RATSEL

By ARLINADJULIAPERDANA

13.2K 6.6K 8.1K

"ᴴⁱᵈᵘᵖ ⁱⁿⁱ, ᵗᵉⁿᵗᵃⁿᵍ ˢⁱᵃᵖᵃ ʸᵃⁿᵍ ᵈᵃᵗᵃⁿᵍ ˡᵃˡᵘ ᵖᵉʳᵍⁱ." ••• Ini tentang Aleta-seorang gadis, belasan tahun. Di u... More

Prolog
1. Sea Lingga
2. Perjodohan
3. Black Eagle?
4. Angka 103
5. Masih belum ada rasa?
6. Hubungan
7. Aghisma Feri
8. Cecilia Company
9. Tentang jam itu
10. Danendra
11. Insiden
12. Sam atau Rando?
13. Memori Nando dan Aarav
14 Su jufe, debe morir
15. Teror
16. Kambuh
17. Bully?
18. Kematian Nayla yang mengejutkan
19. Sepasang kekasih yang mengerikan
20. Cemburu
21. Pembalasan
22. Sandra ketakutan
23. Amukan Gustira
24. Di rumah Sena
25. Pandu berulah
26. Ancaman dari seseorang
27. Siapa Alena?
28. Keributan
29. Kedatangan Alena
30. Alena, si ratu drama
31. Dibully lagi?
32. Bukti
33. Bahaya
34. Pengorbanan Feri
35. Durga
36. Terungkap
37. Ancaman Helena
38. Thania hamil?
39. Tanggung jawab
40. Alvaro menjauh?
41. Semesta yang suka bercanda
42. Celaka
43. Penyesalan Helena
44. Undangan
45. Arti Cinta sesungguhnya
46. Aryana Raskal Aldebran
47. Bertemu Feri
49. Paru-paru untuk Alena
50. Akhir dari segalanya
Epilog

48. Permohonan Aleta

199 84 264
By ARLINADJULIAPERDANA

Part 48 nya nih, happy reading<3

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya-!

Dua part menuju ending!

"Jangan pernah menjadi obat, untuk seseorang yang tidak mau sembuh."

***

"D-dok," Aleta memanggil dokter Nando lirih, napasnya masih tersengal-sengal namun tubuhnya sudah tidak lagi kejang.

Aleta masih bisa di selamatkan.

"Semua bukti udah Leta cari terus Leta simpen di ponsel. Om bisa menjarain dia secepatnya," ucap Aleta.

"Aleta, dengerin om. Fokus sama keadaan kamu dulu, jangan mikirin yang lain," balas dokter Nando dengan mimik wajah khawatir.

"Hari ini juga orang itu harus segera di penjara."

"Aleta mohon Om, penjarain pembunuhnya. Dia nggak bisa hidup bahagia di dunia setelah membuat Ayah Leta meninggal," ujar Aleta lirih.

"Ayah udah ngasih tau semuanya."

Dokter Nando mengerutkan keningnya, memberi tahu semuanya?

"Iya, Aleta. Tenang, ya? Om akan penjarain dia."

"Om ke polisi sekarang, buat laporan tuntuan biar Om Sam bisa mendekam di penjara," mohon Aleta dengan suara yang bergetar. "Aleta udah nggak kuat, semuanya sakit. Aleta nggak bisa berdiri bahkan nge gerakin tangan aja susah," gumam Aleta lirih.

Banyak selang yang menempel di tubuh Aleta bahkan Aleta masih memakai selang oksigen di hidungnya. "Aleta mohon, Om."

Nando memejamkan matanya, dadanya terasa begitu sesak. "Setelah Om pulang dari sana, kita obati penyakit kamu, ya?" pinta dokter Nando.

Tanpa banyak berfikir, Aleta langsung mengangguk.

"Om pergi dulu sebentar, kalo ada apa-apa langsung bilang ke perawat sama dokter yang ada di sini, oke?" dokter Nando berujar sambil tersenyum tipis.

Aleta mengangguk lagi.

Sebelum keluar, dokter Nando mengecup singkat kening Aleta. Dokter Nando sudah menganggap putri kandungnya sendiri, ia sangat menyayangi Aleta.

"Semuanya terasa begitu menyakitkan," lirih Aleta.

Aleta memejamkan matanya. Belum sempat Aleta tertidur, tau-tau Alvaro dan ketiga temannya sudah berada di sini.

"Queen, jangan tidur lagi," pinta Abian. Nada suaranya terdengar bergetar.

"Kita kangen sama lo, Aleta," jujur Ginjar. Membuat Aleta membuka kedua bola matanya sempurna.

"Ngeliat kondisi lo yang lemah kayak gini, buat hati gue sakit Aleta," tutur Alana. Tangannya yang kekar ia pergunakan untuk mengusap rambut surai Aleta lembut.

"Kita semua khawatir banget sama lo,"

"Maafin gue, gue udah banyak banget ngerepotin kalian," balas Aleta, bola matanya berkaca-kaca.

Alvaro mengusap pelan tangan Aleta, kemudian menggeleng. "Lo nggak pernah ngerepotin kita."

"Queen, kenapa lo nggak pernah ngasih tau ke kita, kalo lo kena leukimia sama gagal jantung?" tanya Abian nyaris tak terdengar.

"Kenapa lo nyembunyin ini semua dari kita?" Alana ikut bertanya dengan suara yang bergetar.

"Lo nggak percaya sama kita, ya? Sampe-sampe lo nggak pernah ngasih tau kondisi lo yang sebenarnya ke kita?" Ginjar ikut menimpali, ia susah payah menahan air matanya yang ingin keluar. Rasanya begitu sesak melihat kondisi Aleta yang lemah seperti ini.

Aleta menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak, gue percaya sama kalian. Gue cuma nggak mau buat kalian khawatir," balas Aleta lemah. "Gue cuma beban kalian," imbuhnya.

"Lo nggak boleh ngomong gitu! Lo bukan beban, lo harusnya bilang sama kita kalo lo sakit!" tekan Abian, wajahnya sudah penuh dengan air mata.

"Lo adik kita, kita sayang banget sama lo. Dengerin gue, lo pasti bisa sembuh," tekad Ginjar.

Mendengar perkataan Abian, dan Ginjar membuat hati gadis ini berdenyut ngilu.

"Gue udah nggak punya harapan buat sembuh," gumam Aleta. Membuat hati ke empat lelaki ini seperti tergores, begitu perih.

"Nggak boleh ngomong gitu Aleta. Lo nggak boleh pergi, pokoknya. Kalo lo pergi, nanti kita semua sedih lho," sahut Alana sembari tersenyum pedih.

"Apanya coba yang sakit, hm?" tanya Ginjar, nadanya terdengar berat.

"Semuanya terasa sangat sakit," jawab Aleta dengan kekehan lirih.

Mereka semua terdiam, Aleta menatap Alvaro yang sedari tadi menunduk. "Alva tau semua tentang penyakit gue," ujar Aleta. "Tapi gue bilang ke dia buat jangan bilang ke siapa-siapa."

Alvaro menatap retina mata sepupunya, air matanya sudah mengalir dengan deras. Tatapannya melemah. "Gue minta maaf, harusnya gue nggak ngejauhin lo pas hari itu. Harusnya gue temenin lo buat kemoterapi... tapi gue malah nyuruh lo buat nikmatin rasa sakitnya," balas Alvaro lalu terkekeh pedih.

"Gue ikut kemoterapi pun, belum tentu gue bisa sembuh," sanggah Aleta pelan.

"Tapi setidaknya kita udah usaha!" sentak Abian. Abian benci ketika Aleta–gadis yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri lemah, bahkan putus asa seperti tidak ada harapan untuk hidup lebih lama lagi.

Aleta terdiam lalu menatap mereka dengan tatapan memohon. "Gue boleh minta sesuatu sama kalian?"

Alvaro, Ginjar, Alana dan Abian mengangguk kompak. "Gue mau keluar sebentar, gue mau liat bintang. Gue bosen di sini."

"Boleh, tapi nggak sekarang," tolak Ginjar cepat.

"Kondisi lo sekarang itu jauh dari kata baik, queen!" kesal Abian.

"Gue udah baik-baik aja!"

Aleta menatap Alana memelas. "Alan, gue mau keluar. Gue mau liat bintang," rengek Aleta dengan isak tangisnya yang mulai terdengar.

Alana berjongkok di hadapan Aleta, kemudian mengusap air mata ketua Sea Lingga itu lembut.. "Cep, cep, cep. Iya, nanti kita liat liat bintang. Tapi lo berenti dulu nangisnya," ujar Alana, laki-laki ini merasa tidak tega melihat Aleta nangis.

"ALANA!" bentak ketiganya emosi. Membuat Alana meringis pelan.

"Gue nggak tega liat Aleta nangis," jujur Alana sambil mengambil kursi roda yang memang sudah di sediakan di ruangan ICU ini.

"Bantu copot-copotin selangnya, Alan." pinta Aleta sembari tersenyum lebar. Bola matanya berbinar menatap Alana penuh harap.

Alana mulai mencopotkan satu persatu selang yang menempel di tubuh Aleta, lalu membantu Aleta untuk duduk di kursi roda.

"Kondisi lo itu belum pulih Aleta!" desis Abian.

"Biarin aja, nanti juga pulih sendiri," balas Aleta santai.

"Gue mau ketemu Aluna, boleh gak?" Aleta menatap Alana penuh dengan harapa.

"Boleh dong, apa si yang nggak buat Aleta," jawab Alana cepat.

Ketiganya cengo menatap Alana dan Aleta yang perlahan keluar dari ruangan ini. "WOI, GUE IKUT!" teriak Abian ketika melihat Alana dan Aleta yang perlahan menjauh.

"Lo pada mau ikut kagak?" tanya Abian sambil menatap kedua temannya.

Alvaro dan Ginjar kompak mengangguk lalu segera berlari mengejar Alana dan Aleta, meninggalkan Abian begitu saja. "Gue yang ngajakin, gue juga yang di tinggalin," dumel Abian lalu ikut berlari.

"WOI TUNGGU!"

***

Aleta di bawa ke taman rumah sakit ini, langitnya sangat indah dengan banyak bintang yang bertaburan di atas sana. "Bintangnya akan tetap bersinar, meskipun kalah terangnya dengan bulan," ujar Aleta.

"Meskipun gitu, bintang akan setia bersinar dan menemani bulan saat malam tiba," balas Alana. Bibirnya melengkung membentuk senyum yang teramat manis.

Aluna Rinai Maheswara datang tergesa-gesa menuju Alana dan Aleta yang sedang menatap bintang penuh kagum. "Kak Alan!"

"Jangan teriak-teriak, Rinai," tegur Alana penuh perhatian pada adiknya.

"Hallo Aluna Rinai Maheswara," sapa Aleta pada Aluna.

"Hallo juga Aleta Naura Wijaya, Quennya Sea Lingga," balas Aluna diiringi kekehan kecil membuat Aleta tertawa ringan.

"Gue kangen banget sama lo, Aleta!" Dengan antusias, Aluna memeluk Aleta dikursi roda gadis tersebut.

"Gue juga, haha," Aleta melepaskan pelukannya sembari menatap Aluna yang sedang tersenyum lebar.

"Na, kalo gue pergi. Lo mau, kan, gantiin gue sebagai ketua geng Sea Lingga?" tanya Aleta serius.

Aluna langsung menghentikan tawanya sambil menatap Aleta terkejut. "Pergi ke mana?" tanya Aluna pura-pura tak tahu.

"Jangan ngomong gitu, Aleta!" teriak Ginjar yang tau-tau sudah ada didekat mereka.

"Gue cuma tanya," kekeh Aleta.

"Gue nggak suka pertanyaan lo itu!" geram Abian. Matanya mendelik sinis.

"Lo harus gantiin gue, Na. Jadi ketua Sea Lingga, dan jadi adik dari mereka," ujar Aleta sungguh-sungguh sambil menatap anggota inti Sea Lingga.

Aluna terdiam membisu, mendadak lidahnya terasa kelu.

"Jangan ngomong yang nggak-nggak Aleta, lo nggak akan pergi. Percaya sama gue," sahut Alana lembut.

Aleta tersenyum pedih, tinggal tunggu sebentar lagi. Maka dirinya akan segera pergi dari mereka, dari dunia menuju kehidupan yang abadi bersama sang ayah, oma, dan Feri di sana.

"Liat, bintangnya bagus banget!" tunjuk Aleta sambil menatap bintang dengan rasa bahagia.

"Kalo kalian kangen sama gue, kalian liat bintang di atas langit aja,"

"Gue bakal jadi bintang di atas sana yang sinarnya paling terang di antara bintang-bintang lainnya, bintang gue bakal bersanding di atas sana sama bintangnya Feri,"

"Jangan ngelantur kalo ngomong!" ketus Abian. Perasannya jadi bertambah tidak karuan setelah mendengar celotehannya Aleta.

Alvaro memeluk Aleta, air matanya keluar kembali. "Gue nggak mau lo pergi," bisik Alvaro. Dadanya terasa penuh sesak.

"Bantu gue berdiri, Varo. Gue mau meluk mereka juga," pinta Aleta.

Alvaro mengangguk, ia membantu Aleta untuk berdiri.

"Gue mau peluk kalian, boleh?" tanya Aleta sambil menatap anggota inti Sea Lingga penuh harap.

Ginjar dengan cepat memeluk Aleta, di susul oleh Abian, Alana, dan Alvaro. "Gue sayang kalian, kalian Abang-Abang gue yang terbaik," gumam Aleta.

"Na? Mau peluk juga?" tanya Aleta pada Aluna yang sedari tadi diam saja.

Aluna ikut memeluk mereka dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. "Sayang kalian banyak-banyak." Aleta berujar pelan membuat hati mereka terasa amat sesak, seperti ada yang meremas hati mereka semua.

****

Aleta sudah berada di dalam ruangan ICU sendiri, tak mau ditemani oleh Alvaro. Tapi, sepupunya itu tidak mau membiarkan Aleta sendiri. Maka, laki-laki itu memutuskan untuk tetap menemani sekaligus menjaga gadis itu dari luar ruangan ICU.

Perasaan rindu untuk Feri seketika menyeruak.

"Aku baru aja ketemu kamu, udah kangen aja."

Aleta menggenggam ponsel Feri erat. Ponsel yang ia titipkan pada Alvaro sebelum kecelakaan maut itu terjadi, juga sebelum Alvaro menjauhinya.

Gadis ini memutar salah satu pesan suara di ponsel Feri, Aleta yakin pesan suara itu berupa lagu dari Feri.

"Kini aku mengerti
Semua ini terjadi
Tak dipungkiri
Hanya kamu yang kumiliki,"

Ternyata benar, di pesan suara itu Feri mulai bernyanyi dengan suara yang indah.

"Bumi di kala sunyi
Kamu takkan sendiri
Aku disini menantimu kembali,"

"Andai saja, ku bisa, genggam tanganmu
Takkan ada kata rindu, di dalam hatiku,"

Aleta terdiam, ia merasa ada ribuan pedang menghantam hatinya secara bersamaan saat mendengar lagu yang dinyanyikan Feri dalam pesan suara itu.

Lagu ini, lagu kesukaan Aleta. Lagu yang berjudul Janji Setia. Lagu itu juga mempunyai makna yang begitu dalam, membuat Aleta sering kali mendengarkan lagu ini dengan perasaan yang begitu hanyut.

Maknanya ketika dikasih cobaan jarak, tempat, waktu, tapi tetap punya janji setia di diri masing-masing. Hubungan tetap ada, doa tetap sampai walau jarak memisahkan.

"Andai saja, ku bisa, genggam tanganmu
Takkan ada kata rindu, di dalam hatiku."

Dalam bernyanyi, Feri sudah tidak perlu diragukan lagi. Lagu yang dinyanyikannya terdengar merdu ditelinga Aleta, bahkan membuat hati gadis ini terasa damai hanya dengan mendengar nyanyian dari seorang Aghisma Feri Alamsyah.

Pada bagian reff lagu, Aleta ikut bernyanyi dengan suara bergetar, juga lembut.

"Tahukah dirimu, betapa diriku
Merindukan hadirmu, ada di sini
Percayalah kasih, jarak dan waktu tak mampu menghapus
Janji setia menjaga hati,"

"Hujan turun, mewakili hati
Terpa angin, gambarkan resahku
Namun kini pelangi
Datang menyinari, kita."

Dada gadis ini teramat sesak, buliran bening keluar dari ujung pelupuknya tiba-tiba.

"Merindukan hadirmu, ada di sini
Percayalah kasih, jarak dan waktu tak mampu menghapus
Janji setia menjaga hati," Aleta masih kuat untuk ikut menyanyikan lagu favoritnya ini, walah dadanya terasa amat sesak, dan air mata terus membasahi pipinya.

"Merindukan hadirmu, ada di sini
Percayalah, oh kasihku, jarak dan waktu tak mampu menghapus
Janji setia menjaga hati."

Aleta terkekeh sendu, setelah mendengar penutupan lagu yang dinyanyikan Feri, ia bertepuk tangan meriah. "Suara kamu selalu bagus, tapi yang ini... bagus banget, sampai buat aku nangis,"

"Lagu ini khusus buat kamu, cuma kamu yang boleh denger lagu ini. Karena kamu spesial di hati aku, gak ada yang bisa gantiin kamu pokoknya!"

Aleta terkekeh geli mendengarnya, walau hatinya berdenyut ngilu.

"Aletaa! Aku kangen banget sama kamu, aku sayang kamu Aleta. Kamu janji ya bakal setia terus sama aku, walau gimana pun nanti endingnya,"

Permintaan Feri dalam pesan suara itu berhasil membuat Aleta meremat baju pasien yang dikenakannya kuat.

"Dulu jarak yang misahin kita, tapi setelah kita ketemu. Bukan lagi jarak yang misahin kita, tapi Tuhan." Feri berujar pelan, sambil terkekeh hambar. Nada suaranya terdengar berat.

Aleta mendengar semua suara Feri yang terekam, bahu gadis ini bergetar hebat.

"Seakan semesta gak pernah restuin kita... semesta jahat, ya? Padahal, aku cuma mau bahagia sama kamu. Sesimple itu, tapi gak pernah kesampaian,"

Menutup mulutnya erat, gadis ini menangis begitu deras. Tapi, sekuat tenaga ia akan menahan isakkannya agar tidak ada yang mendengar.

"Feri... sekarang, bukan Tuhan yang memisahkan kita, tapi kematian,"

"Jarak kita semakin jauh, dulu jarak kita antara Masjid dan Gereja, kalung salib yang selalu kamu pakai di leher, dan tasbih yang selalu aku bawa ke mana-mana... aku ngerasa, kamu jauh banget sama aku waktu kamu pergi ke Gereja."

Aleta perlahan menggoreskan kukunya yang panjang pada pergelangan lengannya, dengan bibir bawah yang ia gigit untuk meredakan rasa sakit yang teramat di dalam hatinya.

"Sekarang, jarak kita antara aku di dunia dan kamu di akhirat... di alam ke abadian,"

Setelah menangis lega, ia memandang pergelangan lengannya yang terluka akibat goresan dari kuku-kuku tajamnya. Aleta tersenyum manis.

"Tapi, aku yakin banget. Kalo Tuhan itu baik, Tuhan pasti akan mempersatukan kita nanti di sana... di sana, gak ada lagi yang bisa misahin kita, Feri."

"Semesta jahat, tapi Tuhan selalu baik pada seluruh hamba-Nya."

****

Kalian tim mana nih?

-Tim Sad End

-Tim Happy end

Perasaan kalian membaca part ini?

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya! 💗

Tolong kalian promosiin+rekomendasiin cerita ini dong hihi, biar tambah banyak yang baca. Terimakasih yang sudah mau promosiin dan rekomendasiin cerita ini<3

Continue Reading

You'll Also Like

900K 66.7K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
584K 27.7K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
20.7K 2.2K 60
follow sebelum baca 🤭 Kelanjutan dari ACDP yang udah terbit •Belum direvisi• Jadi tolong dimaklumi kalau ada kata yang kurang nyambung dan salah ket...