My Dad-37

11.1K 1.1K 274
                                    

Dikarenakan, kemarin banyak yang komen, jadi aku update cpeattt;v

****

"HAHAHAHAHA..."

Bantal sofa itu melayang, lalu mendarat mulus di wajah pemuda yang sedang tertawa itu. Namun, tawa itu tidak mengudar sedikitpun, malah-malah tawa itu semakin menjadi. Diaz yang mendengarnya saja semakin merasa jengkel.

"HAHAHAHA.... Uhuk, uhuk..."

"Mampus lo!" semprot mereka berdua.

"Temen kampret emang! Gue batuk bukan disodorin air, malah diumpatin," gerutu Risyad tidak terima.

"Salah sendiri. Ketawa sampe lupa batasan."

Diaz sedang duduk bersila itu hanya menyimak kedua temannya. Mereka bertiga baru pulang nge-gym, memutuskan untuk singgah lama di rumah Diaz. Sebenarnya Diaz hanya mengajak Arsel, namun hama satu itu ingin ikut atas kehendaknya sendiri. Risyad tertawa sampai lupa batas seperti itu, karena Diaz menceritakan perihal Angga yang tak ingin pulang.

"Jadi, ceritanya lo cemburu?" todong Risyad masih dengan sisa tawanya. "Ayolah, Yaz, Dessi aja yang udah pacaran sama Adya tujuh tahun, bisa luluh sama lo dalam tujuh kali pertemuan. Masa darah daging lo sendiri gak bisa luluh sama lo?"

Diaz menghela napas jengah. "Takdir."

"Gue gak bisa bilang ini sepenuhnya salah Angga yang kehasut. Itu juga salah lo," kata Arsel setelah memahami semuanya. Memang Diaz hanya berniat bercerita pada Arsel, tetapi Risyad mendesak untuk berbagi cerita dengan semuanya.

"Bener. Coba aja lo gak terlalu lama ninggalin anak lo, gak mungkin Angga kayak gitu," sela Risyad menyudutkan Diaz.

"Syad, gue dulu aja yang ngomong." Arsel memperingati Risyad yang memiliki mulut seperti ibu-ibu.

"Yaz, mungkin lo ngerasa Angga enggak ngerti perasaan lo, bener. Angga gak mungkin ngerti, dia masih kecil buat dipaksa ngertiin elo. Yang ada harusnya lo yang ngerti Angga. Mungkin, orang-orang biasa sama diemnya elo, tapi anak lo? Dia mungkin berpikir diemnya lo, gak sayang sama dia. Anak kecil itu sependek itu pemikirannya," ujar Arsel memperbaiki posisi duduknya.

"Angga gak bisa ngertiin elo, harusnya lo yang ngertiin sikap Angga kayak gimana. Anak kecil itu sukanya sama hal-hal sederhana. Contohnya, dipeluk, dicium, disayang, diperhatiin, lo pernah lakuin Angga kayak gitu? Coba inget-inget?" lanjut Arsel berusaha meluruskan.

"Gini aja deh, simpelnya. Dulu lo lebih nyaman sama Bi Diah, karena beliau selalu ada buat lo. Angga juga gitu pilih Adya, karena lebih mengayomi Angga. Ngertikan lo?" jeda Arsel sejenak. "Intinya, jangan terlalu cuek sama Angga, selalu luangin waktu buat anak, tunjukin kasih sayang lo secara blak-blakan, dan jangan tinggalin anak terlalu lama."

"Ngerti?!" tekan Risyad.

Diaz tak menjawab, ia hanya menghela napas pelan.

"Tapi gue serius nanya, Angga anak Adya?" Risyad akhirnya bertanya tentang yang mengganjal sedari Diaz bercerita.

Diaz melirik Risyad datar. "Gue manusia, bukan dewa penolong. Gue gak sesabar itu buat perjuangin anak orang," ketus Diaz.

"Jadi?"

"Waktu pesta ulangtahun Shira, Adya emang mabuk gara-gara obat perangsang. Tapi, gue sama Dessi insiatif buat masukin Adya ke kamar sendirian, mungkin dia lukain diri sendiri buat muasin nafsunya," terang Diaz. "Oh iya, sebelum gue sama Dessi pergi ke pesta, gue udah tau Dessi lagi hamil anak gue baru tiga minggu. Jadi, jelas, kan, Angga anak siapa?"

"Lo gak curiga? Sebelum sama lo, Dessi pernah main sama yang lain?"

"Curiga. Bahkan, saat Angga lahir gue langsung lakuin tes DNA, hasilnya emang bener gue bapaknya. Gue cuman takut aja waktu itu, takut merjuangin yang bukan hak gue. Alhamdulillah terbukti Angga itu anak gue dan Dessi."

My Dad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang