Hanami | TELAH TERBIT

By Afnansyhrn

35.1K 6K 3.6K

Rantaian kisah berbagai rasa antara dua orang manusia yang dipertemukan karena 'Insiden Buah Talas'. Nada, se... More

Bogor Kota Hujan
Tuan Talas (1)
Tuan Talas (2)
Bantu Aku!
Gugup
Kau Kenapa?
Doclang
Nada, Kau Kenapa?!
Duniamu
Cemas
Keluarga
Tetap Semangat!
Cerita dan Rahasia
Obasan! (Nenek)
Rumah
Halo Cinta!
Kamu
Jelas
Cepatlah!
Tidak Mungkin
Jatuh
Sudahlah
Kebahagiaan
Nenek (1)
Nenek (2)
Kehabisan Akal
He Said
Doshite? (1)
Lucu
Doshite? (2)
Shut Up!
Stay Here
This is Love, Isn't it?
The Truth
Osaka Jo dan Nenek
Pengumuman!

Isshoni

613 90 41
By Afnansyhrn

Terukir senyum bahagia dari wajah tampan seorang anak lelaki yang sedang membonceng Neneknya di sepeda. Begitu pun dengan wanita yang tak muda lagi namun masih terlihat cantik, ia terus tersenyum manis.

Hari ini bunga plum berguguran begitu indah, ditambah beberapa bunga Sakura pun mulai berguguran. Membuat suasana hati mereka berdua menjadi lebih bahagia. Terdengar kekehan kecil dari Taka. Nenek yang mendengar itu mengernyitkan sebelah alis matanya heran.

"Ada apa denganmu?" tanya Nenek sambil menepuk pundak cucu satu-satunya ini cukup keras.

Taka hanya tertawa renyah. Tidak menjawab pertanyaan neneknya itu sama sekali. Ia terlalu bahagia. Sampai sekarang ia tak percaya, seperti mimpi. Ternyata pertemuan dengan nenek benar adanya kini. Dan sudah seharusnya Taka mensyukuri itu.

"Kenapa tiba-tiba kamu mengajak Nenek keluar bersama?"

"Saya pikir sudah terlalu banyak waktu yang terbuang tak bermanfaat begitu saya tidak ada di samping Nenek. Sekarang, dan seterusnya saya ingin menghabiskan banyak waktu bersama Nenek," jawab Taka lembut.

Nenek yang mendengar jawaban itu langsung tersenyum haru, ia mengusap pundak Taka lembut.

"Nek....," panggil Taka masih sambil terus mengayuh sepedanya.

"Ya?" Nenek tersadar dari lamunannya.

Akhir-akhir ini Nenek sering melamun. Ada banyak pikiran yang mengganggu, dan hanya nenek yang tahu sendiri. Ia tak berniat memberi tahu siapapun termasuk cucunya sendiri. Karena ia takut pikirannya ini hanyalah sebuah prasangka semata. Nenek tak ingin membuat cucu satu-satunya khawatir. Ia ingin menikmati waktu bersama Taka dengan bahagia tanpa gangguan sedikit pun.

Sudah berapa tahun mereka tak berjumpa. Waktu itu nenek sebenarnya sudah merasa sangat putus asa. Ia kira ia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Taka. Tapi, ternyata tidak. Sudah ada beberapa tahun yang terbuang sia-sia tanpa hadirnya Taka di hidupnya. Satu tahun penuh lamanya nenek waktu itu mencari keberadaan Taka, karena merasa lelah ditambah usianya yang tak lagi muda. Nenek memutuskan untuk memberhentikan pencariannya. Setelah itu ia hanya pasrah pada takdir yang ada.

Namun semuanya berubah begitu Nada datang ke dalam kehidupan nenek. Entah bagaimana nenek pun tidak mengerti, ternyata Nada dan Taka saling mengenal baik satu sama lain. Nenek sangat berterima kasih pada Nada, karena berkatnya jugalah ia bisa bertemu dengan Taka, bahkan hingga berbaikan seperti ini. Nenek seperti memiliki dua cucu sekarang, nilai plusnya, kedua cucu nenek adalah anak baik.

"Nenek tidak kedinginan, kan?" tanya Taka terdengar cemas.

"Tidak, kamu bagaimana?" nenek tersadar dari pikirannya sendiri. Ia melihat ke arah punggung lebar Taka dari belakang.

"Saya? Tentu saja tidak! Ada Nenek di samping saya, jadi rasanya selalu hangat!" jawab Taka di iringi kekehan seperti anak-anak. Mungkin saat ini ekspresinya pun seperti anak kecil dengan jajaran gigi yang ia pamerkan.

"Anak ini, kamu belajar darimana merayu seperti itu?"

