My Dad-33

12.3K 1.1K 183
                                    

Cerita ini akan dilanjut setelah followers WP author nyampe 500... Terimakasih

"PAPA JAHAT!"

Ruang yang didominasi warna biru ini, terlihat lebih hidup. Dimana pemilik kamar sedang menangis meraung kesakitan. Sudah tertebak siapa lagi, jika bukan Angga?

Selepas acara syukuran yang Diaz gelar di rumahnya, untuk khitanan Angga yang dilakukan mendadak dan tanpa persiapan. Kini Angga menangis sambil berusaha memegang bagian pusat miliknya. Obat pereda nyeri sepertinya sudah tidak bekerja, hingga Angga yang awalnya tidak merasa sakit, kini terus mengerang kesakitan.

Diaz menahan tangan Angga yang akan meraup bagian yang sakit. "Tenang, A, besok juga sembuh," kata Diaz meyakinkan.

"SEMBUH GIMANA?! INI ITU SAKIT! PAPA GAK BAKAL BISA LASAIN!" balas Angga dengan berteriak.

"Iya, makanya biar enggak sakit minum obat." Helma ikut serta dalam membujuk Angga.

"GAK MAU! GAK ENAK, PAHIT, AGA MAU INI ENGGAK SAKIT!"

"Angga jangan teriak sama Nenek," peringat Diaz.

Angga tak menjawab, anak itu hanya terisak dengan mengeliatkan badan. Memang saat di sunat tidak terlalu sakit, namun setelah tiga jam selang di sunat rasanya tak bisa Angga deskripsikan.

"Di, kalo Angga enggak minum obat pasti gak bakal tidur, terus pasti enggak bakal ilang sakitnya," kata Helma pada Diaz.

"A, minum obat, ya, biar gak sakit," kata Diaz berusaha selembut yang ia bisa.

Angga melirik sekilas sendok obat yang sedang Diaz pegang, ia yakin obat itu pasti terasa pahit. Angga memilih melanjutkan tangisnya, karena kesakitan.

"A, ayo dong minum obatnya. Besok enggak sakit lagi, kok."

"Enggak mau! Kata Papa, di sunat itu kayak digigit semut, ini mah sakit banget, kayak digigit Papa!" ketus Angga.

"Emang Angga pernah digigit Papa?" goda Helma.

Angga diam, sepertinya ia salah bicara. "Pelnah, Nenek tuh gak tau. Papa itu galak," alibi Angga.

Sedangkan yang diolok-olokan hanya diam menyimak, tanpa memberi pembelaan atas tuduhan putranya. Diaz melihat putranya sudah tidak terlalu histeris, mungkin sakitnya sedikit berkurang.

"Bund, ini obatnya gimana?" Diaz bertanya hanya dengan gerak bibir saja. Beruntung, Helma menangkap baik yang Diaz sampaikan.

"Paksa aja," balas Helma dengan bersuara.

Angga menarik ingusnya dari hidung sampai telinga kiri. "A, ih, jorok," ucap Diaz melihat kelakuan Angga.

"Bialin, ini semua itu gala-gala Papa!" Angga terus menyalahkan dan berbicara ketus pada Diaz.

"Loh, kok, Papa?"

"Coba aja Papa enggak suluh Aga sunat. Ini Aga enggak bakal sakit." Angga kembali berusaha memegang pusat miliknya, akan tetapi Diaz selalu menghalanginya.

"Iya, maafin Papa." Diaz tersenyum kecil, ingat saat dulu ia juga nangis kejer setelah di sunat.

"Gak mau. Ini sakit," keluh Angga.

"Minum obatnya dulu, besok sakitnya ilang." Helma menyerahkan sendok obat pada Diaz, lalu Diaz mendekatkan sendok itu pada bibir merah putranya. Belum sempat sendok itu masuk ke mulut Angga, kini sendok yang berisikan obat itu terhempas ke lantai.

"Aga enggak mau!" Setelah menghempas sendok itu Angga kembali menangis sambil menjerit-jerit.

Diaz menghela napas pelan. "A, jangan gitu dong, Nak," ujar Diaz pelan.

My Dad [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant