My Dad-41

7.1K 795 174
                                    

"Papa kenapa banyak bulunya?"

Angga sangat penasaran dengan bulu-bulu kasar yang ada di kaki Diaz, baru berani bertanya hari ini. Memang Diaz hanya mengenakan celana selutunya, yang memperlihatkan betis-betis kekar miliknya yang terdapat rambut betisnya.

"Papa, kan, cowok, A," sahut Diaz tak mengalihkan perhatiannya dari laptop.

"Emang kenapa kalo cowok?"

"Cowok itu pasti banyak bulunya, terus lebih kasar sama lebih kelihatan. Kalo, cewek baru bulunya gak kelihatan, mungkin perawatan juga," jelas Diaz berusaha tetap fokus pada pekerjaannya.

Angga diam lalu menyorot Diaz tajam, sayang Diaz tidak melihat betapa menggemaskannya Angga. "Papa bohong, ya?"

Diaz menghela napas pasrah, Angga paling jago merusak konsentrasi miliknya. Diaz mendongak mulai mengalihkan perhatiannya pada Angga. Ini sudah jam 8 malam, tapi anak itu belum terlelap.

"Apalagi, sih, A?" tanya Diaz jengah.

"Aga juga cowok, tapi gak ada bulu-bulu kayak Papa." Angga menyingkap celana tidurnya yang memperlihatkan setengah kakinya.

"Tuh, gak ada! Papa pasti bohong, ya?"

"Terserah."

Percayalah Diaz terlalu malas berdebat malam ini, ia sedang banyak pekerjaan, namun Angga belum terlelap. Memang, setelah semua keluarga Diwantara menumpang di rumahnya, Angga akan tidur bersamanya. Alasannya simpel, kamar milik Angga dipakai tidur Adya, ia tak ingin Angga terlalu dekat dengan Adya.

Bukan maksud cemburu atau berburuk sangka, Diaz hanya merasa kedekatan Adya dan Angga adalah langkah kemunduran hubungannya dengan anaknya sendiri. Jika, Adya murni mendekati Angga karena sayang, tidak sepatutnya Adya menjelek-jelekan Diaz pada anaknya.

Angga diam saat Diaz kembali fokus pada pekerjaannya. Angga sudah makan lima kali, tapi mengapa Angga belum mengantuk jua?

"Papa," panggil Angga lagi.

Diaz hanya menggumam membalasnya.

"Aga mau makan lagi," adu Angga malu-malu, jujur sebelum kenyang Angga tidak akan mengantuk.

"Hah?!"

Bagaimana Diaz tidak kaget, Angga belum satu jam sudah makan satu piring setengah, hidangan penutup, buah, puding, dan susu. Masih laparkah Angga?

"Mending tidur, jangan makan terlalu kenyang, nanti sakit perut."

Angga hanya mengangguk pasrah, anak itu mulai merebahkan dirinya didekat kaki sang papa yang masih fokus mengerjakan pekerjaannya.

"Aawww! A, sakit dong!" pekik Diaz kaget.

"Abisnya bulu kakinya banyak, mending Aga cabutin. Bial ilang semua. Aga baik, kan?"

Angga memperlihatkan empat rambut betis Diaz yang berhasil ia cabut. Angga tersenyum bangga, setidaknya ada kerjaan sebelum tidur.

"Astagfirullah," gumam Diaz mengusap kakinya yang terasa... ahh mantap.

"Tidur. Jangan ganggu Papa," kata Diaz datar.

"Tapi, bulunya belum abis," kilah Angga.

"Aa sekarang tidur atau Iboy dijual?"

Angga membuang napas kesal. Padahal niat Angga baik, supaya kaki papanya tidak ada bulu lagi, tapi kenapa papanya tidak mau? Harusnya Diaz senang, Angga membantunya, ini bilang terimakasih saja tidak.

Angga memperbaiki posisi tidurnya, kembali ke bantal sebelum Diaz menjual anaknya. Mata anak itu baru lima menit terpejam, terpaksa membuka lagi saat mendengar pintu dibuka dengan kasar.

My Dad [END]Where stories live. Discover now