Fortunately

By CaptainBeaver

225K 11.5K 207

Hera merupakan salah satu mahasiswi dari Dosen yang bernama Leo yang memiliki sebuah usaha konseling bahasa... More

LEO [1]
HERA [2]
LEO [3]
HERA [4]
LEO [5]
HERA [6]
LEO [7]
HERA [8]
LEO [9]
HERA [10]
LEO [11]
HERA [12]
LEO [13]
HERA [14]
LEO [15]
HERA [16]
LEO [17]
HERA [18]
LEO [19]
HERA [20]
HERA [22]
LEO [23]
HERA [24]
LEO [25]
HERA [26]
LEO [27]
HERA [28]
LEO [29]
HERA [30]
LEO [31]
HERA [32]
LEO [33]

LEO [21]

5.5K 323 10
By CaptainBeaver

Perkiraanku akan pulang larut malam hari ini ternyata salah. Memang tadinya masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor, tapi berkat bantuan Adnan dan Nanda pekerjaan itu selesai lebih cepat dari deadline yang sudah ditentukan.

Tak terasa mobilku kini sudah berada di depan rumah Bunda. Aku membunyikan klakson dua kali. Tak lama kemudian keluarlah Keano dengan wajah acak-acakan dan dengan hanya mengenakan kaos oblong hitam dan celana boxer bermotif lambang pahlawan super yang mempunyai sayap tapi tidak dapat terbang. Batman, ya tepat sekali.

Begitu gerbang terbuka dengan sempurna, aku melajukan mobilku masuk sampai ke halaman. Aku mematikan mesin mobil dan turun.

"Malam No." Sapaku kepada Adik iparku yang terlihat baru lima puluh persen nyawanya yang terkumpul.

"Ng, malam Mas Leo." Balas Keano sambil mengangkat tangannya menyapaku.

Aku berjalan ke arahnya dan merangkulnya masuk ke dalam.

"No, Kakakmu mana?"

"Hah? Apa?"

"Kakakmu mana?"

"Oh... gak tau..."

"Kok gak tau?"

"Keano baru pulang dari sekolah Mas. Daritadi memang gak lihat ada Kak Hera."

"Jangan-jangan dia pulang."

Keano mengangkat bahunya. "Keano ke dalam dulu Mas."

Ya ampun, gadis itu ke mana lagi? Sudah kubilang jangan pergi kemana-mana sebelum aku menjemputnya. Kalau dia sudah pulang kenapa dia tidak mengabari? Gadis itu memang selalu bisa membuatku panik.

"Leo.... sudah pulang kamu Nak?"

Pikiranku teralihkan, melihat Bunda yang baru saja masuk ke ruang tamu membuatku langsung menyalaminya.

"Ayo kamu ganti baju dulu, di sini ada baju kamu kan?"

"Bun, Hera ke mana? Kok tidak ada?"

"Ah, Hera sedang keluar dengan temannya, ke...."

"Om Eyooooooooooooo!"

Iza tiba-tiba saja sudah menubrukku, disusul dengan saudara kembarnya juga Abangnya.

"Endong Om...." Pinta Iza dengan wajah memelas.

Aku tertawa melihat tampangnya, memang gadis kecil perayu. Lucu sekali dia. Kuangkat Iza ke dalam gendonganku dan kucium pipi gadis kecil ini. Ia mengalungkan tangannya di leherku dan memberikanku serangan ciuman di mana-mana.

"Om! Kok ija doang sih yang di cium. Kita juga mau." Irfan, sang Abang tertua angkat suara.

Aku kembali tertawa dan kali ini Bunda pun ikut. Segera aku mensejajarkan tubuhku dengan dua jagoan ini dan mengecup kedua pipi mereka.

"Om Eyo ayo main ama Ija!" Kara gadis ini histeris sambil menggoyang-goyangkan kakinya.

"Main apa sayang?"

"Kuda-kudaan!!"

- - - - - -

Aku mencoba menghubungi ponsel Hera berulang kali, tapi tetap saja yang menjawab hanya operator yang mengatakan bahwa ponselnya tidak aktif. Aku membanting ponselku ke atas sofa. Bunda yang duduk di sebelahku mengelus punggungku.

"Sabar Leo, sebentar lagi Hera pulang."

"Tapi ini udah jam delapan Bun!"

"Iya, Bunda tau Nak. Kita sabar aja ya."

Aku mendengus kasar. Ke mana perginya gadis itu. Kenapa tidak mengabariku dulu? Aku sudah bilang kan, jangan kemana-mana sebelum aku jemput. Kenapa dia selalu bertingkah konyol seperti ini sih?

"Ah itu, mungkin Hera." Kata Bunda kemudian.

Samar-samar aku mendengar suara deru mobil dari luar rumah. Mobil Hera sudah keluar dari bengkel? Setahuku mobilnya keluar lusa nanti.

"Ayo Yo ke depan." Ajak Bunda.

Aku beranjak dari kursi, berjalan menuju ruang tamu bersama Bunda. Aku berhenti begitu melihat siapa yang sedang berdiri bersama Hera di ambang pintu rumah. Orang itu menatap Hera dan membuatku ingin mencekiknya sampai kehabisan nafas.

"Ra baru pulang?" Suara Bunda menyadarkan mereka berdua. Bocah itu mengangkat wajahnya sementara Hera berbalik badan.

Hera terkejut bukan main, bukan karena melihat Bunda, tapi karena melihat keberadaanku. Bocah tengil yang berada di belakang Hera juga terkejut melihatku, tapi tak berapa lama, tatapannya berubah menjadi tatapan tak suka.

"Ah Tante, maaf, Kak Riana jadi pulang malam karena saya. Saya minta maaf Tan." Bocah itu berbicara sambil mendekat ke arah Bunda. Mengambil tangan Bunda dan menyalami Bunda.

Kulihat Bunda hanya tersenyum tipis dan mengangguk. "Lain kali kalau mau pergi bilang yang jelas ya Ra. Kami semua mencari kamu."

Hera melirikku, tentu aku balas dengan tatapan datar. Ia kembali menunduk dan memilin ujung bajunya. "Maaf, Bun..."

"Tan, itu bukan salah Kak Riana kok. Ini salah saya, saya mohon maaf Tan."

Lagi-lagi Bunda hanya tersenyum sambil mengangguk. "Ya sudah, Bunda ke dalam dulu ya Ra. Mari Nak?"

"Althaf Tan." Jawabnya dengan penuh keyakinan.

"Ya Nak Althaf, hati-hati pulangnya." Lanjut Bunda. Ia pun pergi meninggalkan kami bertiga.

Aku memandang mereka berdua dengan tatapan seintens mungkin. Bocah itu balas menatapku dengan pandangan meremehkan. Lalu dengan seenak jidatnya, ia memutar tubuh Hera sehingga menghadap dirinya.

"Maaf ya Kak udah bikin kamu dimarahin sama Bunda kamu."

Seseorang tolong bawakan plastik, aku mau muntah.

Hera mengangkat wajahnya dengan pelan, membuatku semakin tidak suka melihatnya.

"Aku pulang dulu, jaga diri ya, jangan sampai ada orang jahat di sekitar kamu." Usai mengatakan itu ia melirikku dengan pandangan meremehkan lagi. Tidakkah ia sadar bahwa ia akan menjadi mahasiswa didikanku nanti?

"Good night. Have a sleep tight."

Tak aku duga, bocah tengil itu meraih kepala Hera dan mengecup keningnya cukup lama. Ia tertawa setelah melepaskan ciumannya dan pergi sambil sebelumnya mengacak rambut Hera.

Duk!

Tanpa aku sadari, tangan kananku sudah mengepal dan memukul dinding yang berada tepat di sebelahku. Hera berbalik dan memandangku takut. Aku tidak peduli, sekali lagi lagi aku memukul dinding dan kali ini dengan kekuatan lebih besar dari sebelumnya. Aku pun pergi meninggalkan Hera yang masih mematung di depan pintu.

- - - - - -

Di dalam kamarnya, Hera sedang menangis tersedu-sedu, dan aku duduk di sofa di dalam kamarnya. Aku sempat ingin pulang ke rumah dan meninggalkan Hera di sini, tapi Bunda dan Ayah menyuruh kami menyelesaikan masalah kami di rumah ini. Aku benar-benar tidak ingin berada di dekatnya dulu, sungguh, bukan karena aku benci, tapi karena aku takut akan melukainya.

Aku memang orang yang jarang tersulut emosi, tapi jika emosi itu sudah dipancing keluar, aku sendiri akan sulit untuk mengontrolnya. Dan belakangan ini, gadis yang masih saja menangis di depanku sering memancing emosiku keluar.

Aku mengusap wajahku dengan kasar. Hera belum mengatakan apa-apa, dia hanya terus menangis sepanjang kami berada di dalam kamar ini. Aku tidak mau memulai duluan karena aku tidak mau kata yang tak seharusnya keluar, malah keluar tanpa kontrol.

Jujur, aku tidak pernah melihatnya menangis seperti ini. Aku tidak suka melihat wanita menangis, tapi untuk situasi ini, aku butuh penjelasan darinya.

Ah sudahlah, lebih baik aku pulang saja.

Aku beranjak dari sofa, hendak keluar dari kamar ini namun langkahku terhenti karena ia mengeluarkan suaranya.

"Mas...."

Baiklah aku akan berbalik. "Ada apa?"

"Mau ke mana?"

"Pulang."

"Aku ikut...."

Aku menggeleng. "Kamu di sini aja."

"Mas..."

"Kamu di sini aja ya."

Ia menggeleng, matanya bengkak dan wajahnya benar-benar kusam. "Aku gak mau di sini."

"Sudahlah, saya tidak mau berada di dekat kamu dulu. Biarkan kita berdua sama-sama berpikir apa yang terbaik!!!"

"Eleos! Eleos!"

Aku berbalik dan terus berjalan keluar, mengacuhkan panggilan-panggilan dari Hera. Bukan salahku kan kalau aku begini? Tidak salah kan kalau aku tidak mau sesuatu yang sudah menjadi milikku terbagi-bagi dengan orang lain?

BUK.

Suara dentuman keras terdengar dari arah belakangku. Secepat kilat aku menoleh dan berlari ke arah suara.

Oh astaga apa yang sudah aku lakukan?

"Hera bangun!!!!!" Aku menggocangkan tubuhnya, jantungku nyaris berhenti berdetak ketika melihat darah segar mengalir dari hidungnya. Tuhan, apalagi yang telah aku lakukan kepada gadis ini.

Seperti tersengat, aku menggendong Hera dan membawanya keluar untuk dibawa ke rumah sakit.

Maafkan aku, maafkan aku...

- - - - - -

Di sampingku duduk Bunda dan Ayah serta Keano yang sedang merasa cemas. Bukan hanya mereka, aku juga merasakan hal itu. Ini kedua kalinya aku membuat Hera tak sadarkan diri. Suami macam apa yang tega berperilaku seperti itu?

"Keluarga Nona Hera?" Seorang dokter keluar dari kamar periksa Hera.

Sekejap aku langsung berdiri, menahan detakan jantung yang iramanya tidak normal.

"Nona Hera hanya kecapekan, sepertinya daya tahan tubuhnya masih belum sempurna. Apa dia habis sakit?"

Aku mengangguk menjawab pertanyaan dokter itu.

"Oh pantas saja, dia masih belum terlalu sehat dan mungkin ada pikiran yang menganggunya. Dia punya penyakit darah rendah, jadi mungkin dia akan sering seperti ini kalau terlalu letih atau banyak pikiran."

"Tidak ada penyakit lain dok?" Tanya Ayah kemudian.

Dokter itu menggeleng. "Alhamdulillah tidak ada, pingsannya hanya terbawa dari darah rendahnya itu."

"Alhamdulillah, terima kasih dok." Ucap Bunda dengan perasaan lega.

"Salah satu dari kalian boleh masuk, tapi dia masih tertidur jadi jangan sampai membangunkannya." Pesan dokter itu lalu ia berjalan pergi.

"Yo, Bunda sama Ayah mau ke ruangan dokter itu sebentar ya. No kamu tunggu di sini saja. Biar Leo yang menemani Kakakmu ya." Kata Bunda kepadaku dan Keano. Kami berdua mengangguk, dan mereka berdua pun pergi ke ruangan dokter tadi.

"No, Mas masuk dulu ya." Pamitku.

Keano menjawab dengan anggukan. Aku segera masuk ke dalam. Menarik kursi yang ada di dekat bed rawat Hera dan duduk sambi memandangnya.

"Maafin Mas ya Ra...."

Aku meraih tangannya, membawa punggun tangannya agar dapat kucium. Tangannya cukup dingin dan rasa dinginnya mampu menembus tubuhku.

"Maafin Mas yang udah kasar sama kamu ya Ra."

- - - - - -

Hai, hai ^^

Aku nyelipin video di cerita ini nih.. Buat directioners pasti tau itu lagu apa, hehe.

Itu bukan lagu untuk part ini, cuma aku iseng aja naro itu video. Habis Niall sama Louisnya ganteng sih hahahahha >.<


Maafin Leo ya teman-teman kalau suka marah-marah gajelas. Maafin Althaf ya teman-teman kalau serasa jadi pho, huhu, doakan saja dia mendapatkan cewek yang baik jadi gak jadi pho lagi deh (haha apasih). Maafin aku juga ya kalau nulis cerita gajelas >.<


Semoga kalian tetap setia membaca kisah Leo dan Hera ini.


Keep vote and comment ya guys.


Terima kasihhh :D

Continue Reading

You'll Also Like

253K 38.4K 59
[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021
32K 3.1K 20
"Kesempatan lo cuma satu kali." "Dan gue nggak akan bikin lo nyesel karena ngasih kesempatan itu." •Sequel Once Again• One Chan...
16.6M 692K 40
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
21K 513 10
Tiba tiba foto mesum mu tersebar luas, sehingga kau di gugurkan dari kandidat Ketua BEM, mendapatkan gunjingan dan perkataan yang tidak enak di denga...