Stay With Me

By azizahazeha

1.1M 99.7K 920

WARNING! CERITA BANYAK MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN *** -Musim Pertama- Malika Kamilah mendapat... More

Opening Speech Penulis
Musim Pertama
Bab 2 - Pemberitaan Negatif
Bab 3 - Malika Diikuti Seseorang
Bab 4 - Malika Dipecat
Bab 5 - Pisau Dapur Malika Hilang
Bab 6 - Sepotong Informasi
Bab 7 - Kosan Malika Diperiksa
Bab 8 - Tinggal Di Rumah Arthur
Bab 9 - Malika Berstatus Tersangka
Bab 10 - Arthur Ke Kampung Halaman Sarah
Bab 11 - Arthur Dan Team A
Bab 12 - Team A Mulai Bergerak
Bab 13 - Informasi Terbaru
Bab 14 - Arthur VS Jeremy
Bab 15 - Informasi Baru Lagi
Bab 16 - Adu Mulut
Bab 17 - Kembalinya Masa Lalu
Bab 18 - Penawaran Dan Ponsel Sarah
Bab 19 - Ponsel Sarah
Bab 20 - Berpacu Dengan Waktu
Bab 21 - Malika Bebas
Bab 22 - Acara Makan Malam Yang Kacau
Bab 23 - Keputusan Malika
Bab 24 - Peringatan Ke 2
Bab 25 - Ngambeknya Malika
Bab 26 - Quality Time
Bab 27 - Kasus Berikutnya
Bab 28 - Begal
Bab 29 - May Thompson
Bab 30 - Mayat Terapung
Bab 31 - Malam Yang Menegangkan
Bab 32 - Guru dan Murid
Bab 33 - Apa yang Disembunyikan Arthur?
Bab 34 - Bayangan Hitam
Bab 35 - Apa Lagi Ini?
Bab 36 - Keputusan Arthur
Bab 37 - Tak Tik Arthur
Bab 38 - Pesan Dari Alena
Bab 39 - Kisah Kelam Alena
Bab 40 - Berakhirnya Kejahatan Josh Sujatmiko
Bab 41 - Keluarga Kecil
Bab 42 - Tragis
Bab 43 - Biang Keributan
Bab 44 - Kencannya Arthur dan Malika
Bab 45 - Paket Misterius
Bab 46 - Duo Psikopat
Bab 47 - Aksi Lukas
Bab 48 - Perang Dua Kubu
Bab 49 - Aksi Kejam Lola
Bab 50 - Penculikkan Malika
Bab 51 - Paket Misterius Lagi
Bab 52 - Film Dokumenter
Bab 53 - Rumah Berpatung Dewi
Bab 54 - Kehilangan Jejak
Bab 55 - Upaya Mencari Malika
Bab 56 - Isi Paket
Bab 57 - Paman dan Keponakan
Bab 58 - Face to Face
Bab 59 - Operasi Penyelamatan
Bab 60 - Bersatu Kembali
Informasi Musim Kedua
Musim Kedua

Bab 1 - Pertemuan Pertama

100K 4.6K 83
By azizahazeha

   Sebuah rumah kos di daerah Mampang JakartaSelatan terlihat ramai oleh warga setempat yangpenasaran dan beberapa petugas kepolisian yang mengamankan tempat kejadian. Di kos tersebut telah terjadi pembunuhan terhadap perempuan berumur 25 tahun bernama Sarah. Sorak-sorai suara warga terdengar menggema begitu Malika keluar dari TKP (Tempat Kejadian Perkara). Sorak-sorai tersbut dipicu oleh beredarnya kabar burung yang mengatakan bahwa ada yang melihat Malika membuang senjata pembunuhan di semak-semak dekat kos tersebut. Malika saat ini berstatus sebagai saksi untuk dimintai keterangan, maka Malika akan dibawa ke Polsek Mampang.

   Ditengah kerumunan warga tersebut seseorang memperhatikan Malika yang dibawa Polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Begitu melihat mobil yang membawa Malika meninggalkan TKP, orang tersebut yang adalah Arthur Sujatmiko melajukan mobilnya menuju Polsek Mampang. Arthur dengan sabar menunggu Malika, walaupun dia harus membuang waktunya selama berjam-jam. Ketika Arthur melihat Malika keluar dari ruangan penyidik Arthur langsung berdiri.

