Dua Jantung Satu Janji Cinta

By yehezkiel_Ferdyan

24.8K 722 58

Novel Romance Nextnya nih... Menceritakan tentang dua Pria kembar Yang tampan bagai dewa yunani yang jatuh ci... More

Kebersamaan
Camping 1
Camping 2
Selamat Datang
Aktifitas Baru
Jangan Pergi
Abstrak...
Kesendirian
Si Egois!!
Pulang ✈
Menghilang
Kemana?
Rahasia Tetap Rahasia
Will You Marry Me
Lila????
Percaya Kekuatan Cinta
Semakin Membenci!!
Wedding
Gelap...
London
Tidur Panjang ..
Teruji Lagi.. lagi.. dan Lagi
Bara Hilang??
Kembalinya Mata Elang
Anggota Baru
Janji Cinta
Pelabuhan Terakhir
Pilihan Indah
Wujud Mimpi
Kehidupan Baru
Kevin!!
Bahagia dan Takut
Manja Labil
Two Baby Boy
Kehancuran 1
Kehancuran 2
Dendam Terbalas
Kekuatan Cinta Yang Sempurna

Tangisan Perih

574 16 2
By yehezkiel_Ferdyan

Marisa melajukan mobilnya sekencang mungkin demi mencegah Bram membawa Bara ke london, bukan karena Marisa tak rela jauh dari Bara, tapi ia tak bisa membiarkan Bram memutuskan sendiri seperti ini. Terlebih ini menyangkut akan nyawa Bara.

"Bantu aku Tuhan...". Desisi Marisa sambil berlarian menuju ruangan Bara di rawat.

Dengan nafas terengah akhirnya Marisa sampai di depan ruangan Bara yang sudah ada beberapa perawat yang sedang melepas alat bantu yang menempel di tuabuh Bara.

"Apa yang kalian lakukan!!!". Teriak Marisa masuk kedalam ruangan dan melotot marah kepada para perawat, sontak membuat para perawat itu terjingkat kaget dengan kedatangan Marisa yang membentak mereka.

"Kalian mau membunuh pasien?! Pasang kembali semua alat itu!!!". Lanjutnya lagi seraya mendekat kearah brankar.

"Apa yang kalian lihat!!! Cepat pasang kembali!!". Sentak Marisa sekali lagi.

"Ta... Tapi dok...".

"Apa?! Kau mau ku pecat?!!". Potong Marisaa cepat.

"Jika sampai kalian tidak melaksanakan perintah ku!! Setelah kalian aku pecat dari sini aku bersumpah kalian tak akan pernah mendapat pekerjaan di mana pun!!!". Teriak Marisa semakin marah dan mengancam anak buahnya.

Akhirnya dengan rasa takut dan gemetar melihat bosnya mengamuk, mereka kembali memasang alat yang sempat mereka lepas dari tubuh Bara.

"Marisa!!!!". Sentak seseorang dari ambang pintu. Mereka serentak menoleh kearah pintu.

"Apa yang kau lakukan!!! Kami sudah akan berangkat!! Kenapa kau menghalangi mereka melepas alat-alat tak berguna itu!!". Bentak Bram menatap tajam ke arah Marisa.

"Bram.. Kau tak bisa membawa Bara dengan kondisi seperti ini Bram..". Ucap Marisa menghampiri Bram.

"Kenapa?! Rumah sakit mu ini tidak bisa membantu Bara sama sekali!! Kau dan Clara terlalu lamban menangani Bara!! Dan lihat!! Lihat adikku!!! Kau membuatnya buta sekarang!!". Bentak Bram semakin emosi.

"Tidak Bram... Mengertilah... Jika kondisi Bara tak selemah ini, aku dan Marisa pasti sudah melakukan oprasi untuk Bara Bram... Tolong kau pahami, ini menyangkut nyawa Bara". Tutur Marisa dengan derai air matanya mencoba menjelaskan pada Bram dan berharap Bram bisa berubah fikiran.

"Cukup Mar!!!! Aku tetap akan membawa Bara ke london!! Jangan halangi aku!!". Tungkas Bram emosi lalu sedikit menggeser tubuh Marisa agar tang menghalangi dirinya.

"Tidak Bram.. Tidak... Jangan kau buat keadaan Bara semakin memburuk dengan keegoisan mu Bram! Kau sama saja akan menjadikannya mayat hidup jika kau tetap membawa Bara ke london untuk oprasi!! Pahamilah itu!! Aku ini dokter, aku tau apa yang terbaik untuk pasienku!". Teriak Marisa frustasi menghadapi kekerasan Bram.

"Tutup mulut mu Marisa!! Jika kau memang tau apa yang terbaik untuk pasien mu kau pasti tak akan membiarkan Bara buta seperti sekarang!! Jangan halangi aku atau aku akan menceraikan mu!!!". Bentak Bram sambil menunjuk tepat di depan wajah Marisa yang seketika bungkam tak mampu lagi untuk berkata-kata mendengar ucapan Bram yang membuat hatinya begitu hancur tak berbentuk lagi.

Sedangkan di ruangan Clara.....

"Kau harus bisa meyakinkan orang tua Bara dan Bram bahwa ini akan berdampak sangat buruk untuk kondisi Bara, semoga saja dengan kekuatan cinta mu mereka bisa memahami Lil". Ucap Clara seraya menggenggam erat tangan Lila.

Lila masih tertunduk bingung hendak apa yang bisa ia katakan pada keluarga Bara, terlebih Bram yang ia tau sangat keras kepala dan tak mau di bantah.

"Lil... Kita tak punya waktu lagi.. Perawat sedang melepas alat bantu di tubuh Bara... Kau harus segera kesana... Tenang... Aku akan mendampingi mu... Segala kemungkinan buruk sudah ku jelaskan pada mu, kau tentu tak mau melihat pria mu menjadi mayat hidupkan?". Cerocos Clara yang menyadari keraguan Lila.

"Ayo... Kita harus ke ruangan Bara, aku yakin Marisa pun sudah ada di sana". Ucap Clara lalu menggenggam tangan Lila mengajak ke ruangan Bara.

"Bram... Tunggu!". Teriak Lila seraya berlari memeluk Bara yang sudah hampir keluar dari ruangan.

"Apa yang kau lakukan! Jangan bertindak ceroboh seperti ini!". Sentak Lila menatap tajam Bram.

"Singkirkan tubuhmu! Aku dan papi mami sudah siap membawa Bara ke london!". Sentak Bram yang sudah tak bisa lagi menahan emosinya sejak tadi.

"Bram... Tunggu... Dengarkan dulu penjelasanku akan dampak dari tindakan mu ini". Sela Clara menghadap langsung dengan tubuh Bram.

"Kau bisa membunuh adik mu sendiri jika kau tetap membawanya sekarang! Ini menyangkut nyawa Bara! Jika kau tak mau mendengarkan perkataan ku! Jangan menyesal karena tindakan mu ini!". Ucap Clara penuh penekanan di setiap kalimatnya.

"Hentikan omong kosong mu! Aku dan keluarga ku tau apa yang terbaik untuk Bara!". Ucap Bram tak kalah tegas dari Clara.

"Singkirkan dia dari tubuh Bara". Titah Bram pada anak buahnya sambil menunjuk Lila.

"Tidak Bram... Tidak... Jangan bawa Bara pergi Bram... Aku mohon...". Tangis Lila seraya menangis di bawah kaki Bram memohon.

"Lepaskan kaki ku Lila!!". Bentak Bram sambil berusaha melepaskan tangan Lila dari kakinya.

"Tidak... Aku mohon jangan membawa Bara Bram, kau akan lebih menyakitinya!! Aku mohon Bram.. Fikirkan lah Bara!". Teriak Lila semakin kuat mencengkram kaki Bram.

"Aku bilang lepaskan kaki ku!!". Bentak Bram seraya mendorong tubuh Lila kuat-kuat hingga Lila tersungkur jatuh kelantai.

"Jika kau tetap menghalangi ku seperti Clara dan Marisa! Aku bersumpah tak akan pernah membiarkan Bara menemui mu dan menjadi milik mu!!!". Bentak Bram marah besar memandang Lila tajam lalu melangkah keluar ruangan dengan anak buahnya.

"Bram berhenti... Jangan bawa Bara pergi Bram!!". Teriak Lila menangis histeris.

"Lila... Sudah Lila... Sudah...". Sergah Clara memeluk Lila yang hendak bangkit mengejar Bram lagi.

"Baraaaaaaa........". Teriak Lila terduduk lesu menangis sejadi-jadinya.

"Sudah Lil... Sudah... Tenangkan dirimu.. Kendalikan dirimu". Ucap Clara turut menangis mendekap Lila.

"Tapi Ra... Bagaimana dengan Bara Ra... Bagaimana??? Kau bilang tindakan Bram akan membuat Bara semakin parah kan Ra...". Ucap Lila dengan rintih pedih hatinya menatapa Clara.

"Aku tau Lil... Aku tau... Maafkan aku... Kita sudah berusaha... Tapi kau tau bagaimana Bram kan?? Kita doakan saja semoga tuhan akan membantu Bara". Ucap Clara lembut dan menyeka air mata Lila yang sudah terlalu banjir.

"Ayo... Ikut aku...". Clara membantu Lila bangkit lalu mengajaknya ke apartemennya.

"Tunggu... Dimana Marisa". Clara tersadar sesuatu yang membuatnya menghentikan langkahnya saat akan keluar rumah sakit.

"Kau tunggu di sini ya... Jangan kemana-mana.. Aku segera kembali". Ucap Clara seraya mendudukkan Lila di kursi poliklinik lalu sedikit berlari meninggalkan Lila menuju ruangan Marisa.

Dan benar, ia mendapati Marisa sedang terduduk di samping sofa ruangannya sambil menangis tersedu.

"Mar... Marisa". Langgil Clara pelan. Marisa menoleh ke arah Clara dan berlari memeluk Clara.

"Maafkan aku Ra... Aku tak bisa menahan Bram untuk membawa Bara...". Ucap Marisa semakin terisak menangis di pelukan Clara.

"Sudah Mar... Sudah... Sebagai dokter kita sudah melakukan semampu kita.. Jangan salahkan dirimu...". Ucap Clara mengusap punggung Marisa lembut.

"Bram mengancamku akan menceraikan ku jika aku terus menahannya untuk membawa Bara ke london Ra... Aku tak berdaya... Maafkan aku". Ucap Marisa masih menangis.
Sempat menegang tubuh Clara atas tuturan sahabatnya, tak akan menyangka bahwa Bram akan sampai segitunya untuk mencapai tujuannya.

"Sudah... Sudah... Lebih baik kau ikut aku untuk menenangkan hati mu... Ayo... Lila sudah menunggu kita di bawah". Ajak Clara melepas pelukannya dan menuntun Marisa untuk keluar dari rumah sakit.

Clara, Lila dan Marisa pulang ke aparmene Clara yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah sakit.

"Aku akan mandi, kalian bisa istirahat dulu". Titah Clara lalu meninggalkan Lila dan Marisa di ruang keluarga apartemennya.

Hanya keheningan dan suara isak tangis dari keduanya yang terdengar di ruangan tersebut, Marisa dan Lila masih setia dengan air matanya yang masih mengalir dari mata masing-masing.

"A.. Aku minta maaf Mar...". Ucap Lila akhirnya membuka pembicaraan.

"Untuk apa?". Tanya Marisa ketus.

"Jika benar apa yang kau katakan, bahwa Bara begini karena mencari ku". Ucap Lila menerawang pemandangan di hadapannya.

"Ya... Memang ini semua karena mu!". Sentak Marisa menatap tajam ke arah Lila.

"Kau terus menangis pun tak akan menyembuhkan Bara! Kau tau berapa lama Bara menahan sakitnya?! Dalam sakitnya dia terus mencari mu!!". Tutur Marisa marah.

"Ma... Maafkan aku Mar. Apa pun akan kulakukan untuk Bara, asalkan Bara bisa sembuh". Ucap Lila masih menangis.

"Harus! Kau memang harus melakukan sesuatu untuk Bara!". Ucap Marisa masih menatap mata Lila yang mulak menatapnya.

"Apa? Katakan Mar, katakan apa yang bisa aku lakukan untuk Bara". Ucap Lila antusias.

"Jauhi Bara.. Kau harus meninggalkannya.. Kau hanya membebani hidup Bara! Jauhi dan tinggalkan Bara!". Ucap Marisa penuh penekanan di setiap kalimatnya membuat Lila langsung menangis tak tertahankan mendengar ucapan Marisa yang membuatnya tak mengerti apa maksud Marisa memintanya untuk meninggalkan Bara. Sedangkan ia tau bagaimana cinta Bara untuknya dan bagaimana cinta Lila untuk Bara.

"Ji... Jika memang itu yang terbaik untuk Bara, aku akan meninggalkannya". Jawab Lila dengan sesenggukan tangisnya dan bangkit melangkah gontai keluar dari apartemen Clara.

"Maafkan cinta ku jika menyusahkan mu Bar... Maafkan aku". Ucap Lila dalam hati sambil terus menangis sepanjang jalan entah kemana arah kakinya akan melangkah.

"Mar... Lil... Kalian mau makan apa? Aku akan mema... Kemana Lila?". Tanya Clara kaget melihat Lila tak ada di apartemennya.

"Pergi". Jawab Marisa lirih.

"Kemana? Kau tak mencegahnya?". Ucap Clara khawatir lalu sibuk mencari ponselnya di dalam tas.

"Aku yang memintanya". Jawab Marisa membuat Clara menoleh ke arah Marisa dan menghentikan aktifitasnya.

"Kenapa? Apa yang kau lakukan Mar?!". Tanya Clara bingung atas tindakan Marisa.

"Aku benci padanya Ra... Dia mengacaukan semuanya! Dia membuat Bara dalam keadaan buruk! Membuat Bram akan menceraikan ku!". Teriak Marisa marah dan bangkit dari duduknya.

"Kau tak bisa menyalahkan Lila Mar!! Kau tau sendiri apa yang di inginkan Bara!!". Sentak Clara turut bangkit dari duduknya.

"Ya... Aku tau Ra.. Aku sangat tau! Tapi Bara tak akan seperti ini jika ia tak pergi dan bersembunyi seperti orang bodoh!!". Isak Marisa.

"Hentikan ucapan mu Mar!! Kau tak tau apa yang Lila rasakan sewaktu ia mengetahui orang yang ia cintai ternyata mencintai orang lain!!".

"Aku tau rasanya!!! Aku tau rasanya!!!". Tungkas Marisa marah.

Pppplllaaakkk....

"Aku muak dengan pemikiran mu Mar!! Kau tak bisa menyimpulkan ini sendiri!! Kau seorang dokter!! Berapa ratus pasien yang kau hadapi dengan pasien mu yang minta permintaan aneh pada mu!! Apa kau akan menyalahkan Lila?! Salahkan pasien mu!! Jangan salahkan Lila!! Kau sama hancurnya dengan Lila waktu itu, tapi kini berbeda Marisa!! Kau mendapatkan cinta Bram!! Sedangkan Lila?! Ia masih harus bertahan dengan keadaan Bara yang sekarat! Buta!! Sadari lah itu!! Jangan egois seperti ini!!". Ujar Clara panjang lebar membuat Marisa semakin terisak dan duduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Clara segera keluar dari aparmennya meninggalkan Marisa yang masih menangis untuk mencari Lila.

Hujan turun begitu deras, sedangkan gadis malang itu masih melangkahkan kakinya di bawah guyuran hujan membasahi tubuhnya. Dengan perasaan dan fikiran yang kacau Lila terus menyusuri jalanan.

"Lila... Lil!!!". Teriak seseorang dari arah belakang.
Lila menoleh dan menatap siapa yang memanggilnya.

"Arga..". Ucapnya lirih, tak tau bagaimana pandangannya tiba-tiba berubah menjadi gelap dan tak nampak apapun. Tubuhnya terasa melayang di bawah guyuran hujan.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 55.6K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
16.3M 638K 37
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
330K 4.6K 10
"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...
4.7M 34.6K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...