"Ini natural kok, saya punya bakat sepertinya di bidang ini," jawab Taka lalu tertawa lepas. Di ikuti dengan tawa Nenek.

Taka dan nenek terlihat sangat bahagia dan menikmati hidup. Seperti tak ada beban yang menempel pada pundak mereka walau sedikit pun. Rasa sakit, luka dan tangis yang sudah mereka lalui beberapa tahun yang lalu sirna seketika. Pengorbanan mereka berdua benar-benar terbayar. Kini yang tinggal hanyalah rasa syukur yang tak terukur besarnya, tawa dan juga bahagia.

"Sudah sampai," ujar Taka sambil memberhentikan sepedanya.

Taka turun terlebih dahulu dengan posisi kedua tangannya masih memegang kedua tang sepeda agar Nenek tidak terjatuh. Setelah itu Nenek turun dari sepeda dengan bantuan Taka.

"Indah," ucap Nenek takjub begitu melihat hamparan lapangan hijau dengan pohon bunga sakura yang hampir tersebar di setiap sudut dan tengahnya.

Semakin indah dilihat begitu angin lembut menjatuhkan satu persatu bunga Sakura dari pohonnya. Ya, berguguran. Dengan gerakan pelan layaknya sebuah film dalam mode slow motion. Membuat suasana semakin terasa damai dan dramatis.

"Akan lebih indah jika bisa melihat ini bersama Nenek setiap hari," ujar Taka lalu tersenyum manis. Senyum manis Taka terlihat semakin indah begitu bunga-bunga sakura berguguran di atas kepalanya dan jatuh satu persatu ke rambut hitam legamnya.

Taka senang melihat ekspresi wajah Nenek yang sangat ceria dan bersinar. Sangat terpancar dari kedua matanya yang memandang takjub tiada henti. Dan senyumnya itu membuat hati Taka merasakan kehangatan yang sudah menghilang beberapa tahun belakangan, sungguh Taka sangat bersyukur.

Tanpa banyak bicara Taka menggandeng tangan Nenek menuju ke lapangan bersamanya. Ia melihat ke arah tangannya yang menggenggam erat tangan nenek yang sudah tak lembut lagi seperti dulu. Tangan nenek kini terasa lebih kasar dan keriput. Sudah berapa tahun lamanya nenek mengalami masa-masa berat tanpanya? Ternyata bukan hanya ia saja yang merasakan masa sulit yang penuh dengan luka dan derita.

Dulu, tangan nenek terasa sangat lembut dan lebar. Kini tangannya yang sudah lebih besar mampu menggenggam tangan nenek sepenuhnya. Sudah berapa puluh tahun telah berlalu? Kini Taka sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Kedua mata Taka terlihat berkaca-kaca, ia buru-buru mengalihkan pandangannya dan semakin menggenggam tangan nenek erat dan hangat.

"Di sini bagus."

Taka menggelar tikar dan membantu Nenek untuk duduk di atasnya. Setelah itu Taka mengeluarkan beberapa makanan dan minuman dari keranjang piknik yang Nenek siapkan. Nenek terlihat masih senang memandangi sekelilingnya. Binaran kedua matanya terlihat sangat cantik, walau sudah tak muda lagi bagi Taka nenek tetaplah wanita tercantik. Apalagi hatinya, lebih dari cantik. Tapi, indah.

"Nenek!" panggil Taka manja.

Nenek akhirnya menoleh pada Taka. Ia tersenyum sambil mengusap kepala Taka lembut.

"Perhatikan saya juga dong! Ada yang ingin saya sampaikan pada Nenek!" Nenek tersenyum gemas.

Ternyata anak ini tidak berubah sama sekali, tetap manja dan kekanak-kanakan.

"Apa?" tanya Nenek sambil menggeser posisi duduknya semakin dekat dengan Taka.

Taka terdiam sejenak memandang wajah Nenek yang ternyata semakin tua. Kenapa Taka baru menyadarinya?

Lihat kedua mata sayu itu, kulit wajahnya yang mulai keriput. Kedua mata Taka mulai berkaca-kaca, ia memilih menundukkan kepalanya dalam-dalam. Hal ini membuat Nenek khawatir.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Nenek sambil berusaha melihat wajah Taka.

Taka segera membuang wajahnya lalu menyeka sesuatu yang tiba-tiba saja keluar dari kedua matanya. Setelah itu menatap Nenek dengan senyum manisnya.

"Maaf karena saya meninggalkan Nenek waktu itu. Terima kasih karena telah menyayangi saya dengan tulus. Saya sayang Nenek," tak menunggu waktu lama.

Setelah berkata seperti itu Taka memeluk tubuh Nenek erat. Nenek pun membalas pelukan erat itu. Nenek tidak bisa berbicara satu kata pun, ia sangat bahagia. Tangis bahagia datang pada kedua mata mereka.

