Hanami | TELAH TERBIT

Autorstwa Afnansyhrn

35.2K 6.1K 3.6K

Rantaian kisah berbagai rasa antara dua orang manusia yang dipertemukan karena 'Insiden Buah Talas'. Nada, se... Więcej

Bogor Kota Hujan
Tuan Talas (1)
Tuan Talas (2)
Bantu Aku!
Gugup
Kau Kenapa?
Doclang
Nada, Kau Kenapa?!
Duniamu
Cemas
Keluarga
Tetap Semangat!
Obasan! (Nenek)
Rumah
Halo Cinta!
Kamu
Jelas
Cepatlah!
Tidak Mungkin
Jatuh
Sudahlah
Kebahagiaan
Nenek (1)
Nenek (2)
Kehabisan Akal
He Said
Doshite? (1)
Lucu
Doshite? (2)
Shut Up!
Stay Here
This is Love, Isn't it?
The Truth
Isshoni
Osaka Jo dan Nenek
Pengumuman!

Cerita dan Rahasia

610 134 29
Autorstwa Afnansyhrn

       Pagi hari ini Nada dan Taka lari pagi di Lapangan Sempur. Nada terus berlari, kepalanya menoleh sebentar ke belakang. Senyum licik mulai terukir di bibirnya, Taka tidak terlihat, dasar lambat. Dengan santainya ia pun memperlambat larinya. Seluruh tubuhnya sudah dibasahi oleh keringat. Pantas saja, sih, Nada sudah berlari hingga tiga putaran, lumayan.

     "Kamu cape, ya?" tiba-tiba suara itu terdengar di samping kanan Nada.

     "Kamu!" Taka memang senang mengangetkan orang. Hampir saja Nada tersandung batuan kerikil di depannya. Taka yang melihat Nada kaget hanya tertawa seperti biasa.

     "Kamu, kan, masih di belakang tadi." Bela Nada karena sedari tadi ia tidak melihat Taka sama sekali. Nada pikir ia tertinggal jauh di belakang.

    "Itu, kan, tadi, sekarang tidak." Elak Taka sambil menjulurkan lidahnya meledek. Sangat menyebalkan!

    "Kamu licik." Dengus Nada kesal.

    "Tidak, kok, lagipula kamu terlihat cape. Makanya kamu jadi lambat." Sungut Taka tak mau kalah.

     "Tidak juga!" sanggah Nada sama tak mau kalah.

     "Kamu pikir saya akan menyerah? Saya akan terus berlari sampai apa yang saya inginkan tercapai," sambil menatap Nada meremehkan. Sejak kapan Nada ingin memukul wajahnya Taka? Ekspresinya itu benar-benar menyebalkan. Setelah itu Taka mulai berlari lagi meninggalkan Nada di belakangnya.

    "Menyebalkan," dengus Nada. Ia pun berlari kencang menyusul Taka.

🇮🇩🌺🇯🇵

     "Lari kamu kencang sekali," Nada duduk sambil meregangkan kedua kakinya.

     Lapangan sempur hari ini tidak begitu ramai karena bukan hari Minggu. Ini hari Rabu. Mereka berdua duduk di tengah lapangan rumput. Seperti dua anak hilang dengan cueknya mereka duduk santai sambil meregangkan kedua kaki. Sebentar-sebentar menarik napas, lalu membuangnya hingga beberapa kali.

     "Tentu saja! Saya keren bukan?" Taka membusungkan dadanya angkuh.

     Nada tertawa kecil mendengarnya. Taka memang seperti itu, bisa dibilang narsis tingkat tinggi.

    "Percaya diri banget, sih." Ceplos Nada meledek.

     "Itu harus, waktu saya SMP saya terkenal satu sekolah karena saya jago sekali yang namanya olahraga. Seperti lari, sepak bola, basket dan berenang. Nilai saya juga selalu bagus." Bukannya pamer, Taka hanya ingin berbagi sepotong kisahnya dulu pada kawan barunya ini.

      "Pantas saja," tidak heran ia cepat sekali larinya pikir Nada.

     "Kalau kamu bagaimana?"

     "Saya? Kalau SMP saya suka yang namanya berorganisasi. Saya pernah menjadi sekretaris OSIS. Lalu menjadi Ketua di salah satu ekskul. Saya juga selalu juara kelas." Kedua mata Nada melihat ke atas langit pagi yang berwarna biru cerah, ia tersenyum seperti mengenang masa-masa sekolah dulu.

     "Pantas kamu pintar. Kalau saya tidak begitu suka yang namanya berorganisasi." Jawab Taka sambil meraih sebotol air mineral di sampingnya lalu meminumnya.

     "Kenapa?"

    "Saya tidak terlalu suka yang formal. Terlalu banyak aturan, tidak bisa bebas."

    "Hahaha, saya mengerti. Waktu SMA saya juga tetap berorganisasi. Dan Alhamdulillah nilai saya juga selalu bagus."

     Nada tertawa mendengar jawaban Taka yang selalu jujur, itu memang Taka. Tidak suka hal-hal berbau formal. Sudah terlihat jelas, Taka memang orang yang sederhana hingga tak begitu sulit untuk menebaknya.

     "Kamu hebat! Kalau SMA saya hanya fokus dengan belajar, karena akan memasuki perguruan tinggi. Dan yah paling, ikut komunitas pecinta Manga dan Anime. Sampai akhirnya saya dan teman-teman satu hobi membuat studio bersama. Studio itu di rumah saya, sih."

    Nada terdiam sejenak, hobi Taka mirip dengan seseorang itu. Ya, ampun kenapa juga harus mengingatnya? Nada segera menghilangkan pikiran menyebalkan itu.

    "Keren! Kamu benar-benar seorang Otaku, ya?"

    "Banyak yang bilang, sih, begitu. Saya sendiri tidak ingin mengklaim diri saya sebagai Otaku. Itu hanya opini orang-orang terhadap saya. Terserah mereka."

     Taka memijat keningnya sambil tersenyum simpul. Kaus abu-abu yang dikenakannya sudah dibasahi dengan keringat. Begitu pun dengan rambut lebat hitamnya.

Nada mengangguk tanda mengerti.

    Taka lalu mengeluarkan ponselnya dari kantung celana miliknya, menyentuh layar ponsel dan memasukkan lagi ke dalam kantung celananya. Ia mengecek apakah ada telepon atau sms penting masuk. Beginilah nasib seorang pebisnis, di saat senggang pun tetap merasa sibuk.

    Mungkin bagi sebagian orang yang tidak mengerti, menjadi seorang pebisnis adalah pekerjaan yang paling santai. Itu bohong, tidak sepenuhnya benar. Setiap pekerjaan di dunia memiliki tanggung jawab dan resikonya masing-masing. Bukan begitu? Jadi, tidak ada satu pun pekerjaan yang santai di dunia ini.

     Nada baru sadar setiap orang yang melewati lapangan pasti melihat ke arah mereka berdua. Apa mungkin mereka berdua terlalu mencolok karena duduk tepat di tengah lapangan? Sudah seperti anak kecil yang ngotot duduk di tengah-tengah acara ulang tahun temannya.

     Tapi, siapa peduli? Nada kembali memfokuskan pandangannya pada Taka. Mungkin orang-orang memperhatikan Taka, bukan Nada. Taka memang sedikit mencolok. Ya, apalagi kalau bukan karena ia 'good looking'.

      "Oiya, kalau kamu tertarik. Kita bisa pergi ke Akihabara, Tokyo. Di sana itu tempat lokasi berkumpul yang populer bagi para otaku. Waktu saya SMA saya sering ke sana setiap akhir pekan atau liburan bersama teman-teman."

