Hanami | TELAH TERBIT

By Afnansyhrn

35.2K 6.1K 3.6K

Rantaian kisah berbagai rasa antara dua orang manusia yang dipertemukan karena 'Insiden Buah Talas'. Nada, se... More

Bogor Kota Hujan
Tuan Talas (1)
Tuan Talas (2)
Bantu Aku!
Gugup
Kau Kenapa?
Doclang
Nada, Kau Kenapa?!
Duniamu
Cemas
Keluarga
Tetap Semangat!
Cerita dan Rahasia
Obasan! (Nenek)
Rumah
Halo Cinta!
Kamu
Jelas
Cepatlah!
Tidak Mungkin
Jatuh
Sudahlah
Kebahagiaan
Nenek (1)
Nenek (2)
Kehabisan Akal
He Said
Doshite? (1)
Lucu
Doshite? (2)
Stay Here
This is Love, Isn't it?
The Truth
Isshoni
Osaka Jo dan Nenek
Pengumuman!

Shut Up!

499 98 18
By Afnansyhrn

"Obasan mau kemana ?"

Nada terkejut karena pagi-pagi seperti ini Obasan sudah rapi sekali. Obasan hanya tersenyum lebar. Walau dengan senyuman sederhananya Nada bisa merasakan kehangatan dari senyum Obasan, Nada pun ikut tersenyum.

"Saya boleh ikut?" tanya Nada sambil menatap wajah Obasan serius. Ia penasaran kemana Obasan akan pergi pagi-pagi begini.

"Kamu bukannya kerja?" tanya Obasan sambil memakai sepatu kulit berwarna cokelat tua miliknya.

"Kebetulan saya libur. Boleh, kan?" pinta Nada sambil memegang lengan kanan Obasan dengan ekspresi wajah yang manja. Kebiasaan Nada merajuk pada neneknya ternyata tak hilang walau ia sudah berumur.

"Sungguh tak apa? Saya akan ke kuil," jawab Obasan tenang lalu berdiri tegap sambil mengelus rok cokelatnya yang terkena tanah sedikit.

Nada terdiam sejenak seperti berpikir. Ke kuil? Berarti Obasan akan beribadah di sana. Sepertinya ada perkara serius, hingga sepagi ini Obasan ke kuil.

"Iya, tak apa. Tunggu sebentar," akhirnya Nada mengiyakkan. Ini akan menjadi pengalaman pertama baginya.

Nada segera berlari masuk menuju kamarnya. Obasan hanya berdiri diam menunggu Nada di luar. Wajah Obasan terlihat tidak seperti biasanya, murung. Penuh kesedihan.

Bahkan sepanjang perjalanan menuju kuil, baik Obasan maupun Nada sama sekali tak ada yang berbicara. Mereka berdua nampaknya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Obasan berjalan menatap lurus ke depan, sedangkan Nada sesekali melihat ke arah ponselnya.

Nada lihat wajah Obasan yang sedih, terlihat jelas dari kedua matanya. Tatapan sedih yang takut akan kehilangan seseorang. Nada sudah tak tahan melihatnya, ia ingin sekali menanyakannya.

Tapi, Nada rasa itu tidak akan berarti apa-apa. Percuma saja, ia menghela napas sambil menepuk kedua pipinya dengan telapak tangan. Nada tak ingin dikatakan terlalu ikut campur urusan orang. Bisa-bisa nanti salah bicara lagi.

Mereka berdua pun sampai di depan halte bus, tidak menunggu berapa lama bus sudah datang. Obasan dan Nada segera masuk ke dalam bus. Nada pun berjalan mengikuti di belakang, ia mempersilakan yang lebih tua untuk naik terlebih dahulu.

Di dalam bus pun tidak ada yang berniat berbicara. Hari ini bus sepi, hanya ada beberapa penumpang di dalam bus. Sekitar lima orang penumpang yang duduk maupun berdiri. Nada dan Obasan mendapat tempat duduk di belakang supir.

Nada duduk tepat di pinggir jendela bus. Kedua mata bulatnya tak berhenti melihat pemandangan jalanan kota Osaka yang terbilang cukup ramai. Obasan hanya menutup kedua matanya damai dan sesekali menarik napas panjang.

"Dua puluh lima menit lagi kita akan sampai, untuk ke kuil kita harus berjalan kaki. Tak apa, kan?" tanya Obasan sambil menatap Nada. Tiba-tiba ia berbicara pada Nada. Ia pun menoleh pada lawan bicaranya. Nada mengangguk tanda mengerti.

Tak terasa dua puluh lima menit pun berlalu. Mereka berdua turun dari dalam bus dengan hati-hati. Lalu berjalan berdampingan menuju kuil. Lagi, Nada melihat tatapan mata penuh kesedihan itu. Obasan sungguh aneh hari ini. Sepanjang jalan Nada memandangi wajah Obasan.