"Saya akan menjaga Nenek. Saya janji."

Nenek mencoba menenangkan dirinya dalam pelukan Taka. Nenek pun melepas pelukan itu perlahan. Nenek menatap wajah Taka dengan senyum haru di wajahnya.

"Tidak perlu menjaga nenek, nenek ini wanita mandiri. Ingat itu! Nenek hanya ingin kamu menjaga rumah baru kamu dengan baik. Mengerti?" jawab Nenek sambil mengusap air mata Taka.

Sekarang Taka sudah tak terlihat seperti pria dewasa lagi. Kalau saja ada cermin di sini dan Taka melihat wajahnya sendiri di depan cermin, mungkin ia pun akan terkejut. Sangat kacau.

Walau tak mengerti maksud satu kalimat Nenek mengenai rumah baru. Taka tetap mengangguk mantap tanda bahwa ia mengerti dan siap menjalankannya.

"Berhenti menangis, kamu tidak malu apa?" Nenek mengangkat wajah Taka dengan kedua tangannya menyentuh kedua pipi Taka yang basah karena air mata.

"Ah, itu Nada!" pekik Nenek sambil melihat ke arah kanannya.

Taka buru-buru mengusap wajahnya. Lalu berhenti menangis. Nenek tertawa lepas begitu melihat perubahan ekspresi Taka yang sangat cepat itu.

Bahkan dihitung menit pun tak sampai, sangat cepat sekali. Taka menekuk bibirnya, Taka ternyata ditipu. Nenek jahil juga, ya?

"Bagaimana?" tanya Nenek tiba-tiba.

Taka menatap wajah Nenek tak mengerti.

"Apanya?" tanya Taka bingung.

"Perasaan kamu, dan perasaan dia. Apakah semuanya baik-baik saja? Nenek khawatir. Karena Nada tidak pernah menceritakannya pada nenek."

"Dia ... dia menyukai saya," jawab Taka malu-malu.

Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

"Sungguh?" tanya Nenek antusias.

"Iya!" jawab Taka mantap dengan wajahnya yang sudah seperti teko mendidih.

"Nenek senang mendengarnya. Lalu selanjutnya bagaimana?"

Taka melihat langit sebentar, seperti menerawang sesuatu.

"Saya akan ... akan ... akan melamarnya! Saya akan menikah dengannya!" jawab Taka mantap namun terburu-buru karena sangat gugup.

Nenek tersenyum lebar.

"Pria baik, kamu memang harus seperti itu. Kamu jahat jika hanya mengatakan perasaanmu tanpa berani mengambil langkah selanjutnya. Hati wanita itu bukanlah pelabuhan sementara. Jika kamu memang berniat serius padanya, kamu harus seperti itu. Begitupun jika tidak, kamu akan paham langkah apa yang harus kamu ambil. Nenek bangga pada kamu!" Nenek mengusap kepala Taka hingga rambutnya berantakan.

Taka hanya tersenyum malu.

"Kapan?" tanya Nenek tak sabar.

"Besok," jawab Taka.

Sekali lagi ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

"Kalau begitu Nenek akan ke kuil juga besok, Nenek akan berdoa untuk kalian berdua!" ujar Nenek antusias.

Taka tersenyum lebar.

"Sungguh? Maaf saya merepotkan."

"Apanya? Anak ini, masa di doakan tidak mau?"

"Iya, iya maaf. Saya hanya merasa saya sangat merepotkan. Untuk ke kuil, kan, Nenek harus berjalan jauh masuk kedalam, banyak tangga pula. Nenek cukup doakan saya di rumah saja!" jawab Taka panjang lebar.

"Tidak mau, tentu saja rasanya akan berbeda. Kamu tidak perlu khawatir, Nenek masih kuat, kok! Kamu meledek Nenek? Kamu kira Nenek tidak bisa jika begitu?" nada suara Nenek terdengar lebih tinggi.

"Iya, iya baiklah. Terserah Nenek saja, saya tidak bermaksud begitu, kok!" balas Taka dengan wajah menyebalkannya. Yang entah kapan tiba-tiba saja ada.

Nenek mencubit kedua pipi Taka sambil tertawa. Taka meringis kesakitan sambil terus memohon agar Nenek melepaskan cubitannya.




Bersambung.

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 175K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
418 57 30
Alinra dan Manusia Pluto Pengendali Pasir Alinra, itu gabungan nama seorang gadis Karena ia memiliki banyak panggilan spesial, mungkin. Alinra, si ga...
16.8K 269 18
Soal kehidupan banyak rasa. Kumpulan narasi ini hanya menjadi penyanding atas rasa yang tertoreh. Mewakili setiap rasa yang kini mencuat di relung ha...
1M 13.8K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...