HEROIN

By ayurespati

1.9M 145K 59.9K

Arsen bertemu kembali dengan Mia, kekasih masa remajanya, setelah sepuluh tahun berpisah. Perpisahan yang tid... More

HEROIN - CANDU
1. The Cold Princess
2. Sepasang Masa Lalu
3. Jaminan Bahagia
4. Endorse Mantan
5. Yang Tertinggal
6. Menelan Kenangan
7. Luka Masa Lalu
8. Cincin Pengikat
9. Selalu Ada Jalan Pulang
10. Dinding 10 Tahun
11. If You Really Care
12. LURUH
14. Back to You
15. End The Day with You
16. The Kiss
17. Rasa Mendua
18. Tak Bersekat
19. Own You
20. DUA SISI
21. Mencinta
22. Bukan Ramayana
23. Enganged
24. Just Him
25. Consequences
26. Badai
27. Bersama
28. HEROIN
29. Melawan Dunia
30. Best Friend's rule
31. LABELING
32. Terungkap
33. Deal with Problems
34. Asing
35. The Guardian
36. Guardian Angel (2)
37. It is Decided
38. Transisi
39. Not a Cinderella
40. Jauh
41. Ujung Tanduk
42. Mendarah
43. Where's Your Prince?
44. Pemeran Utama
45. Something Between Us
46. Benteng Hati
47. Harap
48. Terombang - Ambing
49. Comeback
50. We aren't we
51. Jodoh?
52. Mutual Feeling
53. What is Love?
54. LOVE YOURSELF (END)
SPIN OFF HEROIN
Extra Part Heroin x Antidote

13. Merajut Kenang dan Harap

32.3K 2.8K 120
By ayurespati

Derit pintu kamar mandi yang terbuka mengusik Mia, Arsen baru saja menggunakan kamar mandinya setelah hampir satu jam menggenggam tangan Mia hingga perempuan itu tenang dan tertidur.

"Kamu nggak pulang?" Mia bertanya lirih. Ia tidak sepenuhnya tertidur.

Tangan Arsen kembali mengisi sela-sela jemari Mia.

"Aku nggak tau bisa ketemu kamu lagi atau enggak. Bisa ngelindungi kamu lagi setelah ini, atau enggak. Karena itu selama aku masih punya kesempatan, aku mau di sini. Mastiin kamu baik-baik aja. Meskipun dengan ngelakuin hal remeh seperti ngambilin kamu minum atau cuma ngelihat kamu tidur." Arsen bicara dengan suara selembut beledu.

Detik ini, adalah satu-satunya yang mereka miliki. Arsen tidak bisa menjanjikan apapun. Ia tidak punya kuasa atas kata nanti, kelak, atau masa depan. Karenanya selama ia bisa, ia akan bersama Mia.

Mia mengubah posisi tidurnya, kemudian menatap lelaki yang kini berlutut di sisi tempat tidurnya itu. Sama seperti Arsen, tatapan Mia mencari sesuatu. Dan saat menemukannya, Mia tahu ia sudah bunuh diri. "Kalo gitu..., bisa nggak, waktu berhenti di detik ini?"

Arsen mengusap kepala Mia, tersenyum lembut mendengar gadis itu mulai merancau karena pengaruh obat penenang. Tonny bilang, beberapa minggu terakhir Mia kembali dihinggapi mimpi buruk. Sejak itu pula salah satu kenalan mengenalkan Mia pada obat itu.

Awalnya Tonny melarang, tapi ia tidak tega dengan kondisi Mia. Apalagi obat itu sepertinya membantu. Ia pun memperbolehkanya, bahkan tanpa memberitahu Helen. Karena teman Mia satu itu pasti langsung memarahinya.

"Bawa Mia ke ahlinya Ton, bukan malah ngebiarin dia ngonsumsi obat tanpa pengawasan gini. Gue ada kenalan profesional. Nanti lo atur sesi terapi Mia sama dia," kata Arsen tadi.

Kini, Arsen merasakan jemari Mia menggenggamnya semakin erat.

"Kalau ini mimpi... jangan bangunin aku ya, Sen? Aku nggak mau buka mata dan tiba-tiba kamu nggak ada," pinta gadis itu.

Mendengar ucapan itu, dada Arsen seperti disayat. Dikecupnya puncak kepala Mia, kemudian mendekap gadis itu erat-erat. Dan Mia membalasnya.

Ia sudah tidak kuat lagi menampung perihnya sendirian. Ia butuh membaginya pada satu sosok yang ikut menanamkan perih itu kepadanya. Dipeluknya Arsen untuk menutupi rongga dalam jiwanya selama ini. Detik itu, separuh dunianya yang sempat hilang kembali.

Saat hampir seluruh negeri memusuhinya, ia punya Arsen yang menginginkannya tanpa peduli apapun.

****

Chan-Chan dari T-roots & Carrera mengalun saat Arsen memasuki lounge dalam hotel berbintang bersama rekan satu timnya. Tempat semacam ini biasanya digunakan untuk bersantai menunggu sebelum atau sesudah pertemuan bisnis. Akhir tahun membuat tidak banyak meja yang tersisa.

Arsen dan rombongannya menuju meja samping jendela yang mempertontonkan pemandangan gedung pencakar langit New York di malam hari. Sebenarnya, Arsen dan timnya jarang menggelar perayaan khusus tiap selesainya target. Hanya saja, berhubung ini hari terakhir Arsen bergabung dalam tim kerja ini, mereka sengaja mengadakan acara minum kecil-kecilan.

Setelah sebulan mengajukan resign dan menyelesaikan proses serah terima jabatan, Arsen secara resmi mundur dari kantornya. "So, when will your wedding be held?" Ruben, salah satu rekannya membuka suara.

"Sorry?" Arsen meletakkan gelasnya.

"Kamu pulang ke Indonesia, karena mau nikah, kan?" Ruben memperjelas pertanyaannya.

Arsen berdecak pelan hingga Ruben tidak bisa mendengarnya.

Benar, pernikahan. Arsen menggunakan alasan itu saat mengundurkan diri. Meski sejatinya, saat pertunangannya dengan Moza digelar, keduanya sepakat baru akan menikah tahun depan. Belum ada pembahasan lebih soal tanggal pastinya.

Kembalinya kali ini, murni karena ia ingin bersama Mia lagi.

Arsen membalas dengan senyuman, lalu mengajak Ruben bersulang.

"Promise me you'll be there," katanya usai menyesap tequila-nya.

****

Malam terlampau larut saat Arsen kembali ke apartemennya. Tadinya ia berniat melanjutkan untuk berkemas. Namun, kepalanya terlalu pening hingga rasanya ingin cepat-cepat menemui bantal.

Bulan terlihat setengah, mengawasi malamnya melalui jendela. Dalam pikirannya yang berada di antara alam mimpi dan kesadaran, untaian memori masa lalu memeluk Arsen hingga setengah tertidur.

Dulu sewaktu pulang larut semasa SMA, Arsen yang habis berkeliaran dengan mobilnya, langsung naik ke lantai dua melalui tangga kecil yang menghubungkan garasi dengan kamarnya.

Di suatu malam, saat ia membuka pintu dan menyalakan lampu, papanya sudah duduk di kursi belajarnya.

"Masukin lukisan temen kamu ke Galeri Katharina. Sejak kapan kamu belajar manfaatin koneksi Papa?" Kalimat itu dipilih sang papa untuk menyapa putranya.

Arsen tertegun. Lidahnya kelu. "Ehm," otak Arsen remaja bekerja pontang-panting memilih kata yang tepat. "Maaf Arsen seenaknya ngontak kenalan Papa tanpa izin. Tapi, lukisan itu beneran bagus. Layak masuk galeri."

Papa menatapnya intens, dengan jari diketuk-ketukan ke meja. "Ada banyak pelukis bagus di negeri ini. Tapi nggak semua punya kesempatan buat nampilin karya mereka di dinding galeri. Kamu pikir lukisan mereka jelek?" Papa menggeleng. "Nama dan koneksi masih jadi faktor penting selain istimewanya lukisan."

Arsen menunduk. "Arsen nggak akan ngulangi lagi."

"No. Justru Papa bangga."

Mendengar itu, Arsen mendongak.
Dahinya berkerut, tidak mengerti.

"Kamu bisa menghubungkan setiap titik kekuatan yang kamu punya untuk jadi satu koneksi yang menguntungkan, tanpa Papa ajari. Good. Itu nilai elit yang musti kamu pegang dari sekarang."

Sejak hari itu, Arsen jeli melihat dan mengoordinasikan titik-titik yang menjadi kekuatannya bersama setiap celah kelemahan lawannya. Bahkan, persahabatannya dengan Moza juga diawali dari perangai cara keluarganya hidup, yakni membentuk kongsi dengan kaum yang setara.

Ingatan Arsen berpindah pada satu gadis remaja yang tengah memegang pensil sambil sesekali menatapnya.

"Apa nggak masalah kalau aku gerak-gerak gini?" tanya Arsen belia kala itu.

Gadis itu tersenyum. "Kalau kamu beneran model, bayaran kamu bakal dipotong setiap kamu gerak."

Mata Arsen melotot. "Serius?"

Mia, gadis itu mengedikkan bahu. "Nggak tau. Nggak tertarik juga buat cari tau. Kan aku nggak mungkin bayar model," ujarnya, lalu beranjak dari duduknya untuk menunjukkan sketsanya ke Arsen, pacarnya sekaligus model gadungannya kala itu.

"Emang kalo modelnya ganteng, gambarnya jadi bagus, ya." Arsen berkomentar, sudut bibirnya membentuk senyuman.

"Ye... Narsis banget jadi orang," balas Mia seraya mencubit pipi Arsen.

"Tuh kamu nyubit-nyubit. Gemes kan pasti?"

Mia tergelak, seketika memukul lengan Arsen. "Beneran deh, jijik tau! Kurang-kurangin narsisnya!"

Arsen tertawa. Dalam benaknya, terbayang raut bahagia Mia andai lukisannya terpajang di galeri besar seperti Katharina Galerie.

Bayangan itu membuat Arsen dewasa dalam mimpinya tersenyum. Hanyut dalam buaian masa lalu, hingga nyaring sebuah suara tiba-tiba memecah sinematik yang tengah berputar dalam alam bawah sadarnya.

Arsen bergerak malas. Matanya masih terpejam ketika tangannya meraba-raba sekitar untuk mencari benda kecil yang menjadi sumber suara itu.

Ponsel. Arsen menemukan benda itu dan secara otomatis menggeser layar untuk menghentikan dering suara panggilan seluler yang mengganggu mimpi indahnya.

"Halo," sapa Arsen dengan suara serak.

"Oh. Aku bangunin kamu, ya?" ujar suara dari seberang.

Suara itu... Arsen mengerjap. "Mia?

‐-----‐---------------------to be continued

Seketika mas mantan melek ditelpon mantan. Auto lupa kemarin udah gelar lamaran 😌😌

Btw, aku punya pengumuman penting. Selain update berkala di wattpad, cerita ini juga sudah diunggah di karyakarsa. Sampai saat ini, unggahan di karyakarsa sudah sampai BAB 21 dan akan selesai sampai TAMAT dalam bulan ini.

Buat tim ga sabar, bisa berkunjung ke karyakarsa ya dengan rincian sbb :

Nama akun : ayurespati
Judul Seri : Heroin


Selamat membaca 🥰

Continue Reading

You'll Also Like

167K 17.5K 49
[TERSEDIA DI DREAME] Karena kita tak lebih dari cerita singkat di malam hari. Bagi Verza, Rensha adalah sahabat terbaiknya. Bagi Rensha, Verza adalah...
1.9M 79.4K 37
Pernah di peringkat : #1 in action category (11 Agustus 2016 ~ 17 November 2016) Diftan Pablo seorang Mafia yg sangat tampan dan sangat kaya diusian...
89.8K 10.2K 41
Berisi momen-momen manis pasangan Dana dan Mora.
246K 17.3K 38
Sebelum meresmikan hubungan pacaran, sepasang anak manusia sudah mengetahui perasaan satu sama lain. Saling mencintai, saling menyayangi, saling meng...