Hanami | TELAH TERBIT

By Afnansyhrn

35.2K 6.1K 3.6K

Rantaian kisah berbagai rasa antara dua orang manusia yang dipertemukan karena 'Insiden Buah Talas'. Nada, se... More

Bogor Kota Hujan
Tuan Talas (1)
Tuan Talas (2)
Bantu Aku!
Gugup
Kau Kenapa?
Doclang
Nada, Kau Kenapa?!
Cemas
Keluarga
Tetap Semangat!
Cerita dan Rahasia
Obasan! (Nenek)
Rumah
Halo Cinta!
Kamu
Jelas
Cepatlah!
Tidak Mungkin
Jatuh
Sudahlah
Kebahagiaan
Nenek (1)
Nenek (2)
Kehabisan Akal
He Said
Doshite? (1)
Lucu
Doshite? (2)
Shut Up!
Stay Here
This is Love, Isn't it?
The Truth
Isshoni
Osaka Jo dan Nenek
Pengumuman!

Duniamu

757 174 55
By Afnansyhrn

    "Halo, Assalamu'alaikum," terdengar suara yang cukup memekikan telinga. Nampaknya tak asing, suara ini. Suara siapa, ya?

   "Halo, Wa'alaikumsallam. Siapa?" Nada pun memberanikan diri untuk menjawabnya walau ada sedikit ragu. Sapaan itu sedikit mengganjal. Entahlah.

   "Kamu tidak menyimpan nomer saya?" jawab suara itu dengan entengnya.

   Nada diam sebentar seperti berpikir. Rasanya ia kenal suara ini. Nada lihat ke layar ponselnya, Taka? Ini, Taka? Si Pria Talas yang Aneh itu? Yang benar? Nada tidak salah orang, kan?

    "Ta-Taka?!" Nada terkejut bukan main. Bahkan hingga ia menjatuhkan buku-buku tebal nya di atas meja. Ia bangkit dari kursi kerjanya di dalam kamar. Kedua matanya membulat dengan sempurna dan napasnya seakan tercekat di kerongkongan sana.

   "Iya, betul."

   Suara itu kini membuat kepala Nada pusing, apalagi ini? Lelucon? Ah, tidak mungkin! Hal seperti ini sama sekali tidak pantas untuk dijadikan lelucon. Nada menjauhkan ponselnya sebentar lalu ia menarik napas panjang.

   "Saya menyimpan nomer kamu kok, saya hanya terkejut."

   Nada menempelkan kembali ponselnya di telinga kanannya dengan jantung yang masih berdegup tak karuan.

   "Kenapa terkejut? Itu sudah menjadi hal yang biasa bukan bagi saya? Kamu sendiri bilang, saya penuh kejutan. Dan ini salah satu kejutan saya dari kesekian kejutan saya yang lainnya!"

    Dengan mudahnya Taka menjawab seperti itu. Tidak tahukah ia? Apa yang Nada rasakan sekarang? Ia seperti merasakan serangan jantung mendadak. Kini bahkan detakan jantungnya semakin berantakan. Kacau, seperti ada yang mengacak-acak di dalam sana.

   "Taka, saya serius."

    Baiklah, Nada akui ia mulai panik. Kini ia memijit keningnya pelan, ternyata pusingnya sampai ke sini.

   "Baiklah, maaf. Sabtu nanti kita ke Masjid Raya, mau tidak? Di sana ada obral buku, obat-obatan herbal dan merchandise. Di depan Masjidnya." Ajak Taka penuh antusias. Terdengar dari nada suaranya.

   "Masjid Raya Kota Bogor maksud kamu? Jalan Raya Pajajaran, Bogor Timur?" seperti meyakinkan Nada menanyakan kembali kebenaran tempat kunjungan mereka nanti.

   "Iya, tentu saja. Mau tidak?" terdengar kekehan Taka setelahnya. Ya, nampaknya pria yang satu ini tidak merasakan apa yang Nada rasakan saat ini. ia tenang-tenang saja dan santai. Mungkin memang pembawaannya juga.

  "Tunggu Taka, saya tidak mengerti. Ini maksudnya apa?" Nada shock begitu mendengar ajakan Taka.

   Bagaimana tahu Taka tentang Masjid Raya? Jadi sebenarnya ada apa? Adakah hal yang Nada tidak ketahui? Sepertinya iya.

   "Itu maksud saya, mengajak kamu ke sana," jawab Taka polos. Padahal jelas-jelas Nada sangat kebingungan saat ini. Sudah dibuat tak karuan, sekarang ia malah bingung.

   "Kalau besok memangnya tidak bisa?" tanya Nada lagi seperti ingin terus menggali. Jawaban apa yang sebenarnya pas untuk situasi saat ini.

   "Tidak bisa, setiap Jumat saya ada pertemuan dan lagi saya harus shalat Jumat." Taka menjawab pertanyaan Nada dengan tegas dan sangat jelas.

    Nada terdiam, hening. Hanya detak jantungnya yang terdengar. Seperti waktu itu, berdetak sangat kencang. Dan Nada berharap semoga Taka tak mendengarnya. Bahkan kedua mata Nada terasa panas, tidak menunggu lama setetes air mata jatuh. Lama kelamaan menjadi deras. Mengalir begitu saja, air mata kebahagiaan.

    Ia membungkam mulutnya sendiri dengan tangannya, tak ingin Taka mendengar tangisnya. Walau tangis kebahagiaan sekali pun. Tak ingin terus terbawa suasana, Nada menarik napasnya dalam-dalam, lalu menyeka air matanya. Jangan sampai ketahuan. Setelah merasa cukup tenang, ia pun memberanikan diri untuk berbicara lagi.

  "Kamu ... kamu ... kamu Muslim?" kalau saja Taka di sini. Ia pasti sudah melihat senyum kebahagiaan Nada.

   "Alhamdulillah, iya."

  Dengan penuh ketenangan Taka menjawabnya.

"Kamu serius?"

   "Iya, saya serius. Manusia bodoh macam apa yang mempermainkan agamanya? Saya serius Nada."

  "Sungguh?"

   "Berapa kali saya harus katakan? Saya tidak berbohong Nada. Percayalah pada saya."

  "Masyaallah."

  "Kemarin saya bilang sama kamu, saya ini penuh kejutan dan kamu setuju itu. Akan lebih mengejutkan lagi jika kamu tahu lebih banyak soal saya." Dengan percaya dirinya pria tukang lawak ini menjawab.

   "Tapi, kamu yang memberitahu sendiri, kan? Saya tidak memintanya. Apakah ini tidak mengganggu kamu?" ini pertama kalinya Nada bertemu orang yang sangat terbuka seperti Taka. Entah ia sadar atau tidak, terkadang ada beberapa hal yang tidak harus diketahui orang lain karena akan menyebabkan ketidaknyamanan.

   "Tidak, karena saya tahu. Kamu pun akan memberi tahu saya tentang kamu lebih banyak lagi. Saya ingin mengenal kamu, semuanya tentang kamu. Tentang dunia kamu juga." jawab Taka dengan tegas dan sangat berterus terang. Nada yang mendengar jawaban itu langsung merasakan kedua pipinya hangat.

DUG!

   "Kapan saya memberitahu kamu tentang saya?" sambil terus menelepon Taka, Nada memegangi dadanya yang semakin berdegup kencang. Bukan hanya tak karuan, tapi mulai kencang. Benar-benar kacau.

  "Kapan? Saya tidak tahu, kapanpun itu bisa terjadi." Lagi, dengan polosnya Taka menjawab. Kalau dibayangkan mungkin wajahnya menunjukkan ekspresi tidak tahu apa-apa dan kepalanya menggeleng.

  "Kenapa bisa?" Nada akhirnya memilih duduk di pinggiran tempat tidur karena kini kedua lututnya mulai terasa lemas. Bergetar seperti nenek-nenek renta.

   "Saya juga tidak mengerti, apakah hal itu mengganggu kamu?"

   "Itu-tidak haha. Santai saja, kita, kan, sahabat baik. Memang seharusnya saling mengenal satu sama lain." Nada, dengan sekuat tenaga berusaha menutupi salah tingkahnya.

   "Iya, saya pikir juga begitu."

   Hening kembali. Nampaknya kini mereka sedang berpikir, topik pembicaraan apalagi yang harus dibicarakan. Hingga akhirnya Nada mulai berbicara lagi.

   "Saya masih tidak mengerti, Taka."

   "Terkadang ada hal yang tidak perlu kamu mengerti dulu untuk mengetahuinya. Kamu hanya perlu merasakannya." Sejak kapan Taka menjadi sangat bijak? Perkataannya itu seperti kata-kata bijak seorang motivator atau penyair.

  "Merasakannya?"

  "Iya, kanzuru (merasakan)."

   "Saya tetap saja tidak mengerti." Nada memijat keningnya sambil menutup kedua matanya sekejap.

   "Karena kamu belum merasakannya, kamu hanya perlu merasakannya terlebih dahulu. Dan kamu akan tahu nanti."

   "I-iya."

   Nada mulai gelagapan. Rasa gugupnya semakin tak terkendali. Kenapa ia merasa ada sesuatu yang aneh? Tapi, apa ini? Inikah maksudnya merasakan?

   "Ingat janji kamu, ya? Kabari saya selalu tentang kamu, yah setidaknya kamu mau saya hubungi."

  "Eoh? Naze (kenapa)?"

   "Saya tidak tahu, saya hanya merasa harus melakukannya."

    Lagi, Nada semakin merasa perasaan aneh ini semakin mengganggunya. Apakah terlalu berterus terang ini sifat Taka atau ia hanya berusaha meledek Nada? Bermain-main dengan perasaan wanita yang bahkan baru ditemuinya beberapa hari yang lalu. Nada jadi berpikiran buruk, lagipula siapa yang tidak beranggapan seperti itu jika perkataan Taka terlalu berterus terang.

   "Tapi, kalau kamu merasa itu mengganggu tidak usah ditanggapi. Tidak apa-apa."

   "Sudah malam, Assalamu'alaikum."

   "Wa'alaikumsallam."

    Nada langsung melihat ke arah tumpukan komik yang Taka berikan padanya. Tiba-tiba saja kedua pipi Nada terasa sangat panas, ada apa ini? Nada melempar tubuhnya ke atas tempat tidur dan menutup wajah manisnya dengan bantal.

Sadarkah Taka akan perkataannya tadi? Apa maksudnya?

Nada, sadarlah! Tidak, kamu tidak boleh! Tidak boleh pokoknya!

Kenapa kamu merasa bahagia ketika mendengar kabar itu? Jelas sekali kamu bahagia!

Jangan berbohong, lalu buat apa tangis bahagia dan senyum itu hah?!

Taka, kamu itu.

Kejutan.

🇮🇩🌺🇯🇵

   Seharian ini Nada tinggal di rumah. Seperti biasa, tidak ada siapa-siapa selain Nada. Ayah dan Ibu bekerja, sedangkan adik lelaki satu-satunya berangkat sekolah. Alwi Al- Fikri, ia baru saja menginjak bangku SMA.

    Setelah selesai menyelesaikan pekerjaan rumah dan kewajiban lainnya Nada ingin bersantai. Ia duduk bersila di kursi teras rumahnya, ternyata bahagia itu sederhana. Nada tersenyum sambil menatap halaman rumahnya yang penuh dengan tanaman, Ibu Nada memang sangat menyukai tanaman. Ini bagus, karena membuat rumah tampak lebih asri dan tidak panas.

    Jadi ini dunianya? Batin Nada sambil membawa semua komik pemberian Taka. Ia taruh di atas meja dengan jus alpukat di sampingnya. Lumayan banyak, ada sepuluh komik. Tapi, kok, tidak seperti komik lainnya yang berseri-seri, bahkan hingga beratus-ratus. Kalau ini, satu komik saja sudah selesai. Untuk ukuran komik, bisa dibilang cukup tebal.

    Ada satu komik lagi, tapi masih dalam bentuk mentah. Nada taruh baik-baik di dalam sebuah file. Ia takut kertas-kertas itu bertebaran atau rusak. Lebih baik bacanya nanti saja. Yang sepuluh ini saja belum tentu langsung habis dibaca.

    Nada pun mulai membaca salah satu komik, dan ia merasa benar-benar seperti masuk ke dalam cerita yang ada di komik Taka. Padahal baru saja membaca sampai halaman ke lima. Terlihat senyum simpul di wajah manisnya. Selera humor Taka sangat bagus dan unik. Terlihat jelas dari perilaku dan obrolan mereka selama ini. Kepribadian seseorang memang mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya itu benar adanya.

    Nada tak berhenti tertawa membaca sebuah komik yang berjudul 'Only You'. Siapa sangka dengan judul yang seperti itu ternyata di dalamnya penuh dengan gambar dan dialog lucu. Ia melipat ujung bagian halaman atas komik dan berhenti sejenak. Haus juga, karena tertawa terus. Rasanya tenggorokan ini kering. Seperti musim kemarau.

   Nada meminum segelas jus alpukatnya sedikit, lalu mulai kembali membaca komik. Siang hari itu udara panas tidak begitu mengganggu. Udara panas di sekitar halaman tertiup oleh angin yang cukup besar, terdengar dedaunan yang jatuh dari pohon mangga di halaman rumah.

    Tanaman bergerak ke kanan dan ke kiri tertiup angin, seolah menari-nari. Sangat tenang dan damai, bahkan kendaraan pun tidak banyak yang melewati jalan depan rumah. Tidak ada suara bising yang mengganggu konsentrasi dalam membaca.

    Liburan yang sangat menyenangkan. Memberikan perasaan tenang, ia tersenyum sejenak sambil memandangi keadaan sekitar. Semua beban pikiran maupun pekerjaannya terlupakan walau untuk saat ini saja. Nada tetap bersyukur, alhamdulillah.

    Lima belas menit berlalu, Nada menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu ia melepaskannya dan menunduk, setetes air mata jatuh. Komik macam apa itu? Nada merasa sebal, karena emosinya begitu dipermainkan.

    Dari awal membaca ia dibuat tertawa, lalu akhirnya? Ia menangis. Memang ditambah Nada ini orang yang cukup sensitif.

Taka, kamu luar biasa!

Nada tersenyum lebar.

Jadi, ini duniamu? Apakah hanya ini? Aku ingin tahu semuanya, duniamu....







Bersambung.

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 18.9K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
2K 868 24
SELAMAT DATANG DI STORY KE DUA AKU GUYSSS JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TINGGALKAN JEJAK DI POJOK KIRI BAWAH DAN TINGGALKAN KOMENTAR DI KOLOM K...
418 57 30
Alinra dan Manusia Pluto Pengendali Pasir Alinra, itu gabungan nama seorang gadis Karena ia memiliki banyak panggilan spesial, mungkin. Alinra, si ga...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...