Pluviophile [Tersedia Di Fizz...

By DekaLika

23.4K 1.9K 353

[Tersedia di Fizzo dengan versi baru yang lebih panjang dan banyak plot twist-nya] Bagaimana rasanya terjebak... More

Prolog
Bab1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Diki Wahyudi
Eriska Febri
Epilog

Bab 12

358 38 4
By DekaLika

"Lagi ngapain?" tanya Waldy kikuk. Di sampingnya Viska tengah tertawa terkikik-kikik memperhatikan ekspresi sepupunya yang menurutnya sangat lucu. Cowok yang mengaku paling ahli dalam merayu cewek itu kini sedang salah tingkah hanya dengan berbicara dengan gadis biasa seperti Riska. Bahkan temannya itu tak punya jurus hipnotis sekalipun untuk membuat cowok bisa kehilangan kata-kata bila berbicara dengannya.

Viska berdiri dan memperagakan gaya hormat di sudut alisnya bersama senyum licik di bibirnya. Ia menaik turunkan alisnya membuat Waldy melotot kesal ingin segera menghajar dan mengurung si pendek menyebalkan itu di dalam kamar mandi. Gadis yang tidak pernah mau disebut pendek ini tak mengacuhkan ancaman dari Waldy, dia melenggang pergi dari sana dan turun untuk pulang.

Saat Viska sedang menunggu gerimis yang tidak terlalu lebat, tiba-tiba Waldy datang dan membuatnya hampir terjungkal karena lantai yang basah ketika Waldy keluar dari rumah dengan terburu-buru. Viska menggeram sambil terus memukuli dada bidang cowok tinggi di depannya. "Dasar lo, kampret, sialan, nyebelin, benci..." sejumlah sumpah serapah keluar dari bibirnya. Waldy hanya tertawa lebar sambil sesekali menggaduh geli karena pukulan Viska yang bukan apa-apa baginya.

"Ayo cepet, begong lo." Waldy menarik tangan Viska menuju motornya di samping rumah. "Eh, eh." Viska belum sempat menyelesaikan rasa kesalnya cowok itu malah membawanya ke bawah rinai yang halus, Waldy menaiki motor dan menyalakan mesinnya. Viska mengernyit bingung dengan perlakukan Waldy. "Cepet naik," perintahnya halus. Viska menurut saja meski raut bertanya masih jelas di wajahnya yang melongo bodoh. Waldy menggas motornya pelan kemudian berhenti di depan rumah Viska. "Turun." Dia mengarahkan dagunya ke samping menyuruh masuk ke dalam rumah. Masih dengan tatapan bingung Viska turun kemudian menatap Waldy yang malah menyunggingkan senyumnya. "Sampai sini aja tumpangannya ya," kekehnya. Sebelum Viska sadar dan kembali memukulinya, Waldy cepat-cepat melarikan dari sana. "Gue mau ketemu Riska.. makasih ya.." teriaknya di depan sana diiringi tawa hangatnya.

Seketika Viska mengembangkan senyumnya. Ternyata rencananya tidak sia-sia. Dia tersenyum puas dan berbalik masuk ke dalam rumah.

*

Waldy celingak-celinguk dari luar pagar sekolah. Matanya menyapu seluruh pemandangan di depannya sambil terus mencari-cari sosok yang ia tunggu.

"Hei, liatin siapa?" tanya suara yang begitu ia kenal. Waldy segera berbalik dan senyumnya merekah mendapati Riska di depan yang juga membalas senyumnya. "Nungguin kamu," jawab Waldy. Hatinya menghangat ketika melihat orang yang begitu ia rindukan di depannya, gadis itu menatapnya, gadis terkasih ini tersenyum padanya.

Riska memiringkan kepalanya ke samping. "Oh, ya?" tanyanya masih dengan senyum yang belum pudar di wajahnya.

"Iya, rindu," kata Waldy langsung. Riska hanya tertawa geli menahan rasa senang yang menggerogoti hatinya. Sejujurnya, Riska kembali berlari dari rumah menuju sekolah untuk bertemu Waldy ketika cowok itu tiba-tiba saja menelponnya dan mengajaknya bertemu. Dengan senang hati Riska menyetujuinya dan langsung meraih tasnya lalu berlari keluar rumah, melewati jalanan yang basah oleh gerimis-gerimis lembut yang membutir menghinggapi kulit dan rambutnya. Ketika dilihatnya cowok itu sedang memperhatikan pekarangan sekolah dari luar membuat Riska tertawa kecil karena ia terlambat sedikit dari orang itu.

"Ayo pergi," kata Waldy meraih tangan Riska dan menggenggamnya. Riska tidak menolak tangan Waldy yang menyalurkan kehangatan ke tangannya. Itu membuat hatinya bahagia. Ternyata orang yang terus ia pikirkan dan jauhi masih sehangat dulu.

Riska melirik Waldy dari kaca spion. Wajah cowok yang terbalut helm di depannya samar-samar terlihat sedang tersenyum damai di balik kaca helmnya. Riska kembali menyunggingkan senyumnya. Rasa nyaman kembali mengitarinya sama seperti dulu. Saat ia diam-diam terus mengintip Waldy dari kaca spion, ketika Riska pernah marah-marah dan Waldy tidak mau menurunkannya meski sudah diberi beberapa pukulan yang cukup terasa di punggungnya yang lebar, saat Riska pernah meringkuk di balik punggung Waldy menghindari hujan seperti yang ia lakukan sekarang.

Mereka berhenti di puncak dekat sungai kecil jauh dari sekolah. Langit sudah cerah, awan mendung sudah menepi memperlihatnya sedikit warna biru langit meski masih ditutupi oleh awan-awan tipis yang masih menari di tengah-tengah badan angkasa.

Riska membuka sepatunya dan merendamkan kakinya di dalam air sejuk yang mengalir mengikuti tempat landai munuju arah barat. Waldy melakukan hal yang sama, dia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya yang ditahan ke tanah di belakang tubuhnya dan mendongak menatap langit. Matanya menyipit menghindari sinar matahari yang mengintip dari balik awan tebal di bagian barat bumi sore ini. Waldy menghela napas dan menatap Riska di sampingnya yang sedang memperhatikan ikan-ikan kecil yang mengelilingi jari-jari kakinya.

"Ngga geli?" tanya Waldy melihat ikan-ikan kecil itu mengigit-gigit jemari kaki Riska yang kecil-kecil dan panjang. "Hm?" Riska menoleh dan menggelengkan kepalanya. Kemudian dia kembali melihat ke dalam sungai lalu menggerak-gerakkan kakinya membuat ikan-ikan tersebut berlari menjauh dan mendekat kembali ketika kaki Riska sudah tenang. Riska tertawa dan melakukannya berkali-kali. Itu membuat Waldy ikut tertawa kecil melihat tingkah Riska yang kekanakan. Dia menyibak sedikit rambut Riska yang terurai menutupi bagian wajah Riska sebelah kanan dan mengaitkannya ke belakang daun telinga gadis itu.Riska mengangkat kepalanya dan menatap Waldy. "Cantik," guman cowok itu membuat pipi Riska bersemu merah jambu. Cepat-cepat dipalingkannya wajahnya ke arah lain, menetralkan detak jantungnya yang tak karuan.

"Tentang Dwira, apa kabar?" tanya Waldy tiba-tiba. Riska terdiam sebentar, detak bahagianya berubah gemuruh resah seketika. Kenapa Waldy menanyakan hal seperti itu sekarang. Di saat mereka hanya berdua dalam kesempatan waktu yang terbatas ini, Waldy malah mengacaukan moodnya. Riska berdeham dan mencoba mengubah mimik wajahnya sebiasa mungkin namun Waldy menangkap itu.

"Baik kok.. dia aman-aman aja," jawab Riska seadanya. Waldy manggut-manggut mengerti. Hubungan yang baik, pikir Waldy. "Ngga apa-apa kita ketemu gini? Ntar kalau Dwira lihat gimana?" tebak Waldy.

Riska tertawa hambar. "Bilang aja reunian. Haha.." Riska menepuk-nepuk pahanya saat tertawa. Sekarang giliran Waldy yang tertawa hambar. Reunian?

"Udah berapa lama kamu sama dia?" tanya Waldy. Ekspresinya sudah kembali normal dan menatap serius Riska yang masih membereskan sisa-sisa tawanya. Lagi-lagi Riska berdeham kaku menanggapi setiap pertanyaan menyebalkan dari mulut cowok di sampingnya. "Belum lama sih, satu bulan ini," sahut Riska tanpa menoleh. Bibir Waldy membulat membentuk huruf 'o'. Dia mengangguk-angguk tanpa melanjutkan bicara lagi. Mereka sama-sama tertegun menatap ke dalam air jernih yang mengalir teratur menuju tempat rendah entah ke ujung mana mereka akan berkumpul. Mereka larut dalam fikiran masing-masing bersama angin semilir yang menyentuh kulit keduanya.

"Sejuk ya," guman Riska. Ia menghirup oksigen dalam-dalam hingga memenuhi paru-parunya kemudian menghembuskannya pelan. Ia merasakan aura kedamaian di sekitarnya, membuat ia ingin berlama-lama di sana. Tiba-tiba Riska teringat sesuatu. Ia panik dan melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 15.14.

"Kenapa?" tanya Waldy yang menyadari perubahan raut wajah Riska. Gadis itu menoleh. "Aku harus pergi sekarang, Dy. Ngga apa-apa, kan?" kata Riska cemas. Waldy mengangkat alis bingung. "Kemana?"

"Penting. Mau ketemu temen aku." Riska bangkit dan mengeringkan kakinya lalu memakai sepatunya dengan cepat. Ia berdiri diikuti Waldy yang tak berkata apapun. "Aku antar ya," tawarnya.

Riska mengangguk lalu menaiki motor Waldy dan pergi dari sana. Dalam hati, Riska gusar, takut Dwira akan marah. Sementara Waldy tak banyak bicara dan mengintip dari spion melihat Riska yang terus mengecek jam tangannya setiap menit.

"Berhenti, berhenti," kata Riska menepuk-nepuk bahu Waldy dan cowok itu segera mengerem sepeda motornya dan berhenti di depan sekolah yang sudah sepi. Dahinya mengerut bingung karena Riska menyuruhnya berhenti di tempat pertama mereka bertemu tadi. "Makasi, ya. Aku harus pergi sekarang. Nanti aku telpon kamu malam," seru Riska kemudian berlari meninggalkan Waldy menuju arah Selatan dari jalan pulang ke rumahnya.

Waldy hanya tersenyum kecut dan membalas lambaian Riska. "Sama-sama," lirihnya. Ia menghidupkan mesin motornya dan pergi dari sana. Dalam hati, Dwira. Tebaknya.

Riska berlari secepat yang ia bisa. Rambutnya berterbangan di belakang punggungnya dan tasnya ikut bergoyang menghantam pinggangnya mengikuti gerakkan tubuhnya. Keringat yang membutir di dahinya dibiarkan saja terus di sana dan terasa dingin ketika bersentuhan dengan angin.

Dia berhenti di depan Halte dengan terengah-engah dan menstabilkan napasnya untuk kembali normal. Ketika ia mengangkat tubuhnya yang ditopang dengan kedua tangannya di lutut, ia melihat kejadian aneh yang membuat ia penasaran. "Kalian ngapain?" tanyanya mendekat setelah memastikan di depannya adalah orang yang ia kenal.

Sontak mereka berdua kaget dan menjauh satu sama lain. Dwira menjawab tergagap sementara Fadila bersembunyi di belakang Dwira sambil meremas ujung bajunya. "Fadila, kok lo ngga pulang?" tanya Riska datar. Melihat Fadila yang tidak bereaksi, ia mendekat. "Lo kenapa?" tanyanya lagi.

Jelas raut terkejut mewarnai wajah Fadila yang memerah. "Gu-e ngga apa-apa, kok," sahutnya tergagap. Sejenak Riska diam kemudian mengangguk. Ketika Dwira akan bicara lagi ia segera menstop sembarangan angkot yang lewat. "Gue duluan ya," katanya tanpa menunggu persetujuan mereka berdua dan segera naik ke dalam angkot.

Dari dalam Riska melihat mereka berdua hanya diam menatap angkot yang ia naiki. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan pesan untuk Rani.

Gue ke rumah lo sekarang.

Setelah itu Riska memberhentikan angkot dan menaiki angkot lain menuju rumah Rani.

♥~♥

Continue Reading

You'll Also Like

30.4M 1.7M 65
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 64.9K 29
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
600K 23.6K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...