"Kenapa kamu terus memandangi saya?" tanya Obasan sambil melihat wajah Nada. Ia menyadari kalau sedari tadi Nada memandanginya begitu serius.

Nada salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya sambil nyengir.

"Ti ... tidak kok," jawab Nada kikuk masih sambil tersenyum canggung.

"Ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Obasan seperti tahu isi kepala Nada. Ya, sebenarnya ada banyak hal yang ingin Nada tanyakan. Hanya saja ia tak berani untuk mengutarakan. Nada menatap wajah Obasan bingung. Kenapa Obasan seperti membaca pikirannya?

Nada menggelengkan kepalanya cepat. Tidak, lebih baik tidak usah ditanyakan. Nada takut pertanyaannya nanti malah menjadi salah tafsir bagi Obasan, batinnya.

"Yasudah kalau begitu," ujarnya sambil melanjutkan lagi perjalanan.

Nada berjalan sambil melihat ke kanan dan kirinya, hari ini sangat ramai sekali. Karena hari ini akhir pekan.

Nada memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung jacket kucingnya. Jacket kesayangannya, dengan tudung lebar yang memiliki kedua telinga kucing. Seperti anak kecil? Tidak juga, ah. Nada tidak begitu peduli.

"Sejak kapan kamu dan Taka saling mengenal?"

Nada langsung melihat ke arah Obasan, kenapa Obasan tiba-tiba menanyakannya? Tidak tahukah Obasan? Anak menyebalkan itu sudah mengganggu Nada akhir-akhir ini. Yang benar saja?

"Itu ... hm, mungkin beberapa bulan yang lalu," jawab Nada sebenarnya enggan menjawab.

"Sudah lama, ya, sepertinya," ujar Obasan dengan senyum lebar di bibirnya. Ia menepuk-nepuk pundak Nada.

"Ah, tidak juga, kok, hehe," jawab Nada dengan tawanya yang terkekeh. Nada dan Taka memang belum lama bertemu. Tapi, memang rasanya sudah lama bertemu dan saling mengenal.

"Pasti anak itu sangat menyusahkan, ya? Terima kasih karena sudah menjaganya selama ini."

Obasan menepuk pundak Nada lagi lalu mengusapnya lembut sambil tersenyum. Nada mengangguk sambil tersenyum juga.

"Sampai sekarang bahkan saya masih tak percaya jika Taka sudah kembali. Ini seperti mimpi, hadiah yang sangat indah," ujar Nenek lembut.

Nada melihat wajah Obasan sekali lagi, lihat? Tatapan itu. Tatapan kesedihan itu mulai menghilang. Bahkan semakin tak terlihat begitu Obasan membicarakan Taka dan mengingatnya.

"Katakan padanya untuk tetap tinggal di sini," ujar Nada. Bisa dibilang permintaan.

Tiba-tiba saja perkataan itu keluar dari mulutnya. Obasan menghentikan langkahnya, ia menatap wajah Nada dalam sambil tersenyum haru. Kedua tangannya yang sudah keriput itu memegang kedua pipi Nada.

"Sekarang ia adalah pria dewasa. Bukan anak kecil lagi seperti dulu," jawab Nenek membuat Nada mengernyitkan keningnya tak mengerti.

Nada sekarang hanya terdiam sambil menatap wajah Obasan yang sangat dekat dengannya. Kenapa Nada merasakan perasaan aneh ini? Nada bisa merasakan perasaan Obasan juga. Ya, takut kehilangan. Mereka berdua terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan gerbang kuil.

Sesampainya di depan gerbang kuil, Obasan menyuruh Nada untuk pulang. Nada sudah memohon padanya, tidak apa jika Nada menunggunya di luar. Tapi tetap saja Obasan merasa tidak enak. Lebih baik Nada pulang dan beristirahat di rumah. Karena tidak ingin menjadi cucu yang durhaka, akhirnya Nada pun pulang dengan perasaan cemas di hatinya.

Ia mengambil ponsel di dalam kantung jacketnya, dan earphone tentunya. Lalu memasang kedua earphone berwarna putih di kedua telinganya. Nada berjalan santai sambil menikmati lagu yang ia dengar. Setidaknya dengan begini ia tidak merasa begitu cemas akan Obasan. Nada belum pernah melihat Obasan serisau itu.

Tiba-tiba langkahnya terhenti begitu melihat toko buku yang cukup besar. Ada Taka di sana, ia nampak bahagia sekali. Bersalaman dan memberi tanda tangan di secarik kertas. Lalu memberikannya pada salah seorang perempuan.

Nada mengerti, fans meetingkah? Nada lupa, Taka, kan, komikus. Nada tersenyum bahagia melihatnya seakan merasakan kebahagiaan Taka juga. Tanpa Nada sadari Taka melihat Nada yang tersenyum padanya dari kejauhan. Taka tersenyum simpul.

Trrt...trrt...

Telepon masuk, tanpa melihat siapa yang meneleponnya Nada langsung menjawabnya. Belum sempat Nada menjawabnya seseorang di sana sudah berbicara lebih dulu.

"Tetap di situ, jangan kemana-mana. Tunggu sepuluh menit lagi," pinta Taka.

Nada melihat layar ponselnya, anak ini....

Nada mematikan pemutar lagu dan segera memasukkan ponselnya ke dalam kantung jacket setelah mematikannya.

"Whoaa!" lagi-lagi jantung Nada seperti ingin meloncat.

Taka hanya tertawa renyah melihat ekspresi Nada yang menurut Taka akan semakin lucu jika ia terkejut. Karena itu Taka sangat suka mengangetkan Nada. Tiba-tiba ia sudah berdiri di samping kanan Nada. Sejak kapan Taka keluar dari toko buku? Apa dia punya jurus rahasia?

"Kamu mengagetkan saya lagi!" Nada mendengus kesal.

"Ayo ikuti saya!" Taka berjalan lebih dulu. Nada pun mengikutinya dari belakang.

Taka menghentikan langkahnya, hampir saja Nada menabrak punggung Taka yang lebar itu.

"Kenapa lagi?"

"Jangan berjalan di belakang. Di samping, di sini!" perintah Taka sambil menunjuk ke arah samping dengan bibirnya yang maju ke depan.

Nada menahan tawanya, tanpa banyak bicara Nada mulai berjalan di samping Taka dengan tetap menjaga jarak.

Nada menghela napas, "Apa lagi, sih?"

Taka menghentikan langkahnya lagi. Taka menekuk bibirnya. Benar, kan? Taka akhir-akhir ini berhasil membuat Nada selalu naik darah.

"Jangan terlalu jauh. Memangnya saya kenapa sampai kamu sejauh itu?"

"Eh? Biasanya juga memang begini, kok," jawab Nada enteng.

"Tapi sekarang saya tidak bisa kalau jauh dari kamu."

"Kamu ini benar-benar, ya!" Nada berjalan lebih dulu meninggalkan Taka.

Nada sudah benar-benar kesal sekarang. Ia meninggalkan Taka yang tidak percaya dengan tindakan Nada barusan. Baru kali ini Taka melihat Nada yang sekesal itu. Lucu sekali, Taka malah tertawa begitu Nada meninggalkannya.

"Apa-apaan sih anak itu," Nada mendumal sendiri.

Nada masih kesal, dadanya terlihat naik turun menahan emosi.

"Hei, kenapa meninggalkan saya!?"

Taka berlari menyusul Nada. Nada menatap Taka dingin, seperti ingin memberitahu jangan dekat-dekat. Menjauhlah.

"Kamu tahu tidak apa yang ada di pikiran saya sekarang?" tanya Nada tanpa melihat wajah Taka sedikit pun.

"Nani (Apa)? Beritahu saya!" ujar Taka semangat.

"Saya mencemaskan Obasan. Obasan terlihat sangat sedih hari ini."

Taka terdiam, "Sungguh?"

"Iya, dan kamu tahu?"

" Ya?"

"Itu semua karena kamu. Karena kamu yang kekanak-kanakan. Bisa tidak sih berpikir dewasa sejenak? Kamu bahkan tidak tahu jika Obasan takut kehilangan dirimu. Kamu tidak peka, ya? Benar-benar, deh. Kamu hanya sibuk dengan duniamu sendiri.
Bagaimana caranya kamu mencintai seseorang dengan caramu yang seperti ini huh? Kamu terus saja melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Ya, terserah. Lakukan saja sesuka hatimu!"

Nada menatap wajah Taka marah lalu berlari jauh meninggalkannya.

Kini Taka benar-benar tidak bisa bergerak sedikit pun. Ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Untuk berpikir pun Taka kesulitan. Memangnya Taka kenapa? Taka merasa ia baik-baik saja. Tidak ada yang aneh dengan dirinya. Tidak ada yang berubah dari dirinya. Ya ampun, benar-benar kacau.




Bersambung.

Continue Reading

You'll Also Like

170K 4K 4
Notes. Untuk pembelian PDF Original hubungi 082165503008 Admin Nana. Mayang Kania Putri, kehilangan masa depannya pada usia 17 tahun. Ia hamil dan d...
2.7M 85.2K 16
Carnation adalah bunga anyelir. Tidak. Aku sama sekali tidak menyukainya, tetapi tidak juga membencinya. Namun, aku akan menangis jika ingat kenangan...
2K 868 24
SELAMAT DATANG DI STORY KE DUA AKU GUYSSS JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TINGGALKAN JEJAK DI POJOK KIRI BAWAH DAN TINGGALKAN KOMENTAR DI KOLOM K...
16.8K 269 18
Soal kehidupan banyak rasa. Kumpulan narasi ini hanya menjadi penyanding atas rasa yang tertoreh. Mewakili setiap rasa yang kini mencuat di relung ha...