RATSEL

By ARLINADJULIAPERDANA

13.2K 6.6K 8.1K

"ᴴⁱᵈᵘᵖ ⁱⁿⁱ, ᵗᵉⁿᵗᵃⁿᵍ ˢⁱᵃᵖᵃ ʸᵃⁿᵍ ᵈᵃᵗᵃⁿᵍ ˡᵃˡᵘ ᵖᵉʳᵍⁱ." ••• Ini tentang Aleta-seorang gadis, belasan tahun. Di u... More

Prolog
1. Sea Lingga
2. Perjodohan
3. Black Eagle?
4. Angka 103
5. Masih belum ada rasa?
6. Hubungan
7. Aghisma Feri
8. Cecilia Company
9. Tentang jam itu
10. Danendra
11. Insiden
12. Sam atau Rando?
13. Memori Nando dan Aarav
14 Su jufe, debe morir
15. Teror
16. Kambuh
17. Bully?
19. Sepasang kekasih yang mengerikan
20. Cemburu
21. Pembalasan
22. Sandra ketakutan
23. Amukan Gustira
24. Di rumah Sena
25. Pandu berulah
26. Ancaman dari seseorang
27. Siapa Alena?
28. Keributan
29. Kedatangan Alena
30. Alena, si ratu drama
31. Dibully lagi?
32. Bukti
33. Bahaya
34. Pengorbanan Feri
35. Durga
36. Terungkap
37. Ancaman Helena
38. Thania hamil?
39. Tanggung jawab
40. Alvaro menjauh?
41. Semesta yang suka bercanda
42. Celaka
43. Penyesalan Helena
44. Undangan
45. Arti Cinta sesungguhnya
46. Aryana Raskal Aldebran
47. Bertemu Feri
48. Permohonan Aleta
49. Paru-paru untuk Alena
50. Akhir dari segalanya
Epilog

18. Kematian Nayla yang mengejutkan

212 132 53
By ARLINADJULIAPERDANA

18. Kematian Nayla yang mengejutkan

****

Part 18 nya nih<3💗

Happy reading<3

"Tidak masalah jika terus tersungkur. Berdo'a lah dan bersyukur, karena Tuhan tidak pernah tidur."

****

Aleta dan Sela sudah berada di kantin, mereka sedang menyantap makanan yang mereka berdua pesan tadi.

"Sesil mana, ya?" tanya Aleta kepada Sela saat dia sudah memasukkan sesendok nasi goreng yang ia pesan tadi.

Sela berdecak sinis. "Ck, ngapain nanya Sesil si?!"

Aleta menatap, Sela dengan pandangan aneh. "Gue khawatir sama Sesil, dia tadi bilangnya mau nyusul."

"Udah lah ngapain si pake ngekhawatirin Sesil? Palingan juga dia di-buly sama Thania squad," cetus Sela.

"Di-buly?" tanya Aleta kaget.

"Iya dia di-buly. Lo pasti belom liat mading sekolah hari ini, ya?"

Aleta menggeleng, ia hari ini memang belum sempat melihat ada apa di mading sekolah.

Sela langsung menarik tangan Aleta, kemudian membawanya ke mading sekolah.

Aleta membelakan matanya saat sampai di mading sekolah dan melihat foto serta tulisan yang berada di mading sekolah itu, setelah itu Aleta merobek semua foto serta tulisan yang terpampang di dinding mading sekolah dengan cepat.

"Siapa yang nyebarin ini?" tanya Aleta kepada Sela saat ia sudah merobek semua foto dan tulisan yang menempel di dinding mading sekolah.

"Paling Thania sama temen-temennya," jawab Sela ketus.

Setelah mendengar jawaban dari Sela, Aleta lantas pergi dan ingin mencari dimana keberadaan Sesil. Sedangkan Sela dia masa bodo dengan Sesil, lalu kembali ke kantin untuk menghabiskan makanan yang tadi ia pesan.

Tidak sampai lima menit Sela sudah duduk di bangku kantin, kemudian Dewadaru dan Cakra datang menghampiri Sela.

"Sel, Aleta mana?" tanya Daru, setelah itu ia duduk di sebelah bangku Sela.

"Enggak tau. Nyari Sesil kali," jawab Sela enteng.

"Sel, lo yang nyebarin foto sama tulisan itu di dinding mading sekolah, kan?" tanya Cakra sambil menautkan kedua alisnya dan menatap Sela tajam.

"Gue enggak nyebarin. Gue cuma ngasih tau ke Thania kalo bokapnya Sesil itu pembunuh. Bokapnya itu udah bunuh Ayahnya Aleta." jawab Sela sembari memasukan bakso ke dalam mulutnya.

Dewandaru berdiri dari duduknya, napasnya memburu. Wajahnha terlihat khawatir.

"Gue cari Aleta dulu," kata Daru bergegas kemudian berlari keluar kantin mencari dimana keberadaan Aleta.

Cakra yang mendengar jawaban dari Sela sontak menggebrak kan meja yang di atasnya ada makanan Sela dan Aleta.

"Cakra, lo apa-apaan si?! Makanan gue masih banyak, jadi jatoh, bego!" hardik Sela, lantaran kesal karena makanan yang tadi dia pesan jatuh begitu saja mengenai tanah karena gebrakan dari Cakra.

"Lo yang apa-apaan! Lo ngasih tau Thania kalo bokapnya Sesil itu pembunuh. Lo tau? Thania langsung nyebarin di mading sekolah!" murka Cakra seraya menuding wajah Sela.

"Terus?" tanya Sela malas.

"Sesil di-buly abis-abisan di sekolah ini cuma karena tuduhan dari Om Sam kalo Bokapnya dia itu yang udah ngebunuh Ayahnya Aleta." tandas Cakra.

"Lo mau buat Sesil hancur?! Lo mau buat Sesil depresi karena di-buly?" tanya Cakra memelankan suara nya.

"Iya. Gue mau buat Sesil hancur, sehancur-hancurnya," jawab Sela sembari mengepalkan ke dua tangannya.

"Lo- ngomong sama lo cuma buat gue emosi. Mending gue cari Sesil," ketus Cakra lelah lantas pergi mencari keberadaan Sesil.

***

Aleta menemukan Sesil ternyata gadis itu ada di depan toilet, Sesil sedang bersama Feri entah apa yang mereka bicarakan, sampai Sesil tertawa karena ulah Feri.

Aleta terkejut saat melihat darah yang keluar dari hidungnya, ia menutupi wajah cantik nan bersihnya itu dengan rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan. Sehabis itu, ia berjalan memasuki toilet dan berharap semoga Sesil dan Feri tidak mengenalinya.

Aleta berhasil masuk ke toilet, dia menghela napasnya lega karena Sesil dan Feri tidak mengenalinya.

Aleta berdecak karena darah di hidung nya tidak henti-hentinya mengalir. "Ck, tumben banget darahnya gak berenti-berenti."

Aleta menatap dirinya di depan cermin yang berada di dalam toilet. "Lo kuat banget, gue bangga sama lo. Bertahan dikit lagi, ya," ujar Aleta pada dirinya sendiri, setelah itu dia menarik paksa ujung bibirnya membentuk senyuman.

Aleta tak sadar, air mata yang ia tahan sedari tadi muncul seketika. Kemudian gadis ini ke wastafel, mencuci wajahnya dan menggosok-gosok hidungnya secara kasar.

Gadis itu termenung saat mengingat kejadian tadi pagi, ia hampir saja ditabrak oleh mobil truk besar. Jika ia tidak menghindar, nyawanya pasti akan melayang saat itu juga. "Truk itu kayak sengaja mau nabrak gue... atau jangan-jangan," Aleta melanjutkan kegiatannya seperti tadi.

Lalu, ia menatap dirinya lagi di cermin. Aleta tersenyum manis melihat hidungnya yang sudah tidak mengeluarkan darah lagi kemudian segera keluar dari toilet.

Aleta mengedarkan pandangannya, ternyata Sesil sudah pergi. Semoga aja Sesil baik-baik aja pikir gadis itu.

Ketika Aleta berjalan menuju kelasnya sambil bersenandung kecil, Dewandaru datang menghampiri Aleta dan langsung memeluknya. Membuat gadis ini terkejut setengah mati.

Daru menguraikan pelukannya, ia menyungging senyum manis. "Gue nyariin lo dari tadi, Aleta Naura."

Gadis ini melepaskan pelukannya paksa, seraya melirik Daru sinis. "Apaan si lo Daru peluk-peluk? Gue kan udah bilang berkali-kali sama lo, jangan peluk gue, tubuh lo penuh kuman!" sentak Aleta kesal.

Daru hanya tertawa geli sambil menatap retina mata Aleta dalam. "Biarin, peluk tunangan sendiri ini."

Thania entah dari mana, gadis berwatak jahat itu datangnya langsung memeluk Daru dari belakang.

Daru melepaskan pelukanThania secara paksa dan menatap nyalang ke arah Thania. "Lo apa-apaan si?! "

Gadis bermarga Wijaya ini menatap Thania dan Daru yang ada di hadapannya dengan malas, ia membuka dan membaca pesan yang di berikan oleh Alvaro terlebih dahulu.

Alvaro: Nanti Mama gue jemput lo ke sekolah, setelah itu gue jelasin angka 103 itu dan gue yakin lo juga bakal paham.

Membaca pesan tersebut membuat Aleta diam-diam tersenyum tipis, kemudian gadis itu pergi meninggalkan Daru dan Thania dari sana menuju kelasnya saat mendengar bel masuk berbunyi.

***

Bel pulang berbunyi semua murid GOLD DIAMOND berhamburan untuk segera pulang ke rumah nya masing-masing.

Aleta sedang berada di depan sekolah dan mengotak-ngatik ponselnya, tiba-tiba saka ponselnya berdering, nama tante Sena tertera di layar ponselnya.

Andryani Sena Aldebran adalah adik dari ayah Aleta-Aryana Raskal Aldebran, yang berarti tantenya Aleta. Tante Sena adalah ibu dari Alvaro Kenan Aldebran.

Aleta langsung mengangkat panggilan handphone nya itu.

"Aleta?" panggil Sena saat panggilannya sudah tersambung.

"Kenapa, Tante?" tanya Aleta.

"Aleta, Oma Nay mau ketemu sama kamu sayang," jawab Sena dengan suara bergetar.

Anasya Nayla Aldebran adalah ibu dari Aryana Raskal Aldebran dan Andryani Sena Aldebran yang berarti omanya Aleta dan Alvaro.

"Bukannya Oma marah sama Leta, ya? Bahkan saking marahnya, Oma sampai bentak Leta," balas Aleta mati-matian menahan air matanya agar tidak turun.

"Aleta, enggak gitu sayang. Oma emang marah sama kamu, karena kamu lebih milih tinggal sama Mami kamu, Helena. Dari pada tinggal sama dia," jelas Sena parau.

Aleta terdiam kaku, lidahnya terasa kelu.

"Tante mohon, kamu temui oma, ya? Oma mau minta maaf sama kamu atas perlakuannya dulu yang bikin hati kamu sakit," pinta Sena dengan isakan yang terdengar di panggilan teleponnya.

Aleta menghela napasnya gusar. "Iya, tante, Leta mau ketemu sama oma."

"Tante seneng banget kamu mau temuin Oma. Nanti tante suruh Alvaro buat jemput kamu di depan gerbang sekolah, ya, Leta."

"Iya, tante," ucap Aleta.

"Iya sayang, tante matiin dulu, ya." Setelah mengatakan itu Sena langsung mematikan teleponnya.

Setelah panggilan teleponnya terputus, Aleta mengeluarkan earphone yang selalu ia bawa-bawa lalu memasang nya. Setelah earphone itu terpasang dia menyalakan musik dan memainkan ponselnya, dia membuka aplikasi instagram nya yang sudah lama ia tak buka.

Dua puluh menit kemudian, Aleta merasa kakinya pegal karena berdiri kelamaan.

Setelah itu ada satu motor yang mendekati Aleta. Ternyata orang yang mengendarai motor itu Alvaro.

Alvaro turun dari motor kesayangannya, ia menarik paksa earphone yang di pakai oleh Aleta.

Aleta terkejut karena ada orang yang berani menarik earphone nya, gadis itu membelakkan matanya saat melihat Alvaro menarik-narik earphone nya secara paksa.

"Jangan di tarik gitu. Nanti rusak," ujar Aleta menatap tajam ke arah Alvaro.

"Maap atuh neng, yaudah ayo ke rumah sakit," balas Alvaro lalu mengajak Aleta.

"Oma di Rumah Sakit?" tanya Aleta mengerutkan keningnya.

"Iya. Lo enggak usah banyak tanya, sekarang kita ke Rumah Sakit." Alvaro menuntun Aleta untuk duduk di jok motornya, sesudah itu Alvaro mengegas dan membawa laju motornya dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Oh iya tentang Thania sama angka--"

"Nanti aja bahasnya, sekarang kita ke rumah sakit, Oma butuh kita."

***

Tak sampai sepuluh menit motor yang di bawa Alvaro sampai di rumah sakit, Alvaro membantu Aleta untuk turun dari jok motornya yang tinggi itu.

"Ruangan oma di mana?"

"Ruangan renjana, nomer tiga puluh satu," jawab Alvaro.

Alvaro memakirkan motornya, lalu langsung berlari masuk ke rumah sakit dan Aleta yang berada di sampingnya.

Alvaro dan Aleta sampai di depan ruangan omanya, ia melihat ada Sena yang menangis sesegukan dan Ayahnya Alvaro- Askara Kenzi Aldebran yang menenangkan Sena agar berhenti menangis.

"Tante Sena?" panggil Aleta saat sudah berada di dekat tante Sena dan om Kenzi.

"Aleta? Alvaro?" panggil Sena dengan suara yang bergetar.

Alvaro mendekati ibunya lalu mengusap air mata Sena yang keluar terus menerus.

"Kata dokter keadaan Oma tambah parah," ujar Sena parau.

"Emangnya oma sakit apa, tante?" tanya Aleta dengan bahu yang bergetar menahan tangis.

"Oma kena leukimia stadium empat Aleta, hiks. Kata dokter, Oma juga kena penyakit sirosis hati, Leta."

"Dan sekarang, oma komplikasi," lanjut Sena pelan.

Jawaban yang diberikan Sena mampu membuat kedua insan berbeda kelamin itu terkejut, mereka berdua langsung memeluk Sena yang menangis dari tadi sementara Kenzi hanya bergeming di tempatnya.

Dokter yang menangani oma Sania keluar, mereka terpaksa melepaskan pelukannya dan segera menghampiri dokter itu.

"Dok, gimana keadaan oma saya?" tanya Alvaro pada seorang dokter yang menangani omanya dengan perasaan yang tidak karuan, ia takut omanya tidak bisa di selamatkan.

"Keadaan pasien bertambah parah. Kabar baiknya pasien sudah sadar dan pasien ingin bertemu dengan cucu-cucu nya."

Sena tersenyum lega, walau perasannya masih tak karuan mendengar bahwa ibu nya sudah sadar. "Aleta, Alvaro kalian mau nemuin oma kan?"

"Iya, Ma. Aleta sama Alvaro mau nemuin Oma," jawab Alvaro cepat.

"Ya sudah kemari, akan saya antarkan kalian kepada pasien," ujar dokter itu berjalan duluan lalu di susul oleh Alvaro, dan Aleta.

Lalu mereka sampai di ruangan Nayla. Dokter tadi bernama Rida memberi tahu pada Nayla bahwa Alvaro dan Aleta ingin menemuinya.

Nayla menolehkan kepalanya, melihat dokter Rida, Alvaro dan ada Aleta juga yang mampu membuat wanita berusia hampir 70 tahunan itu tersenyum lebar.

"Kalian dateng? Oma seneng banget kalian mau nemuin oma," ujar Nayla dengan suara yang lemah.

"Oma abis makan buah apel, kalian mau?" Nayla menawarkan buah-buahan yang ada di atas nakas samping brankarnya.

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Kalo ibu butuh apa-apa silahkan pencet tombol itu," pamit dokter Rida.

"Oma, kenapa gak bilang ke Ale kalo oma sakit?" Aleta bertanya pada Naya, dengan tatapan tak percaya juga suaranya yang bergetar.

"Kenapa oma juga gak bilang sama Alva?" tanya Alvaro menatap sendu ke arah omanya.

Nayla mengembuskan napas lelah, kemudian tersenyum lembut sambil memggenggam ke dua telapak lengan cucu-cucunya.

"Maafin Oma, ya? Kalian harus tau, oma itu sayang banget sama kalian. Maafin kesalahan Oma dulu ke kalian berdua, ya?" pinta Nayla dengan suara yang tersedat.

Permintaan Nayla langsung diangguki ke duanya cepat, raut wajah nereka berdua terlihat jelas sangat khawatir.

"Alva.. bantu oma,"

Napas Nayla memburu. Membuat air mata yang ditahan-tahan Aleta runtuh seketika.

Alvaro menggenggam tangan Nayla, sementara sebelah tangan Nayla digenggam erat oleh Aleta.

"Oma, ikutin Alva, ya?" pinta Alvaro parau.

"La ilahailallah," bisik Alvaro. Suaranya bergetar, bola matanya memerah. Laki-laki itu sekuat mungkin tidak akan mengeluarkan air matanya di hadapan Nayla, juga Aleta. Walau, rasanya begitu sakit.

"L-la ill-ahaila-allah." Nayla mengucapkan kalimat itu dengan terputus-putus. Seketika buliran bening dipelupuk Alvaro keluar dari ujung matanya.

Wanita yang sudah berumur tapi masih memiliki wajah yang awet muda itu menatap Aleta dan Alvaro yang sama-sama menangis tanpa suara.

"Kalian itu saudara. Harus s-saling percaya-a, harus saling menyayangi dan melin-ndungi," pesan Nayla dengan napas yang tersengal-sengal. Tidak menunggu lama, ke dua bola mata Nayla terbuka sempurna. Lalu, wanita itu menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit ini.

"OMA, BANGUN!" Aleta histeris, memeluk raga omanya yang sudah tak bernyawa.

Netra Alvaro membulat ketika melihat buah apel yang baru di gigit sekali oleh Sania keluar cairan hitam.

Cairan hitam keluar begitu deras dari mulut Nayla. Membuat gadis ini memeluk Nayla begitu erat. "OMA BANGUN!"

"DOKTER!" Alvaro berteriak kencang.

"Ada apa?" Dokter Rida bersama Sena tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Sania karena mendengar teriakan Alvaro terkejut.

"IBU!" Sena memekik histeris, ia melepas pelukan Aleta dengan Sania secara paksa. Kemudian memeluk sang ibu dengan tangis yang tak kunjung reda.

Tubuh Aleta linglung, dadanya teramat sesak. Untung saja, Alvaro langsung merangkul Aleta. "Alva, Oma... Oma beneran pergi ninggalin kita?"

Pertanyaan lirih keluar dari bibir Aleta membuat hati Alvaro seperti tersayat-sayat, dengan tangan yang terus merangkul Aleta ia ke tempat buah-buahan itu berada. "Buah ini ada racunnya,"

"Liat buat apel yang baru Oma gigit, buahnya langsung berubah warna jadi hitam begitu pun dengan mulut Oma yang keluar cairan hitam. Cairan itu racunnya!"

Sena menangis histeris sambil mendekap tubuh sang ibu yang sudah tidak bernyawa.

"Oma meninggal bukan karena penyakitnya, tapi ada orang yang udah ngeracunin Oma." Perkataan Alvaro mampu membuat bahu Aleta terguncang hebat. Bahkan, Aleta sudah tidak sanggup untuk menompang tubuhnya sendiri agar tidak jatuh.

Dengan cepat, Alvaro langsung membawa Aleta ke dalam dekapannya. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Aleta.

Ale, dan Alva sama-sama merasakan kehilangan yang mendalam.

***

"Cctv di ruangan pasien rusak, di duga ada seseorang yang sengaja merusaknya."

Ale dan Alva menemui perawat yang bisa membuka Cctv di ruangan Sania, sedangkan Sena mengurus Sania dengan berat dan tidak rela.

"Lihat di arsip atau yang lainnya!" paksa Alvaro.

"Dapat! Ternyata hanya rekamannya saja yang sengaja dirusak, namun di sampah dan arsip video nya terlihat jelas,"

Diputar video Cctv itu, membuat Ale dan Alva membelakkan matanya terkejut. "Shit!"

"Keterlaluan banget, brengsek!"

Alvaro murka sambil memukuli tembok disampingnya. "Bajingan!"

"Alva, stop!" Aleta memeluk berniat menghentikan aksi Alvaro yang mencelaki diri.

"Jangan buat musuh senang, kendaliin diri lo! Kita lagi berduka, kita balas lagi mereka dengan yang lebih parah dari ini," bisik Aleta pelan.

"Tapi gak sekarang..."

"Dokter Rida kira-kira tau gak ada yang jenguk Oma selain kita?"

Rida terdiam sebentar kemudian mengangguk. "Ada, mukanya asing. Tapi Bu Nayla seperti terlihat sangat menyayanginya, saya ada fotonya."

"Kemarin gadis ini membawa buah apel dan memberi jus apel pada Bu Nayla, kemarin masih belum bereaksi apa-apa. Tapi tadi pagi, kondisi Bu Nayla memburuk. Dan tadi Bu Nayla juga memakan sebuah Apel yang dimana mungkin buah apelnya ditaruh racun yang lebih banyak dibanding jus apel kemarin," penjelasan Rida membuat Aleta dan Alvaro terbungkam.

"Bu Nayla meminta saya untuk fotokan dia bersama gadis itu, saya juga menyimpan fotonya untuk jaga-jaga."

"Kenapa Oma juga kena, Alva?" bisik Aleta. Alvaro hanya menggeleng namun tangannya mengepal.

"Terimakasih atas semua jasanya Dokter, saya butuh foto itu untuk bukti,"

Continue Reading

You'll Also Like

10.4M 74.1K 17
BEBERAPA BAB DI HAPUS KARENA KEPINTINGAN PENERBITAN Jangan lupa follow author... Kisah dua orang gadis yang memiliki wajah yang sangat mirip, tapi me...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
122K 10.6K 48
[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke...
6.8M 42K 13
(Tersedia di Gramedia) Perjodohan, siapa yang mau dijodohkan? Apalagi dengan musuh bebuyutan yang terkenal cuek dan tidak berperasaan? Andrenaya, se...