      Sambil bercerita tentang Akihabara, Taka tertawa kecil seperti mengingat masa-masanya ketika itu. Imajinasi Taka memang sangat bagus, terbukti. Setiap ia menceritakan kisah masa lalunya pasti akan selalu ada ekspresi dan emosi yang berbeda di wajahnya. Ternyata ia cukup manis juga, senang mengingat hal-hal dulu dengan penuh perasaan. Jarang Nada temukan pria seperti itu.

      "Jauh, tiga hari lagi saya akan ke Osaka. Bukan ke Tokyo."

      Jawab Nada sambil berhenti berpikir dari lamunannya. Ia memijit kedua lututnya yang mulai terasa pegal.

   "Kamu ke sana dengan siapa?"

    "Dengan panitia penyelenggara dan peserta lainnya."

     "Berapa lama kamu di sana?" tanya Taka seperti seorang penyelidik.

    "Hm, sekitar tiga bulan. Dari bulan Februari hingga April."

    "Sungguh?" kedua pupil mata Taka terlihat membesar, sunggingan senyum terlihat di ujung bibirnya.

   "Iya."

     Taka tersenyum lebar, lagi. Senyum penuh arti yang hanya ia mengerti seorang.

  "Ada apa memangnya?"

   "Iie (Tidak)."

    "Taka! Selama dua bulan itu kamu kemana saja? Kamu ini sangat menyebalkan! Padahal waktu itu kamu yang ngotot sama saya, harus selalu menghubungi kamu. Tapi nyatanya, malah kamu yang tidak bisa saya hubungi."

    Taka tertawa renyah mendengar omelan Nada.

    "Maaf, selama dua bulan itu ada urusan bisnis yang memang benar-benar tidak bisa saya tunda. Saya tahu kamu menghubungi saya, tapi saya tidak bisa menghubungi kamu kembali. Saya benar-benar sibuk, bahkan jumlah sms dan telepon dari kamu lebih sedikit jumlahnya daripada jumlah sms dan telepon dari klien-klien dan urusan bisnis saya."

    Nada tertawa, "Yasudah, tidak apa-apa. Saya mengerti. Oiya, di Osaka kamu punya saudara, kan?"

    Taka terdiam, matanya seperti menerawang.

    "Ada," jawab Taka singkat tidak seperti biasanya.

    "Banyak dong?"

    "Hanya satu, sisanya meninggal ketika di zaman perang."

    Nada langsung melihat ke arah Taka, Taka hanya menundukkan kepalanya.

   "Siapa? Kalau boleh saya tahu?"

    "Nenek, Ibu saya adalah anak satu-satunya Nenek."

    "Nenekmu tinggal sendiri di Osaka?" Nada terkejut.

    "Iya, tapi saya tidak khawatir. Karena dia adalah perempuan yang kuat dan mandiri. Lagipula nenek di sana sangat dekat dengan para tetangga, sudah seperti saudara."

    "Kenapa kamu tidak tinggal di sana bersama Nenek? Kamu pasti tidak akan merasa kesepian."

   "Saya tidak bisa."

    "Maksud kamu?"

    "Saya tidak bisa," ucap Taka mengulangi jawaban yang sama. Setelah itu ia bangun dari duduknya.

    "Nada, saya pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."

     "Wa'alaikumsallam."

      Nada duduk terdiam memandangi punggung Taka yang semakin kecil. Ia berlari pulang. Apakah pertanyaan Nada salah? Atau mungkin itu mengganggu Taka? Nada hanya ingin tahu tentang dunia Taka. Ia tidak ingin melihat air mata Taka seperti kemarin.

    Kenapa Taka begitu sulit menceritakan semuanya? Mereka sudah bersahabat cukup lama. Bukankah sahabat boleh berbagi cerita dan rahasia?




Bersambung.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

2.1M 96.9K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
3.2M 175K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
170K 4K 4
Notes. Untuk pembelian PDF Original hubungi 082165503008 Admin Nana. Mayang Kania Putri, kehilangan masa depannya pada usia 17 tahun. Ia hamil dan d...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...