   “Nona Malika Kamila!” seru Arthur begitu melihat Malika melewatinya begitu saja. Ketika Malika membalikkan badannya dan memandang Arthur dengan bingung Arthur dengan cepat berkata, “saya Arthur Sujatmiko, bisa kita bicara sebentar?”

   Disinilah Malika dan Arthur sekarang duduk berhadapan di cafe yang tidak terlalu jauh dari Polsek Mampang. “Jadi apa yang ingin Mas ini bicarakan?” Malika membuka suaranya begitu melihat Arthur yang hanya diam saja. Sejujurnya Malika sedikit heran dengan laki-laki di depannya itu. Heran kenapa lelaki itu bisa sampai mengikutinya ke Polsek Mampang.

   Arthur tidak langsung menjawab pertanyaannya tentang pertanyaan Malika, dia justru mengangsurkan kartu namanya kepada Malika. Walaupun bingung, tetapi Malika tetap menerima uluran kartu nama tersebut. Malika membaca nama laki-laki yang di hadapannya itu yang ternyata bernama Arthur Sujatmiko serta profesi Arthur yang seorang pengacara.

   “Saya berniat membantu Nona Malika,” ujar Arthur begitu melihat raut tanya dari muka Malika setelah membaca kartu namanya.

   “Terus terang saya tidak punya uang untuk membayar Anda,” Malika mengangsurkan kembali kartu nama tersebut tetapi ditolak oleh Arthur.

   “Saya tidak butuh uang untuk bayarannya,” Arthur menatap mata Malika yang berwarna cokelat madu dan terlihat sangat jernih.

   “Lalu?” Malika menaikkan sebelah alisnya bingung dengan apa maunya laki-laki itu. Terbesit pemikiran tentang Arthur yang akan menjadi superman untuknya, yang membantu tanpa imbalan dan tanpa perkenalan. Tetapi, Malika menepis khayalan konyolnya itu. Bagi Malika tak ada hal seperti itu di dunia semodern ini.

   “Sebagai imbalannya Anda bersedia menikah dengan saya,” ujar Arthur dengan ekspresinya yang datar-datar saja. Sedangkan Malika, matanya membulat sempurna dan bibirnya sedikit terbuka. Malika menepuk-nepuk telinganya takut dia salah pendengaran atas apa yang telah diucapkan oleh lawan bicaranya itu.

   “Apa motivasi Anda sebenarnya?!” Malika menaikkan sedikit nada suaranya karena geram dengan laki-laki yang dengan seenaknya membuat lelucon seperti ini. “Tolong Anda jangan bercanda,” tambah Malika kembali.

   “Saya tidak sedang bercanda Nona, saya menerima wasiat untuk menikahi Anda atas permintaan Almarhum kakek saya Rafael Sujatmiko,” jelas Arthur. Malika mengerutkan keningnya dalam, dia sedang mengingat nama Rafael Sujatmiko yang sepertinya tidak asing lagi baginya. “Dia kakek-kakek yang sering Anda temani duduk di pojok cafe tempat Anda bekerja,” Arthur membantu Malika mengingat memorinya tentang kakek Rafael.

   Tiba-tiba saja Malika menjentikkan jarinya begitu mengingat sosok kakek Rafael yang memang menjadi langganan di cafe tempatnya bekerja. “Kakek Rafael meninggal?!” Malika bertanya dengan raut wajah tidak percaya dan bercampur sedih, kira-kira itu lah yang ditangkap indra penglihatan Arthur.

   “Ya, beberapa minggu yang lalu. Beliau meninggal karena serangan jantung, untuk itu saya kemari atas wasiat Beliau,” Arthur kembali membahas tentang wasiat yang ditinggalkan kakek Rafael.

   “Boleh saya lihat isi surat wasiat itu lebih rinci? Karena ini berhubungan dengan hidup saya,” pinta Malika. Dia tidak ingin mengambil keputusan yang salah, sudah cukup kesulitan yang dia terima dan dia tak ingin lepas dari kesulitan ini tetapi berganti dengan kesulitan lain.

   Arthur mengangsurkan sebuah map berwarna cokelat yang langsung diterima oleh Malika. Bibir Malika membentuk senyum sinis begitu membaca isi surat wasiat tersebut. “Jadi Anda ingin harta warisan itu menjadi milik Anda secepatnya?” sindir Malika begitu dapat menyimpulkan maksud kedatangan Arthur.

   “Bukan hanya itu tujuan saya, tetapi saya juga ingin melindungi Anda dan memastikan Anda baik-baik saja,” Artur mencoba meredam emosi Malika yang sedikit tersulut karena isi surat wasiat tersebut.

   “Kalau saya tidak bersedia menikah dengan Anda?” Malika menaikkan dagunya sedikit, matanya tajam menatap Arthur. Tak ingin terintimidasi oleh aura Artur yang harus Malika akui sangatlah manly. “Saya tidak bersedia menerima tawaran orang yang hanya haus warisan,” sindir Malika begitu melihat Arthur yang diam tak bergerak seperti maneukin bernapas.

   Arthur menarik napasnya pelan dan menghembuskannya dengan tenang sebelum menjawab, “Anda mungkin tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang, tetapi saya benar-benar tulus ingin membantu Anda dan serius ingin menikahi Anda.” Arthur dan Malika saling bertatapan, masing-masing berusaha mencari jawaban atas apa yang sedang terjadi. Arthur berusaha mencari jawaban atas apa pernyataannya dan Malika berusaha mencari keseriusan atas ucapan Arthur.

   “Mungkin ini terdengar gila, tapi hatiku berkata aku harus percaya padanya,” gumam Malika pelan yang terdengar samar di telinga Arthur. “Baiklah saya bersedia,” kalimat persetujuan tersebut dilontarkan Malika dengan nada suara yang penuh kemantapan. Arthur merasa satu bebannya terangkat begitu mendengar persetujuan Malika.

   “Apa kita perlu membuat perjanjian atau semacamnya?” tanya Malika kepada Arthur yang jika diperhatikan terlihat sangat tampan. Yah, Malika jugalah perempuan normal yang tertarik kepada laki-laki tampan.

   “Tidak perlu, cukup dilandaskan dengan saling percaya saja. Bukankah kepercayaan adalah pondasi dari sebuah hubungan?” Arthur menarik sedikit sudut bibirnya dan terlihat lah senyum kecil di wajahnya yang tampan. Bahkan Malika sempat terpana atas senyum kecil yang hanya sebentar itu.

   “Baiklah kalau begitu Anda mulai sekarang adalah tanggung jawab saya dan juga calon istri saya,” ucapan Arthur yang terdengar seperti pendelegasian status antara dirinya dan Malika.

   “Ah! Bisakah kita merubah panggilan formal ini menjadi informal? Jujur saja aku merasa sedikit canggung,” tutur Malika sambil mengusap tengkuknya untuk menghilangkan rasa canggung yang ntah kenapa tiba-tiba menguar. Malika sadar aura ini hadir akibat perkataan Arthur tentang tanggung jawab dan calon istri.

   “No problem,” Arthur menaikkan bahunya pelan. Lalu dia kembali bersuara, “bisakah kita bahas tentang pemeriksaanmu tadi? Mungkin tidak di sini,” Arthur memperhatikan suasan cafe yang terlihat ramai dan sepertinya sedikit tidak nyaman untuk membahas masalah pembunuhan di tempat tersebut.

   Malika pun menyetujui usul Arthur dan bersedia mengikuti Arthur ke kantornya untuk membicarakan kasus pembunuhan Sarah. Sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing.

   Arthur mempersilahkan Malika duduk di sofa yang berada di dalam ruangannya, lalu dia berjalan menuju kulkas kecil yang berada di pojok ruangan. Diambilnya dua kaleng soft drink. “Silahkan mulai bercerita,” ujar Arthur setelah meletakkan dua kaleng soft drink di atas meja.

   Malika terlihat menarik nafas beberapa kali dan memandang Arthur sedikit gamang. Arthur yang mengerti bahwa Malika membutuhkan dukungan menganggukkan kepalanya untuk mempercayai hal ini kepadanya. “Percayalah semua akan baik-baik saja,” hibur Arthur sambil mengangsurkan satu kaleng soft drink yang telah dibukanya. Malika menerima soft drink tersebut dan meneguknya hingga habis setengah.

   “Saat kemarin aku bangun pagi seperti biasa aku mendengar orang ribut-ribut dan pintu kamarku di gedor-gedor. Aku keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi, ternyata sudah ramai oleh penghuni kos dan beberapa warga serta polisi. Ketika aku hendak bertanya, aku melihat polisi menggotong kantung mayat dari kamar kos sebelah, kamarnya si Sarah. Kemarin aku sudah dimintai keterangan dan tadi pagi aku di kagetkan karena polisi mengatakan ada keterangan warga sekitar yang melihatku membuang senjata pembunuhan dan mereka sudah berhasil menemukan senjata tersebut yang ternyata pisau,” Malika mulai bercerita dan sesekali dia akan membuang napasnya berat. Otaknya dua hari ini harus menghadapi banyak pertanyaan.

   “Apa kau dan Sarah sangat dekat?” tanya Arthur mencoba untuk mencari benang merah atas kejadian tersebut.

   “Aku lumayan dekat dengannya sesekali kami pernah pergi keluar bersama tetapi tidak terlalu sering. Yang aku bingungkan kenapa aku yang jadi tersangka?” Malika menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa yang sedang didudukinya. Sedangkan, Arthur yang mendengar sesekali mengerutkan keningnya mencoba menyusun rangkaian informasi di dalam pikirannya.

   “Kau target yang tepat untuk dijadikan kambing hitam, karena kau yang dekat dengan korban dan juga posisi letak kamar yang strategis,” komentar Arthur yang duduk di sebelah Malika sambil mengamati Malika yang sekarang sedang memejamkan matanya.

   “Aku hanya heran tentang kesaksian yang palsu itu! Maunya apa sih!” rutuk Malika begitu membuka matanya dan memicingkan bola matanya melihat Arthur yang menaikkan bahunya tanda tak tahu.

   “Sudah pasti ini rekayasa keterangan saksi, sebaiknya kita tunggu hasil pengecekan senjata pembunuhan dan outopsi. Statusmu masih saksi.”

   “Masih saksi?! Itu artinya akan menjadi tersangka!!!!” Arthur berjengit kaget begitu mendengar teriakan Malika dan mata Malika yang memandangnya tajam.

   Arthur mengangkat tangannya tanda menyerah dan menjawab, “maaf aku salah bicara, kau tenang saja aku akan membantumu. Sekarang kau harus katakan semua apa saja yang sudah kau katakan pada penyidik dan alibi-alibi apa yang kau punya.”

   Malika sama sekali tak menjawab perkataan Arthur dan dengan tiba-tiba justru menjatuhkan badannya ke sofa dan kepalanya menjadikan paha Arthur sebagai bantalannya. “Jangan protes, bukankah ini sah-sah saja. Kau calon suamiku dan aku calon istrimu, aku hanya ingin istirahat sebentar saja,” Arthur sempat akan protes melihat posisi mereka sekarang, namun diurungkannya begitu mendengar perkataan Malika tersebut.

   Bahkan tangan Arthur dengan lancangnya mengelus lembut rambut panjang Malika yang tergerai indah di pangkuannya dan bibir Arthur mengeluarkan senandung lagu stay with me-nya Sam Smith. Perlahan mata Malika terpejam dan napasnya mulai teratur.

Bersambung

Eits, jangan protes ya guys. Ini bukan cerita baru kok. Ini cerita pernah di post di tempat lain dan aku memutuskan untuk post di sini juga. Cerita ini sudah tamat kok guys, dan akan aku up setiap hari.

Jangan lupa vote dan komentarnya ya😊

Continue Reading

You'll Also Like

8.2K 576 21
Game Pencocokan Keberuntungan Nasional ada di sini! Yu Mo mewakili Huaxia dalam game! Setelah masuk ke dalam game, buka pintu pernikahan pink di kama...
3.1M 268K 48
Rank #2 Roman (20-02-2020) Maya Adora Rawnie (27 tahun) seorang food reviewer terkenal. Punya hobi makan tapi badan tetap langsing nyaris tidak berda...
MERBABY By yaya

Teen Fiction

2.3M 254K 45
Katanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalag...
Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

489K 2.8K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok