Gema & Kurcaci Dari Pluto (CO...

By Sora___a16

31.1K 5.5K 883

Kata orang, Gema itu menyenangkan. Dia baik, ramah, humoris dan mudah bergaul. Siapapun akan betah berteman d... More

Perkenalan
Prolog
1 - Satu Kelas dengan Makhluk Bumi
2 - Alien dari Pluto
3 - Petir di Pagi Hari
4 - Satu Komplek dengan Alien
5 - Pemandu Sorak dari Pluto?
6 - Adu Mulut
7 - Peringatan Keras
8 - Niat Kabur dari Bumi
9 - Masa Lalu
10 - Tertimpa Sial
11 - Tamu Tak Diundang
12 - Persamaan?
13 - Luka Gores
14 - Sisi Kejam Seorang Gema
15 - Kisah Baru Antara Kurcaci dan Makhluk Bumi
16 - Istirahat Pertama Kurcaci dan Makhluk Bumi
17 - Semuanya Selalu Berawal Dari Teman, Bukan?
18 - Curhat Part 1
19 - Curhat Part 2
20 - Sengatan di Pagi Hari
21 - Salah Sangka
22 - Peliharaan Baru
23 - Hantu dari Pluto
24 - Sarapan di Bumi
25 - Bukan Hobi Utama
26 - Traktiran Teman
27 - Dua Makhluk Keras Kepala
28 - Sisi Menggemaskan dari Gema
29 - Untuk Pertama Kali
30 - Rencana Menginap
31 - Pose
32 - Hantu dari Pluto 2
33 - Fakta yang Akhirnya Terbuka
34 - Tamu Istimewa
35 - Kotak Makan Biru Muda
36 - Calon Masa Depan?
37 - Dia yang Berarti
38 - Di Taman Belakang
39 - Kunjungan
40 - Rita Sugiarto?
41 - Dua Tamu
42 - Rencana Menginap 2
43 - Burung Merak dan Burung Beo
44 - Mengukir Luka Sendiri
45 - Pembahasan Menyebalkan
46 - Aletta dan Gina
48 - Penolakan Terakhir
49 - Kerumunan, Teriakan, dan Noda Merah
50 - Kurcaci yang Hilang
51 - Kehadiran yang Berarti
52 - Hadir yang Diterima Sejak Lama
53 - Senyuman Pertama
54 - Menjadi Makhluk Bumi
55 - Ingatan Masa Lalu
56 - Gema & Kurcaci dari Pluto
57 - Hadiah
58 - Pulang
Akhir dari Kisah Panjang Gema & Kurcaci dari Pluto (Epilog)
Gema & Kurcaci dari Pluto (Cast)
Teruntuk, Makhluk Bumi

47 - Masa Depan yang Tak Teraih

251 59 18
By Sora___a16

Note : Cuma mau bilang, mulai dari sini akan banyak kejutan yang tidak akan kalian duga.

HARAP PERSIAPKAN DIRI KALIAN GUYS.

***

Jatuh cinta adalah perasaan yang bisa dirasakan oleh siapa saja. Ketertarikan pada lawan jenis kebanyakan menimbulkan perasaan ingin memiliki yang terkadang sulit dikontrol. Ada yang cintanya berbalas, ada yang bertepuk sebelah tangan, dan ada juga yang menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan orang yang dicintainya.

Tidak ada yang tahu kapan seseorang akan jatuh cinta, dan kepada siapa cinta itu ditujukan. Tidak bisa memilih, itulah fakta mutlak yang harus diterima.

Sama halnya yang terjadi pada Gema. Ia tidak tahu kapan Gina memiliki tempat di hatinya, atau entah sejak kapan ia jatuh cinta pada gadis itu. Yang Gema tahu hanya satu, sejak munculnya perasaan asing itu, Gina menjadi satu-satunya orang yang ingin ia miliki sepenuhnya.

Tiga tahun lalu, berulang kali Gema berpikir untuk menyatakan perasaan sukanya pada Gina. Berulang kali juga ia mengurungkan niatnya itu. Dulu ia hanya anak SMP yang belum mengerti apa-apa, ia hanya ingin Gina tahu bahwa dirinya suka pada Gina, maka itu sudah cukup.

Sampai akhirnya, tiba-tiba Gina pergi tanpa memberitahu apa pun padanya. Perasaan yang akhirnya Gema pendam itu berakhir menetap tanpa tersampaikan kepada pemiliknya. Gema kira akan hilang seiring dengan berjalannya waktu, ternyata tidak. Saat Gina datang lagi ke kehidupannya tiga belas hari yang lalu, saat itu Gema sadar bahwa perasaannya tidaklah main-main.

Lalu sekarang, hari terakhir Gina di satu kota yang sama dengannya, Gema ingin memberitahu semuanya pada gadis itu.

Gina tepat berada di sampingnya. Sedang duduk dengan tatapan fokus mengikuti gerakan anjingnya. Keduanya ingin menghabiskan sore di taman kompleks perumahan Gema sebelum malamnya Gina pergi.

"Anjing kamu tuh lucu banget, aku jadi mau bawa pulang dia, deh." Gina memecah hening yang sejak tadi mendominasi.

"Kenapa yang putih gak dibawa?" tanyanya lagi.

Tatapan Gema turut mengikuti langkah anjingnya yang sedang berjalan ke arahnya dengan ranting berukuran kecil yang diselipkan di antara giginya. Begitu sampai di depan Gema, ranting itu diletakkan di rerumputan. Gema akan melemparkannya lagi dan Gigi akam mengambilnya lagi.

"Dia belum terlalu jinak, masih baru, jadi gak bisa dilepas dulu. Dan belum sempet aku latih apa-apa."

Gina menatapnya. "Padahal aku kira udah lama, ternyata masih baru. Kok ambil yang udah cukup besar? Padahal kalo yang kecil pasti lebih gampang latihnya."

"Papa yang bawa, aku bahkan gak tau kalo dia bawa anjing baru."

Akan merepotkan kalau menceritakan asal-usul anjing Samoyed miliknya. Kalau ia memberitahu bahwa anjing itu bukan miliknya, Gina akan bertanya milik siapa, dan percakapan akan berlanjut ke arah yang kurang baik. Miko sepupunya yang sudah meninggal, dan orang tua Miko yang tidak ingin merawat anjing peliharaan Miko karena tidak ingin teringat anaknya terus-menerus.

"Kalo salah satunya aku bawa pulang, boleh?"

Gema tidak tahu seberapa cepat ia menggeleng lantas mengatakan 'gak' dengan nada datar. Mengundang gelak tawa Gina.

Anjingnya datang lagi, membawa ranting yang langsung dilempar lagi oleh Gema.

"Aku mau ngomong sama kamu. Serius," kata Gema.

Jantungnya berdegup kencang kala Gina menanyakan apa yang ingin ia bicarakan. Gema sadar bahwa hari sudah terlalu sore untuk membuatnya berkeringat, tapi apa yang mengalir dari pelipisnya membuatnya tahu bahwa ia sangat gugup.

"Tumben banget kamu mau ngomong serius. Ada apa?" Gina mengulangi pertanyaannya. Ia segera menggeser sedikit posisinya agar bisa berhadapan dengan Gema lebih baik lagi.

"Biasanya juga bercanda terus, ngomong yang gak jelas, dan pasang muka konyol. Aneh aja rasanya pas kamu bilang mau ngomong serius. Emang orang se-humoris kamu bisa serius?"

"Aku lagi gak mau bercanda, Gin!" tegas Gema menunjukkan keseriusannya.

Gina kicep. Ia menunggu dengan sabar apa yang ingin dikatakan oleh Gema.

Sambil mengatur hela napasnya, Gema memilah kata-kata yang akan diucapkannya. Pada embusan napas panjang, ia berkata, "Kita kan udah kenal lama." Sebagai permulaan.

"Iya?" Gina menatapnya serius.

"Aku udah gak tau lagi cara nyembunyiinnya gimana, semenjak kamu pergi tiga tahun tahun lalu, aku pikir kepergian kamu itu bawa semua kenangan yang pernah ada di antara kita. Ternyata enggak. Semuanya masih ada, dan masih aku simpan baik-baik."

Anjingnya datang lagi. Menyerahkan ranting yang sama di dekat kaki Gema. Tanpa mengalihkan pandangannya dari Gina, Gema menggerakkan tangannya ke belakang. Anjingnya itu mengikuti dengan bergerak menjauh ke belakang tubuh Gema. Lalu dengan telapak tangan yang digerakkan ke arah bawah diselingi kata 'duduk' setelahnya, peliharaannya itu duduk di rerumputan mengikuti perintah Gema hanya lewat gerakan tangannya.

"Hampir tiga tahun waktu yang kita lewatin bareng-bareng, semua itu masih terasa, termasuk rasanya juga."

Gema tidak mengerti kenapa dirinya berubah sok puitis. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah dipercantik untuk membuktikan keseriusannya. Ia tidak pernah bermulut manis, tapi untuk sekarang hatinya mengatakan bahwa pilihan kata yang baik akan membuat Gina terkesan.

"Aku tau di mata kamu aku mungkin cuma cowok konyol yang taunya bercanda aja. Tapi untuk hari ini aja, aku mau buang sifat aku yang satu itu. Sebelum kamu pergi, kamu harus tau satu hal yang selama hampir enam tahun ini aku pendam sendirian." Jeda sebentar. Gema menatap Gina serius. "Aku suka sama kamu, Gin," katanya mengakhiri pernyataan cinta yang sejak tadi dipersiapkan.

Hening.

Gema lega karena perasaan yang selama ini hanya ia pendam akhirnya tersampaikan, tapi apa yang ia lihat justru membuatnya kebingungan. Gina mengulas senyum tipis. Wajahnya ditimpa cahaya senja. Cantik sekali. Tapi tentu bukan pemandangan itu yang membuat Gema meremas kedua tangannya, melainkan wajah tenang tanpa keterkejutan.

Bagaimana bisa seseorang memasang wajah setenang itu? Saat lawan bicaranya justru was-was menunggu jawaban.

Bibir itu bergerak. Mengucapkan dua kata yang berhasil membuat Gema menganga.

"Aku tau," katanya. Terdengar tenang dan lembut sekali.

Ehh?

"Hah?" tanya Gema merasa bodoh.

Tatapan Gina teralihkan oleh lingkaran berwarna orange yang hampir pulang ke peraduannya. Satu jam lagi, maka senja yang dinikmatinya bersama Gema akan hilang.

Gina mulai menjelaskan dengan hati-hati. "Aku tau semuanya. Dari cara kamu natap aku, cara kamu perlakuin aku setelah sekian lama gak bertemu, bahkan dari cara kamu ngomong sama aku. Semua itu udah ngejelasin semuanya, Gema." Ia kembali menatap Gema. Dibalas tatapan penuh tanya oleh Gema.

"Cara kamu perlakuin aku sama Aletta itu beda. Aku sama dia baru ketemu sekali, tapi aku tau kamu membedakan kita—"

"Udah pasti beda, kan? Kamu bukan dia," sela Gema cepat.

Ya, memang beda. Tapi Gema tidak sadar bahwa hal itulah yang membuat semuanya justru terlihat jelas. Belum lagi frame foto yang masih disimpan Gema di dalam laci. Hanya dari situ saja Gina bisa tahu semuanya. Gema memiliki banyak teman, lantas kenapa hanya foto dirinya yang disimpan? Jelas, bukan?

"Bukan masalah sama atau bedanya, Gema, tapi gimana cara kamu perlakuin kita."

Hari pertama pertemuannya dengan Aletta langsung melintas begitu saja di kepala Gina. Gema menggunakan sebutan 'lo-gue' sebagai bahasanya pada Aletta, sedangkan dengannya tidak. Gema tidak peduli dengan ucapannya pada Aletta, tapi padanya, setiap kata yang akan digunakan dipilih dengan baik.

Perbedaannya terlalu jauh sampai Gina bisa dengan mudah melihatnya.

"Kenapa kamu selalu ngomong tanpa pikir panjang sama Aletta?" tanya Gina.

"Kenapa juga aku harus mikir kalo mau ngomong sama dia?"

Gina memiringkan kepalanya. "Terus kenapa kamu gak lakuin hal yang sama ke aku?" Kemudian Gina menjawab pertanyaannya sendiri. "Karena kamu jaga perasaan aku."

Karena benar, Gema sampai tersentak dibuatnya.

"Kamu itu baik, Gema. Bahkan bisa dibilang cowok terbaik yang pernah aku kenal. Aku selalu nyaman dan ngerasa aman kalo ada di deket kamu. Rasanya hari-hari kita berjalan terlalu cepat aja, karena kamu bawa terlalu banyak warna yang bikin aku sering ketawa. Tapi jujur aja..." Gina mengulas senyum tipis. Nyaris tak terlihat.

"Kamu itu cuma aku anggap temen. Gak lebih. Kalaupun dilebihkan, aku cuma bisa anggap kamu sahabat aku."

Perkataan Gina membuat Gema merasa tertampar. Gema sadar bahwa apa yang dirasakannya sekarang, adalah apa yang dirasakan oleh Aletta selama ini. Menyukai seseorang yang sudah jelas-jelas tidak akan balik menyukai kita.

Jadi gini rasanya jadi elo, Ta?

"Kenapa kamu gak bisa sama aku?" tanya Gema.

"Karena aku gak suka sama kamu."

"Gitu?"

Gina mengangguk. "Gak suka, bukan dalam artian teman, tapi seseorang yang bakal aku pilih."

Gema teringat akan perkataannya pada Aletta.

Karena gue gak suka sama lo.

Perkataan itu ia lontarkan berulang kali dan mungkin saja terus terngiang di telinga Aletta. Dan karena Gina mengucapkan kalimat yang sama, Gema tahu bagaimana rasanya dicampakkan, Gema mengerti seberapa dalam luka yang ia torehkan di hati Aletta.

"Aletta itu baik, lho. Kamu beruntung karena disukai sama orang kaya dia."

Mendengarnya nyaris membuat Gema berdecih. "Terus kamu gak merasa beruntung disukai sama orang kaya aku?" Di akhir kalimatnya, Gema terkekeh. Menertawakan nasibnya sendiri.

"Beruntung dong. Kalau udah kuliah, mungkin kamu bakal jadi salah satu mahasiswa paling populer di kampus kamu. Sekarang pun aku yakin kamu udah populer. Aku bakal bangga karena pernah dicintai sama orang kaya kamu." Gina meraih tangan Gema. Mengusapnya lembut. "Tapi perasaan gak bisa dipaksain. Bener, kan?"

Ya, dan Gema tidak ingin mengakui hal itu. Anggaplah ia egois, tapi ia tetap menginginkan Gina.

"Jadi aku ditolak?" tanya Gema memelas.

Gina tergelak kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Gema. Detik berikutnya, Gema merasakan tekstur kenyal dan lembut yang menempel sekilas di pipinya.

"Maaf, ya? Terima kasih buat perasaannya. Aku gak bisa nerima, tapi nanti pasti ada seseorang yang lebih baik buat kamu. Tunggu sampe orang itu tiba."

Gema berdecak kesal. Tidak mempedulikan ciuman yang sekilas diberikan oleh Gina sebagai ucapan terima kasih. Ia betulan tidak ingin orang lain, ia hanya ingin Gina saja.

"Seriusan gak mau jadi pacar aku? Aku gak masalah kok LDR-an sama kamu, aku bisa jadi apa aja yang kamu mau. Aku janji."

Gina menggeleng kemudian pura-pura membuang muka.

"Jadi beneran gak mau jadi pacar aku?"

Gina menggeleng lagi sambil tertawa karena Gema terus mengulang kalimatnya.

Bersamaan dengan itu, anjing Gema menggonggong dua kali. Membuat Gema dan Gina menoleh. Anjing itu berdiri dengan tubuh menghadap ke satu arah.

Tak jauh dari posisi keduanya, seseorang berlari. Gema menghela napas berat saat menyadari bahwa orang itu adalah Aletta. Mengenakan kaus oblong berwarna merah muda dengan jeans pendek. Rambutnya yang tergerai bergerak tidak karuan.

"Gak! Gak boleh!" seru Aletta begitu sampai di depan Gema.

Tanpa aba-aba, Aletta menarik tangan Gema.
Memaksa Gema berdiri karena gerakan tiba-tibanya.

"Apaan sih lo, Alien?" tanya Gema kesal. Kehadiran Aletta dianggap merusak suasana olehnya.

"Pokoknya kamu gak boleh pacaran sama Gina, soalnya kamu itu punya aku!" 



***

Gema : ALETTA! DAMN YOU!!!

BWAHAHAHAHAHAHAHAHHA

Continue Reading

You'll Also Like

49.8K 7.1K 73
kisah Laily dan dia... kisah yang hanya berisi 18 kata... ° ° ° ° ° ° ° Beneran cuma 18 kata? Cek buruan!!❤
1.3K 286 35
Masa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lal...
341K 25.2K 44
"Aku itu ibaratkan hujan, dan Erland adalah buminya. Hujan selalu kembali ke bumi meski telah dijatuhkan berkali-kali. Tapi, akan ada saatnya kemarau...
16.8K 780 43
"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma...