More

HEROIN - CANDU
1. The Cold Princess
2. Sepasang Masa Lalu
3. Jaminan Bahagia
4. Endorse Mantan
5. Yang Tertinggal
6. Menelan Kenangan
7. Luka Masa Lalu
8. Cincin Pengikat
9. Selalu Ada Jalan Pulang
10. Dinding 10 Tahun
11. If You Really Care
12. LURUH
13. Merajut Kenang dan Harap
14. Back to You
15. End The Day with You
17. Rasa Mendua
18. Tak Bersekat
19. Own You
20. DUA SISI
21. Mencinta
22. Bukan Ramayana
23. Enganged
24. Just Him
25. Consequences
26. Badai
27. Bersama
28. HEROIN
29. Melawan Dunia
30. Best Friend's rule
31. LABELING
32. Terungkap
33. Deal with Problems
34. Asing
35. The Guardian
36. Guardian Angel (2)
37. It is Decided
38. Transisi
39. Not a Cinderella
40. Jauh
41. Ujung Tanduk
42. Mendarah
43. Where's Your Prince?
44. Pemeran Utama
45. Something Between Us
46. Benteng Hati
47. Harap
48. Terombang - Ambing
49. Comeback
50. We aren't we
51. Jodoh?
52. Mutual Feeling
53. What is Love?
54. LOVE YOURSELF (END)
SPIN OFF HEROIN
Extra Part Heroin x Antidote

16. The Kiss

31.5K 2.4K 108
By ayurespati

Palang pintu otomatis yang menjadi jalur masuk kawasan apartemen di bilangan Jakarta Barat itu terbuka. Kendaraan roda empat yang dikendarai Arsen dan Mia memasuki pelataran parkir dan berhenti di salah satu space kosong.

"Masih sakit?" tanya Arsen ketika melihat Mia tampak kesulitan berjalan usai turun dari mobilnya.

Mia mengangguk. "Padahal tadi nggak terlalu kerasa," ujarnya.

"Ya udah aku antar sampe dalem," ucap Arsen, lalu membimbing Mia menuju unit apartemennya.

Ketika sampai di unit apartemen Mia, dengan bantuan Arsen akhirnya Mia berhasil sampai dan duduk di sofa ruang tamu.

Arsen berlutut untuk melihat kondisi kaki wanita itu.

"Ini nggak bisa dibiarin gitu aja. Bisa makin parah kalo nggak dirawat. Deket sini, apotek di mana? Biar aku cariin obat dulu," kata Arsen setelah melihat pergelangan kaki Mia yang mulai terlihat agak bengkak.

"Nggak usah, udah malem. Aku nitip Tonny aja. Besok pagi dia ke sini."

"Kelamaan kalo nunggu besok pagi. Lagian ini gara-gara aku juga, ngajak kamu keluar." Arsen mendongak, menatap Mia. "Udah, kamu tunggu sini. Aku ke apotek bentar."

Melihat Arsen bersikeras, akhirnya Mia mengangguk. Ia menyaksikan Arsen keluar unit apartemennya demi mencarikannya obat. Ditariknya napas panjang, lalu ia hembuskan. Diam-diam, diurainya lagi momen-momen yang dilewatinya bersama Arsen sejak sore tadi.

Rindu yang bermuara, rasa nyaman, gelora yang menghidupkan. Semua dirangkumnya dalam sebentuk senyuman. Mia tahu ke mana arah hubungan ini berjalan. Ia pun sadar posisinya dan Arsen sekarang. Namun, jika ada satu buah kartu keberuntungan untuknya berharap, bolehkah ia menggunakannya sekarang? Ia sudah terlalu banyak bertumpu pada lemparan kartu buruk.

Sekali saja, Mia ingin nasib memihaknya. Sekali lagi, ia mau membiarkan hatinya bersemi.

Tidak sampai lima belas menit, Arsen kembali memasuki apartemen Mia bersama kantung plastik berlogo apotek.

"Sori. Lama, ya?" tanya Arsen yang melihat Mia menyandarkan kepalanya di sofa dalam keadaan mata terpejam. Napasnya masih tersengal.

Arsen pasti berjalan terburu-buru demi cepat sampai sini, pikir Mia.

"Coba sini, aku lihat." Arsen berlutut di hadapan Mia.

"Ini obat apa?"

"Salep pereda nyeri, sama anti bengkak. Katanya tadi sih mending kasih ini." Arsen mulai membuka kemasan obat yang dibelinya, lalu mengoleskannya ke pergelangan kaki Mia sambil sedikit mengurutnya.

Detik demi detik, kesunyian menelan keduanya. Mia menggenggam tangannya. Entah kenapa tubuhnya kaku seperti papan.

"Coba rileks dikit." Arsen mencoba menggerakkan pergelangan kaki Mia. Laki-laki itu mendongak. "Udah mendingan?"

"Dikit," balas Mia.

Arsen menyudahi kegiatannya, lalu duduk di samping Mia. "Dulu waktu kamu masuk UKS gara-gara jatoh pas olahraga, terus kaki kamu dijahit sama perawat, kamu diem aja kayak kaki kamu mati rasa."

Mia menoleh. "Kamu emang ada di sana? Aku nggak inget." Ia mencoba mengurai kenangan itu dalam kepalanya. "Kayaknya belum kenal kamu juga. Kamu 'kan anak baru."

Arsen tertawa. "Itu titik aku mulai merhatiin kamu, Mia. Selain dari lukisan kamu."

Mia menatap Arsen. Ia ingin bertanya banyak. Namun, tidak ada yang berhasil ia suarakan. Ia justru terpikat dalam kedamaian dua manik hitam milik Arsen yang tampak sendu.

"Are you still painting?" tanya Arsen. Suaranya jauh lebih lirih dari sebelumnya.

"No." Mia memalingkan wajah. "A potrait of you... is the last painting I did."

Arsen menangkap raut yang coba disembunyikan oleh Mia. Jemarinya tergerak meraih wajah perempuan itu, hingga wajah itu menghadapnya lagi.

"Apa sedalam itu? Aku nyakitin kamu... sampai kamu setrauma ini."

Mia tidak suka pembicaraan ini. Ia hanya ingin menyusuri pelangi keindahan. Membuka kembali memorinya bersama Arsen, tanpa menyertakan luka yang ditorehkan laki-laki itu di masa lalu.

Tangan Mia bergerak menyambut jemari Arsen yang singgah di pipinya. "Can we stop talking about this? Buat aku, yang terpenting kamu ada sekarang."

Mia tersenyum pelan. Gerakan sudut bibirnya yang tertarik ke atas, membuat wajah yang terlampau jarang menunjukan ekspresi itu semakin manis. Arsen menyukai cara Mia tersenyum, terlebih tersenyum untuknya.

Tangannya masih berada di pipi Mia, dengan tangan wanita itu yang menangkupi punggung tangannya. Mia tak mengatakan apa pun lagi. Namun, ia dapat mendengar suara napas Mia yang teratur karena jarak di antara mereka berdua yang cukup dekat.

Perlahan, Arsen memajukan wajahnya. Tangannya yang masih berada di pipi Mia, menarik lembut wajah itu untuk memutus jarak di antara mereka. Saat jarak itu nyaris tak bersisa, Arsen menghentikan aksinya sesaat.

Dilihatnya mata Mia yang terpejam. Keraguan yang sempat menyelimutinya terkikis sudah. Arsen melanjutkan aksinya dengan mendaratkan bibirnya tepat di bibir wanita itu. Seperti sepasang merpati yang menanti waktu untuk bersua, keduanya larut dalam buaian perasaan yang mengempas resah dan nestapa.

Ciuman itu menumpahkan curah rasa yang tak lagi sanggup diwujudkan dalam padanan kata dan bahasa. Arsen merapatkan jarak dengan Mia. Kecupan lembut itu perlahan berubah menjadi ciuman dalam yang menyulut gairah.

Menerima Arsen, kedua tangan Mia kini melingkari leher pria itu. Tubuhnya perlahan menyatu dengan gravitasi bumi hingga berakhir terbaring di atas sofa. Tangan Arsen mulai turun ke bahu Mia. Berlanjut dengan menanggalkan beberapa kancing kemeja yang digunakan wanita itu. Bersama gerakan tangannya, bibirnya bergerak untuk menjelajah bagian tengkuk Mia. Dihirupnya campuran aroma citrus dan mawar yang tersisa di kulit Mia, bercampur dengan harum aroma tubuh wanita itu.

Telinganya dapat mendengar suara Mia melenguh beberapa kali, hingga panggilan itu mengiringi di sela-sela lenguhan Mia.

"Ngh... Sen...," panggil Mia, yang mulai menahan bibirnya untuk mengeluarkan lenguhan berikutnya.

"Hmm..." Arsen menyahut seadanya. Aktivitasnya di leher Mia terasa menyita perhatiannya, sehingga tak mampu untuk membagi perhatiannya dengan hal lain.

Tangan Arsen terus bergerak demi menemukan kulit punggung Mia yang tersembunyi di balik kain bajunya. Ia semakin merapatkan tubuh itu ke wajahnya yang kini sudah nyaris menuju area dada Mia.

"Arsen!" Panggilan Mia berikutnya diikuti tubuhnya yang bergerak. Tangannya sudah tidak lagi dikalungkan di leher lelaki itu.

Seolah baru tersadar akan suara Mia yang berhasil menariknya dalam luapan nafsu, Arsen menghentikan aksinya. Ia masih tak bergerak dari posisinya, menunggu reaksi Mia berikutnya.

Bersamaan dengan itu, suara Mia kembali terdengar. "Nggak sekarang."

Ucapan itu sukses menghantam Arsen telak. Mengembalikan akal sehatnya yang beberapa detik sebelumnya terlempar entah ke mana. Ia segera melepaskan diri dengan memundurkan tubuhnya.

"Mia, sorry... aku... maaf."

Keduanya kembali duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Mencoba meredam napas dan detak jantung yang masih terasa memburu.

Dengan suara parau, Arsen memecah keheningan. "Is it your first time?"

Mia mengangguk.

Pertama kali. Arsen menerjemahnan makna kalimat itu. Seketika ia didera rasa bersalah, haru, namun juga rasa sayang yang berlipat-lipat. Ia pun meraih Mia ke dalam pelukan. Dalam dekapan itu, keduanya meresapi perasaan yang tanpa mereka sadari, tak pernah mati. Justru berkembang semakin besar.

Arsen mengeratkan pelukan. Ia mengecup kening Mia, lalu menyerah terpejam dalam kantuk yang membungkusnya dalam mimpi.

---------------------------------to be continued

Duhhh, nggak sekarang ya Arsen...

Pulang dulu yuk. Cetak undangan sama ngurusin WO buat nikahan sama Moza

Seperti yang aku bilang, cerita ini sudah upload di karyakarsa sampai BAB 35 ya... berkunjung aja ke akun aku, "ayurespati", link yang ada di bio

Continue Reading

You'll Also Like

91.3K 10.1K 20
Dilihat dari sudut pandang mana pun, Kim Taehyung tetaplah pria gila yang senang menggangguku dengan tingkahnya yang konyol-mirip anak gorila yang mi...
UNTITLED By 🍓

Short Story

152K 13.7K 169
Sebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi...
13.1M 169K 13
Ardiaz Bagaskara dan Elora Wildani bermain peran sebagai pasangan di depan keluarga besar Bagaskara demi keamanan posisi Ardiaz sebagai CEO MegaTari...
134K 8.2K 40
#1 Racing (20-04-2020) Di balik kematian ayahnya, tersimpan sebuah rahasia besar yang mengungkap identitas Kimberly Schett yang sebenarnya. Orang-ora...