My Dad-36

8.6K 1K 442
                                    

Ibram sedang membenarkan letak dasinya menoleh pada anak yang masih terlelap di kamar ini. Rautnya begitu polos sekali, sangat menggemaskan. Ibram baru menyadari bahwa anak kecil itu bukanlah beban, tetapi ciptaan Tuhan yang begitu berarti. Sayang, Ibram sudah melewatkan masa kecil kedua anaknya dengan tidak mengacuhkannya.

Ibram melihat ponsel Helma bergetar pelan, tangannya mengecek salah satu pesan baru.

Diaz:
Assalamualaikum,
Bunda sama Angga dimana?
Kalo Bunda pulang, Angga
balikin ke rumahku aja.

Ibram tersenyum anaknya begitu sopan dan lembut. Memang isi pesannya singkat, namun ia tak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu.

Ibram kembali menoleh pada Angga yang masih terlelap. Anak itu hampir sepuluh hari tinggal di kediamannya, saat kemarin malam anak itu mengeluh tidak ingin tidur sendiri. Alhasil Angga tertidur bersama Helma dan Ibram, padahal Adya sudah membujuk mati-matian agar bisa tertidur bersama Angga.

Ada rasa penyesalan yang menumpuk saat melihat Angga, karena keputusannya membuat Angga harus merasakan beratnya hidup ditengah perceraian kedua orangtua. Diaz mungkin terima-terima saja Ibram perlakukan sesuka hati, tetapi Angga seperti orang pendendam. Butuh tiga hari untuk Ibram dan Adya mendapatkan kata maaf dari Angga mengingat Ibram yang memarahi Angga di pesta sewaktu itu.

Anak yang akan berusia lima tahun itu telah mengisi kosongnya rumah ini. Kini Ibram dan sekeluarga merasa lebih tenang saat ada Angga, bahkan Adya mengambil cuti untuk semakin dekat dengan Angga.

"Ayah." Lamunan Ibram buyar saat mendapati istrinya yang ada dihadapannya.

"Kenapa?" tanya Helma sedikit berbisik agar Angga tidak terganggu dari lelapnya tidur.

"Diaz nyuruh kamu balikin Angga."

Helma lantas mengecek ponselnya. Mungkin Diaz baru pulang dari luar kota, jadi baru menyadari ketidak hadiran putranya. Helaan napas terdengar dari mulut Helma, ia tidak ingin berpisah dengan sang cucu, tetapi sekarang Helma tidak bisa meninggalkan rumahnya lagi.

"Kamu siap?" Pertanyaan itu mendapat gelengan pelan dari Helma.

"Aku udah biasa urus Angga. Aku gak mau pisah sama Angga, tapi aku gak bisa lupain kewajibanku untuk mengurus suami."

Ibram menangkap kesedihan dalam perkataan Helma. "Kalo gitu Diaz aja suruh tinggal disini," putus Ibram.

Helma cukup terkejut mendengar perkataan Ibram. "Maksudnya?"

"Iya, suruh Diaz tinggal disini. Kita mulai lagi dari awal. Aku sadar selama ini kita terlalu egois untuk kedua anak kita. Aku mimpi Jessi ninggalin kita buat selamanya, dan aku gak mau itu jadi kenyataan," jelas Ibram.

Helma terenyuh. Ia langsung memeluk Ibram, menumpahkan tangis bahagia di dada yang begitu kokoh itu.

"Kenapa Nenek Aga dipeluk-peluk?"

****

Suasana di meja makan begitu ramai. Perdebatan Adya dan Angga tidak bisa untuk dilerai, keduanya sama-sama keras kepala. Helma yang sedari tadi melihat itu hanya tersenyum, sedangkan Ibram tidak banyak bicara.

"Angga, Adya, mau buah apa?"

"Pisang!" jawab keduanya kompak.

"Aduh, udah kayak anak sama bapak beneran," kata Helma sambil menggelengkan kepala.

"Angga tuh ngikut-ngikut," sinis Adya.

Angga mengibaskan tangannya tak terima. "Bukan Aga, Daddy tuh yang ikutin Aga."

Adya memang meminta Angga untuk memanggilnya dengan panggilan 'Ayah', namun anak itu menolak. Angga bilang ayahnya cuman satu yaitu Papa Diaz, Adya berinisiatif memanggil dirinya dengan panggilan 'Daddy' dengan iming-iming jam tangan terbaru. Angga hanya mengiakan, ia juga menyetujui saat Adya menyuruh anak itu membuang jam dari Diaz. Katanya, jam dari papanya tidak sebanding dengan harga jam yang Adya belikan.

My Dad [END]Where stories live. Discover now