Dua Jantung Satu Janji Cinta

Par yehezkiel_Ferdyan

24.8K 722 58

Novel Romance Nextnya nih... Menceritakan tentang dua Pria kembar Yang tampan bagai dewa yunani yang jatuh ci... Plus

Kebersamaan
Camping 1
Camping 2
Selamat Datang
Jangan Pergi
Abstrak...
Kesendirian
Si Egois!!
Pulang ✈
Menghilang
Kemana?
Rahasia Tetap Rahasia
Will You Marry Me
Lila????
Percaya Kekuatan Cinta
Semakin Membenci!!
Wedding
Gelap...
Tangisan Perih
London
Tidur Panjang ..
Teruji Lagi.. lagi.. dan Lagi
Bara Hilang??
Kembalinya Mata Elang
Anggota Baru
Janji Cinta
Pelabuhan Terakhir
Pilihan Indah
Wujud Mimpi
Kehidupan Baru
Kevin!!
Bahagia dan Takut
Manja Labil
Two Baby Boy
Kehancuran 1
Kehancuran 2
Dendam Terbalas
Kekuatan Cinta Yang Sempurna

Aktifitas Baru

622 23 1
Par yehezkiel_Ferdyan

Mentari pagi telah menampakkan diri dan siap mengusik tidur umat manusia yang sedang menutup mata di atas tempat tidur masing-masing.

Si gadis mungil dan cantik menggeliatkan tubuhnya di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya dan mencoba membuka matanya menyesuaikan sinar matahari pagi yanh menyusup kedalam kamar melalui celah jendela kamar megah tersebut.

"Hhhooaaammmm... Uuuuggghhhh". Lila menguap dan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal-pegal. Mata indahnya terbuka sempurna dan seketika itu pula ia membulatkan matanya menatap keberadaannya yang asing baginya.

"A.. Aku dimana ini?". Ucap Lila bingung sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kamar tersebut.

"Koperku". Lanjutnya saat matanya menagkap sebuah koper tergeletak di dekat almari kamar itu.

Perlahan Lila turun dari tempat tidur lalu membereskannya serapih mungkin, dengan mendap-endap ia keluar dari kamar yang ia tempati semalam. Ia menganga melihat isi rumah yang begiti besar dan megah sekali, namun tak menemukan satu sosok manusia pun di gedung megah itu. Lila melangkahkan kakinya perlahan sambil terus mengedarkan pandangannya dan menatap satu buah bingkai foto berukuran sangat besar yang terletak di atas piano berwarna putih itu.

Lila mengerutkan keningnya nenatap gambar yang ada di foto itu.

"Sepertinya aku tak asing dengan wajah kedua pemuda ini". Gumam Lila pada dirinya sendiri sambil terus menatap gambar di depannya.

"Kau sudah bangun nona?". Suara seseorang dari arah belakang menbuatnya terperanjat kaget bukan kepalang lalu menoleh ke arah orang tersebut.

"Bar... Bara". Ucapnya tergagap melihat pria yang sedang tersenyum manis padanya.

"Aku Bram.. Bukan Bara". Jawabnya sambil mengacak rambut Lila gemas.

"Oh.. Ma.. Maaf Bram, kalian terlalu sama, jadi aku sulit membedakannya". Ucap Lila tertunduk.

"Iya.. Tidak apa.. Masih baru kenal... Wajar kok..". Ucap Bram lalu mengajak Lila untuk ke ruang makan.

"Pagi semua...". Sapa Bram yang lalu duduk di sebelah Bara yang sedang asik mengunyah makanannya.

"Pagi sayang.... Hey Lila... Duduklah". Ucap Andin lembut, Lila mnagnggukkan kepalanya lalu duduk di sebelah Marisa.

"Loh.. Ini bukannya dokter yang waktu itu mengobati luka ku?". Tanya Lila saat menoleh ke arah Marisa.

"Iya.. Bagaimana luka mu? Sudah sembuh?". Tanya Marisa dengan senyum manisnya.

"Sudah kok... Sudah tidak terlalu sakit juga untuk berjalan". Jawab Lila dengan senyum menggemaskannya.

"Oya Lil, kenalkan ini Mami dan Papi ku". Sela Bram mengenalkan orangtuanya.

"Oh hay tante, om". Sapa Lila lalu bangkit lagi dari duduknya dan menyalami Andin dan Albert.

"Hay cantik... Bagaimana tidur mu? Nyenyak?". Tanya Andin lembut.

"Tentu saja nyenyak, dia sampai baru bangun lebih akhir dari kita karena keenakan tidur". Sela Bara dengan nada dinginnya tanpa menoleh dan masih asyik dengan suapan nasi goreng ke mulutnya.

"Bara.......". Tegur Andin pada anaknya.

"Maaf ya tante, om... Aku bangun kesiangan, padahal kalau di rumah aku tidak seperti itu kok". Ucap Lila tertunduk sedih.

"Sudah... Tidak apa nak... Ayo makan sarapan mu". Ucap Albert lembut menenangkan Lila.

"Om... Tante... Marisa pamit untuk berangkat ke rumah sakit ya, takut terlambat". Ucap Marisa setelah semua selesai sarapan.

"Yahhh... Padahal tante ingin mengajakmu membuat kue sayang". Ucap Andin sedih.

"Eum... Lain kali aku janji akan menemani tante membuat kue". Ucap Marisa menenangkan.

"A.. Aku bisa kok tan buat kue, bunda sering memintaku untuk membantunya membuat kue". Sela Lila menawarkan diri.

"Sungguh? Oh baiklah kalau begitu, kau saja yang menemani tante. Dan kau Marisa, tante tetap akan menagih janji mu". Ucap Andin dengan nada yang di buat tegas.

"Siap tante... Aku janji. Baiklah aku pamit pergi duluan ya". Pamit Marisa setelah menyalami Albert dan Andin.

"Boleh aku mengantar mu?". Tanya Bara pada Marisa.

"Asal tak merepotkan mu aku mau". Ucap Marisa dengan nada bercanda.

"Tentu tidak. Ayo". Ucap Bara lalu bangkit dari duduknya.

"Oh ya Bar, nanti kau sekalian saja ke kantor papi ya, dan kau juga Bram, ada hal yang ingin papi bicarakan". Ucap Albert tegas tak terbantahkan.

"Baik pi". Jawab Bara dan Bram bersamaan. Setelah itu Bara pergi keluar rumah menuju mobilnya bersama Marisa.

"Kenapa bukan Bram yang mengantarku". Ucap Marisa dalam hati agak kecewa.

"Kau kenapa?". Tanya Bara saat dalam perjalanan.

"Hah?... Ah tidak". Jawab Marisa sambil tersenyum.

"Ada yang kau fikirkan?" Tanya Bara lagi dan menatap Marisa sebentar.

"Eum.. Hanya masalah pekerjaan". Ucap Marisa berbohong.

"Kau tak pandai berbohong dok, aku mengenalmu sejak kecil". Tungkas Bara dengan senyumnya.

"Jangan sok pintar tuan es". Cibir Marisa sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil.

"Bukan sok pintar, tapi aku memang pintar, bahkan mungkin lebih pintar dari mu bu dokter". Balas Bara dengan nada angkuhnya.

"Ya.. Ya.. Ya... Terserah kau saja tuan kutub utara". Ucap Marisa lagi yang membuat keduanya tertawa renyah.

"Nah... Sudah sampai bu dokter, silahkan turun dan mengerjakan pekerjaan mu dengan baik ya bu guru". Ucap Bara sambil menunggu Marisa turun dari mobilnya.
Marisa hanya tersenyum lalu turun dari mobil Bara dan melambaikan tangan ke pada Bara.
Bara pun pergi meninggalkan Marisa menuju ke kantor papinya sesuai dengan pesan papinya sebelum pergi mengantar Marisa tadi.

"Cinta bertepuk sebelah tangan. Cih!". Dengus Bara dalam perjalanannya mengingat apa yang ia alami selama dirumah, terlebih mengingat yang ia alami semalam bersama Marisa.

Setengah jam Bara menempuh perjalanan menuju kantor AB Corp milik papinya. Saat sudah sampai Bara buru-buru masuk ke lift takut sudah terlalu lama ia di tunggu oleh papinya karena saat di parkiran ia melihat mobil Bram sudah terpakir rapih di samping mobil Albert.

Tok... Tok.. Tok....

"Masuk....". Sahut suara bariton dari dalam ruangan.
Bara segera masuk setelah mendapat izin dari sang pemilik ruangan.

"Maaf pi, aku terlambat". Ucap Bara saat sudah duduk di hadapan papinya.

"Bukannya memang itu kebiasaan mu?". Cibir Bram yang duduk di sebelahnya.

"Sudah... Papi tak ingin banyak membuang waktu untuk perdebatan tak penting kalian". Sela Albert menghentikan perdebatan kedua putranya.

"Jadi begini, bulan depan kalian sudah menjadi wisuda, papi minta kalian bisa mewujudkan impian papi". Ucap Albert membuka pembicaraan, sedangkan kedua putranya masih diam tak bergemik mendengarkan dengan seksama kalimat apa yang akan di ucapkan Albert.

"Papi hanya bisa memberikan modal masing-masing untuk kalian 50 Milyar, yang papi mau. Kalian gunakan modal dari papi ini untuk membuat sebuah perusahaan yang harus kalian rintis sendiri dari nol seperti papi dulu. Terserah kalian mau menjadi pembisnis seperti papi atau kalian punya ide sendiri untuk menjadi pembisnis, yang jelas kalian bisa mewujudkan impian papi". Tutur Albert memberi penjelasan pada kedua putranya.
Bara dan Bram hanya mengangguk paham dengan apa yang di ucapkan Albert. Sedari dulu mereka memang sama-sama ingin menjadi bisnis man yang hebat seperti papinya.

"Jika aku ingin membuat perusahaanku tapi tidak di indonesia? Apa papi tetap mengizinkan?". Tanya Bara menatap Albert.

"Kenapa kau tak ingin merintis perusahaanmu di indonesia?". Tanya Albert menatap Bara.

"Aku ingin membuat perusahaan yang sesuai dengan keinginan ku, dan sepertinya jika untuk mewujudkannya tidak bisa di indonesia. Mengingat bahan utama yang aku inginkan tak ada di indonesia". Ucap Bara menjelaskan alasannya.

"Jika itu, kau lebih baik tanyakan dulu pada mami mu". Ucap Albert akhirnya.

"Kalau kau Bram?". Tanya Albert beralih pada Bram.

"Aku akan buat di kota aku lahir pi, supaya bisa di jangkau dan tak repot". Jawab Bram santai namun penuh keyakinan.

"Baiklah... Papi rasa hanya itu yang papi ingin bicarakan pada kalian. Selebihnya papi akan minta bantuan dari orang kepercayaan papi untuk membimbing kalian". Ucap Albert, Bram dan Bara akhirnya keluar dari kantor Albert menuju mobilnya.

"Setelah ini kau mau kemana Bar?". Tanya Bram saat hendak masuk ke dalam mobil.

"Aku ingin pulang saja Bram... Tubuhku terasa kurang enak, kau sendiri mau kemana?". Tanya Bara balik.

"Eum... Sepertinya aku ingin ke ruma Kevin dulu". Jawab Bram yang di tanggapi anggukkan kepala dari Bara lalu mereka melajukan mobil masing-masing meninggalkan gedung pencakar langit itu.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Who Am I? Par Irys

Roman d'amour

477K 45.2K 28
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
5.2M 281K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
SECOND Par FLO

Roman d'amour

349K 31.1K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
326K 4.5K 10
"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...